Sepasang mata menyipit menyaksikan dua orang sedang berbincang serius di antara banyak tamu undangan yang sedang berlalu lalang di tengah jalannya acara.
Dan anehnya, kedua sosok itu dikenal betul oleh Zeana Louisa Hartono, adik dari Zain Louis Hartono yang kini sedang duduk di salah satu kursi di depan meja bulat tamu bertuliskan VVIP. Meja khusus tamu penting dari mempelai pengantin, bagian tengah ruangan megah penuh bunga dari dekorasi serbah putih dan ungu.
'Apa mereka saling kenal?'
Bertanya-tanya, Zeana melupakan sosok orang di sampingnya, yang sejak tadi memandangnya disertai obrolan yang terpaksa terhenti.
"Apa yang sedang kamu lihat, Na?" tanya Rendra, kekasih dari Zeana. Sejak tadi, lelaki ini memperhatikan kekasihnya terlihat membalikan badan tanpa mendengar pembicaraan mereka sama sekali.
Zeana menoleh ke sumber suara. Sudut-sudut bibirnya tertarik mengulas sebuah senyum kikuk. "Nggak. Aku cuma lihat banyak banget tamu undangannya kak Hibnu, Ndra."
Bergerak pelan menyesuaikan posisi duduk, Zeana kini bertanya-tanya. Apa yang sedang dilakukan Diana, sahabatnya dengan Cakra, lelaki yang sempat dikenalkan sang kakak sebagai pasangan dansanya di acara Gio dan Bianca ketika mereka di Jepang.
"Aku dari tadi cerita lho. Kamu diem aja, Na. Gak tahunya ... lihati orang-orang nggak penting," kesal Rendra.
Zeana mengangkat tangan menyentuh pipi Rendra menggunakan telapak tangannya. "Maaf ya, Sayang. Aku cuma kaget aja ... gini rame lho."
"Kamu udah nggak sabar nikah sama aku?" tanya Rendra mencoba memahami.
Zeana tersenyum menampilkan lesung pipi yang menyembul di antara senyum manisnya. "Ya. Aku ingin kamu ngelamar aku secepatnya, Ndra."
Rendra, lelaki berumur 27 tahun ite menoleh kembali memperhatikan wajah Zeana yang dibalut dengan make-up natural, membingkai kecantikan putri semata wayang keluarga Zerry Hartono dan adik semata wayangnya Zain.
Ada siratan yang membuat Rendra menghentikan aktivitas makannya, ketika sesuatu bergejolak dalam diri.
"Kenapa?" tanya Zeana seraya mengedikkan wajah, tak mendapati jawaban Rendra.
Rendra tersenyum kikuk serta menggeleng. "Aku hanya belum siap, Na."
Senyum yang sempat terulas menyurut di antara gerakan mulut Zeana yang sedang mengunyah makanan. Kedua tangan yang tadi menyentuh kedua alat makan, tiba-tiba terhenti tak lagi menggenggam erat mendengar pengakuan Rendra Kuncoro, anak dari pengusaha kain di Jakarta.
"Apa kamu tahu ... kalau kita masih tidak direstui oleh orang tuaku, Na? seenggaknya, aku masih berusaha, Na. Jangan membayangkan sebuah pesta sebelum restu orang tuaku berpihak pada kita," ujar Rendra merasa berat hati mengatakannya ke Zeana.
Zeana buru-buru menggeleng. Perempuan itu tak ingin membuat suasana baik di pesta teman kampusnya menjadi perang dingin, yang selalu terjadi di antara mereka dengan topik yang sama pula.
Sedangkan Zeana sendiri juga belum memperkenalkan Rendra kepada orang tuanya dan sang kakak. Selama ini, ia selalu berbohong soal statusnya yang jomlo. Padahal, sudah setahun belakang ini, Zeana sudah berpacaran dengan Rendra, sejak ia bergabung dalam fashion designer dari brand ternama yang ada di Jakarta.
"Tidak masalah. Kita akan berjuang bersama, bukan?" Pertanyaan itu cuma mengingatkan saja. Tepatnya, pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban. "Ayo, segera habiskan makananmu."
Zeana mengalihkan topik pembicaraan sekaligus mengubah posisi ke arah depan untuk melanjutkan sisa makanan yang masih beberapa suapan lagi dari suapan yang sempat masuk ke dalam mulutnya. Seketika saja, nafsu makan yang sempat ia rasakan hilang begitu saja.
"Hai," sapa seseorang barusan datang dengan suara yang sangat merdu dan manja pula.
Bukan cuma Zeana yang menegakkan wajahnya. Pun dengan Rendra mengangkat wajah melihat kedatangan Diana bersama Cakra.
"Hei, Na," sapa Rendra balik ke Diana. "Duduk dulu, dong. Sama gebetan baru nih?" Rendra basa-basi mengarahkan telunjuknya ke arah Cakra, yang berdiri di samping Diana.
Diana tersenyum, tak memberikan jawaban. Menoleh ke arah Cakra, lelaki tinggi tegap penuh pesona di matanya kini, malah mematung tanpa berkedip mata memandang ke arah Zeana. Tak menggubris apa pun dan siapapun yang sedang melontarkan pertanyaan.
Zeana sendiri pun sama. Bola hitam legamnya kini terarah ke Cakra. Hanya berfokus ke titik yang sama di depan sana. Tak sedikit pula, kelopak mata yang dihiasi jejeran bulu-bulu mata lentik dilapisi maskara hitam itu berkedip sedikitpun.
Diana dan Rendra sama-sama memandang ke arah Cakra dan Zeana secara bergantian. Bagaimana bisa, kedua orang itu hanya berdiam, tapi saling menautkan pandangan serius.
"Apa kalian saling mengenal satu sama lain?" tanya Diana dengan mengarahkan jari telunjuknya ke arah Cakra dan Zeana.
"Tidak!"
"Tidak!"
Sama-sama memandang Diana, sama-sama pula mereka mengudarakan jawaban. Sungguh, mereka ini sedang apa sih, sebenarnya? Mengharuskan Diana terkaget.
Diana berdecak kemudian tertawa kecil. "Gue pikir ... lo kenal sama Cakra, Na. Ini nih, cowok yang dulu pernah gue cerita ke lo," ucap Diana sedikit meninggikan suara, ketika musik di depan sana kembali mengudara mengiringi tamu undangan. "Gue mau balikan lagi sama Cakra, Na."
"Apa?" Cakra menoleh kaget. Ini tidak sesuai keinginan Cakra tadi, pikirnya.
Mereka berjanji untuk duduk bersama selama pesta berlangsung, dan akan pergi dari sini untuk duduk di satu tempat tenang, yang jauh dari hingar bingar seperti tempat ini. "Lo jangan bercanda, Din."
"Duduk dulu dong," ajak Rendra lagi.
"Ehg iya, duduk dulu, Cak." Diana langsung menarik salah satu tempat duduk di samping Rendra, dan disusul oleh Cakra di samping kanan Diana. Tapi bola matanya masih memandang pada Zeana, tajam.
"Kenalkan ... ini Rendra dan itu Zeana, Cak," ucap Diana memperkenalkan.
"Hai, Bro," kata Rendra seraya mengangkat telapak tangannya ke Cakra, saat lelaki itu juga memberikan anggukan. "Gue Rendra, temannya Diana."
"Cakra. Salam kenal, Bro," jawabnya sungkan.
"Dan yang di samping Rendra, itu Zeana, Cak. Sahabat gue," tunjuk Diana ke Zeana yang kini sibuk memutar bola matanya. Ada ketakutan dari ekspresi wajah Zeana. "Dia ini ... kekasihnya Rendra."
"Oh, ya?" Refleks, Cakra menjawab dengan rasa kaget yang berkecamuk. Namun, wajah Cakra terlihat santai dengan senyum mengejek ke arah Zeana. Tatapan penuh terselubung.
"Ya. Gue pikir juga lo berdua saling kenal," kata Diana lagi basa-basi.
"Nggak kok, Din," sauhut Zeana lebih dulu. "Gue sama teman lo gak kenal sama sekali."
"Makasih," jawab Cakra refleks membuat tatapan Zeana terarah padanya.
"Lo berdua gimana? Cinta lama bersemi kembali nih?" Rendra bertanya ke Diana dan Cakra dengan suara enteng.
Cakra menggeleng. "Tidak, Bro. Gue dan Diana baru ketemu hari ini."
"Tapi gue bakal ngejar Cakra, Ren," jawabnya membuat Rendra terpelongo kaget.
Sekelebat, Cakra terlihat seperti terkena sengatan listrik yang membakar tubuhnya. Mulut lelaki itu terlihat sedikit menganga dengan tatapan jelas menimbulkan keterkejutan di luar dari apa yang dipikirkannya.
"Apa gue berhak mengejar cinta lo, Cak?"
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Okay? (Karyakarsa)
RomanceBerkali-kali merasakan yang namanya jatuh cinta, berkali-kali pula cinta ditolak. Sampai pada akhirnya, Cakra memilih jomblo. Keingingan lelaki tersebut hanya satu, yaitu kedua sahabat kesayangannya harus menikah lebih dulu agar ia terbebas dari ras...