Investasi Bodong

370 86 60
                                    

Ekhm, excuse me Guys
I LO VE YO U
😘

Ehehehe, ada yang masih nyimpen ini cerita di library-nya?

---

"Hanbin ke mana, Mah?"

Hayi melirik tajam kepada putra tunggalnya itu. "Ru, jangan kebiasaan coba. Itu Papah kamu. Asal panggil Hanbin aja."

"Elah, biar gaoool gitu, Maaah," balas Haruto tidak tahu diri. Remaja yang masih mengenakan seragam SMAnya itu kini sudah duduk di meja makan, menikmati beberapa buah di sana.

"Gaul, gaul. Api neraka lebih panas dari pada Bekasi!"

Haruto yang sedang memakan jeruk seketika tersedak. "Mantap kali kata-kata mamakku ini kawan!" ucapnya tiba-tiba berubah menjadi orak Batak. "Ngomong-ngomong, Mah. Kalo lebih panas dari Bekasai, berarti apinya sepanas Semarang ya?"

Tuhan, berikanlah kesabaran untuk Lee Hayi. Jangan sampai ia berdoa yang tidak-tidak untuk putranya. Bahaya, doa ibu diijabahnya cepet.

"Kamu mending mandi, abis itu langsung bimbel. Jangan bolos lagi!"

Haruto yang awalnya masih sehat dengan tubuh bugar dan segar kini sudah berubah menjadi lesu. "Mah, kayaknya aku sakit, deh. Badan aku demam gitu," ucapnya memulai drama pura-pura sakit. "Hari ini nggak bimbel dulu ya?"

"Ya, udah," jawab Hayi menganggukkan kepalanya. "Hari ini kamu nggak usah bimbel--"

"YEEEESS--"

"Tapi, malem ini kamu juga nggak makan. Terus, uang jajan buat besok cuma setengah dan nggak boleh bawa mobil ke sekolah. Naik angkot--"

"AKU UDAH SEHAT, INI MAU MANDI, KOK. SIAP BIMBEL, BELAJAR KIMIA RUTO COMIIIING!" Lelaki itu langsung melompat dari posisi duduknya. Berlari menuju kamar mandi di area dapur. "AKU CINTA KIMIAAA! TAPI LEBIH CINTA LAGI KALO NGGAK ADA KIMIAAA!"

Hayi menatap bingung putranya. Memperhatikan pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat. "Bukannya anak gue masuk IPS, ya? Kok tiba-tiba dia belajar kimia? Nggak mungkin juga anaknya Kim Hanbin ngambi peminatan Kimia."

Yups, betus sekali Mamah Yi. Anakmu itu memang tolil. Dia nggak belajar kimia, tapi masih tetap mikirin tabel periodik. Padahal, otak juga tinggal segaris.

"Mamaaah, anduuuuk!" Suara berat Haruto langsung menggelar. Ia berteriak karena di kamar mandi tidak ada handuk. "Maaaah, aku keluar sambil telanjang, niiiih!"

Hayi dengan sebal langsung mengambil handuk di jemuran taman belakang. "Kebiasaan!" omel Hayi sembari melangkah menuju kamar mandi.

"Cepet pake baju, abis itu kamu makan dulu."

"Siap ibu ratuuu," jawab Haruto yang dengan tidak punya malu mengeringkan badannya di depan Hayi. "Masak apa, Mah?"

"Ayam goreng."

"Buseeet, dari minggu lalu makan ayam goreng mulu. Aku berasa jadi Upin-Ipin," protes Haruto dan langsung kabur menghindari smash kuat sang mama.

Untung saja anak Hayi hanya satu. Bayangkan jika ada 15 Haruto di rumah ini, sudah pasti tubuh Mamah Yi semakin mungil dan akan menyaingi jenglot.

"Selamat sore istrikuuu." Kerusuhan dari putra laki-lakinya baru saja sirna. Tetapi sayang, pencipta kerusuhan lainnya telah pulang dari kantor. "Yang, kamu buat minuman apa yang seger? Tenggorokan aku sepet banget."

Hayi bantu membawakan tas milik suaminya. Sedangkan Hanbin sendiri sudah duduk di ruang keluarga, merebahkan tubuhnya di sofa dan menunggu sang istri mengantarkan minuman.

"Aku bikin es selasih pake jeruk nipis," ucap Hayi yang datang membawa gelas besar berisi minuman segar untuk suaminya. "Hari ini emang kamu nggak di kantor doang? Kok keliatan capek banget?"

Dengan penuh semangat Hanbin menenggak minuman segar hasil karya istrinya. "Hari ini aku cek toko buat cabang baru, Yang. Di sana kesiapannya masih kurang banget, sedangkan grand opening udah di depan mata. Capek aku teriak-teriak terus," cerita Hanbin yang dengan manja menyandarkan kepalanya di pundak sang istri. "Kamu sendiri gimana? Ada cerita apa hari ini?"

"Tadi siang aku belanja bulanan bareng Jennie," cerita Hayi dengan antusias. "Kita iseng-iseng ke pasar, eh ending-nya tetep ke supermarket. Kembaran kamu nggak kuat pas nyium bau ayam di pasar lokal."

Tawa Hanbin tetu saja langsung pecah. "Ya, lagian kamu aneh-aneh aja. Aku udah ngebayangin itu teriakan rese Jennie gimana."

"Yi, Yi, Yi, Yiii. Ogah, ogah, ogaaah! Ayok balik aja. Gue nggak mau di sini. Bodo amat sama harga wortel murah!" Hayi dengan semangat mengikuti suara kembaran suaminya. "Heboh banget, Jennie. Malu aku di pasar, pengen pura-pura nggak kenal aja rasanya."

Tawa Hanbin tentu saja semakin pecah. Ia dengan gemas mengacak-acak surai istrinya. Sungguh momen manis yang indah di sore hari ....

"Idih, idih, idih, ada si Hanbin, nih!"

.... Sebelum Haruto keluar dari habitatnya.

Remaja itu turun dengan pakaian rapi dan tas ransel di pundak. "Kemana aja, Bin? Gue kagak pernah liat lo belakang ini. Kabar sehat, kan?" tanya Haruto yang sudah berlagak menjadi tetangga beda kamar dengan Hanbin.

Hanbin yang sejenis dengan anaknya tentu saja meladeni tingkah Haruto. Mood pria itu sedang bagus. "Kabar kurang baik, nih, Bro. Gue lagi pusing mikirin anak, tiap hari ada aja tingkahnya."

"Elah, anak kayak gitu kagak usah dipikirin," ucap Haruto yang dengan sok akrab memukul keras pundak Hanbin. "Mending lo kasih aja dia duit lima miliar."

Tidak hanya Hanbin. Ekspresi wajah Hayi juga seketika berubah menjadi sinis. Sedangkan Haruto sudah tertawa puas karena berhasil membuat emosi kedua orang tuanya.

"Pah, Mah, inget anak itu adalah sebuah investasi," ucap Haruto dengan sungguh-sungguh. Seakan berubah menjadi tim pemasaran dari sebuah asuransi kesehatan. "Jadi, berinvestasi lah sebanyak mungkin ke pada anakmu ini."

Hanbin menghela napas. Ia menoleh kepada sang istri. "Yi, kayaknya kita kena investasi bodong, deh. Kena penipuan ini kitAAAA HARU! PATAH TULANG PAPAH!" Perkataan Hanbin langsung berubah menjadi teriakan kala putra tunggalnya tiba-tiba lompat dan menimpa ia.

"Ah, Hanbin lemah!" ledek Haruto yang langsung tersungkur kembali ke lantai karena serangannya ditepis oleh sang papa. "Udah tua, sih."

Sejujurnya Hanbin dan Hayi percaya bahwa anak adalah anugerah, tetapi tingkah Haruto semakin hari justru semakin membuat mereka gerah.

"Pah, anakmu ini mau bimbel. Jadi, berilah ia uang yang banyak agar bisa fokus belajar."

"Lah, kan tadi pagi udah?"

"Lah, itu kan buat sekolah. Beda lagi dong!"

Lihat! Hanbin dan Hayi benar-benar terkena investasi bodong. Dalam sehari saja ia sudah mengeluarkan uang banyak untuk satu manusia. Belum lagi untuk makan dan biaya pendidikan serta kebutuha remaja itu.

"Aku pake mobil Papah ya--"

"Mobil kamu ke mana?" tanya Hayi saat melihat putranya sudah siap mengambil kunci mobil Hanbin.

"Ada, tapi bensinnya kosong."

Mata Hanbin langsung membulat. "Itu Papah kasih uang buat beli bensin--"

"Oh, tentu tidak. Uang ini cuma buat jajan. Kalo bensin, beda lagi, Bro," ucap Haruto sembari mencium tangan mama dan papanya. "Aku berangkat dulu, ya. Bin, nanti isiin bensin mobil aku. Assalamualaikum."

Sepasang suami istri itu dengan kompak memperhatikan putra mereka yang kini sudah keluar melalui pintu utama. "Kita harus lapor polisi nggak sih, Yi?" tanya Hanbin pelan dengan mata masih menatap pintu utama rumahnya.

"Buat apa lapor polisi?"

"Ya, ini. Investasi bodong."

Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SISI LAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang