Chapter 2: Pagi yang indah

1 0 0
                                    

Keesokan paginya, Ken terpaksa menutup telinganya dengan bantal tebal milik pria berambut cokelat muda itu. Dia melakukannya karena merasa terganggu dengan suara berisik dan teriakan di luar kamarnya.

"Arhh!! Telat telat telat!!" Nora berteriak sembari berlarian di dalam rumahnya sendiri. Dia buru-buru mengikat dasinya, memakan sarapan yang dibuat sendiri tentunya dengan sangat terburu-buru hingga gadis berambut hitam itu tersedak. Nora langsung meminum air putih yang tersedia di atas meja untuk menurunkan makanan yang tersangkut di tenggorokannya.

Gadis berambut sebahu itu langsung berlari ke luar, memakai kaus kaki dan sepatunya di luar, dan pergi dari rumah dengan membanting pintu.

"ARGHH!!" teriak Ken frustrasi, untunglah keadaan rumah sudah sepi. Dia langsung bangkit dan melempar bantalnya ke seberang ruangan, lalu menggerutu sembari menggaruk kepalanya penuh rasa kesal.

Penyebab kekesalan Ken ialah dirinya tidak tidur semalaman karena harus belajar silabus dan pola pendidikan di Indonesia yang tentu saja sangat berbeda dengan pola pendidikan di negara asalnya, Jepang. Wajah lelah dengan kantung tidur yang sangat kentara, membuat Ken malas melihat dirinya sendiri di cermin. Dia segera mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke SMA Aksa.

-000-

Ken berjalan di lorong suram SMA Aksa dengan tatapan mengantuk. Tuxedo hitam membalut tubuh tingginya dengan demikian rapi, sesuai dengan pandangan guru pada umumnya di Jepang. Sembari sesekali melirik ke arah pintu-pintu kelas yang berderet di kiri dan kanannya, Ken menguap. Dia masih mau tidur lagi sebenarnya, tetapi tentu saja hal itu tidak akan pernah terjadi.

Ketika Ken melihat tulisan 10-IPS, dia tahu dia sudah sampai ke kelas yang benar. Dengan sedikit malas, pria berambut cokelat muda itu melangkah masuk ke dalam kelas. "Ya, selamat pagi anak-anak," sapa si pemilik netra cokelat itu.

Nora langsung menoleh ketika mendengar suara Ken, dia menatap Ken dengan tatapan bertanya.

"Saya adalah guru baru di SMA ini, nama saya Ken Watanabe, asal Osaka, Jepang, ada pertanyaan?"

"Ken-! Eh maksudnya, Pak Ken, tumben rapi?" tanya Nora langsung kepada intinya. Ken langsung menatap tajam gadis itu, membuat Nora menatap arah lain lalu bersiul.

'Eh sialan, ngapain sok akrab gini sih di sekolah?' kesal Ken dalam hati. "Ehem, selain kamu, ada yang mau bertanya? Kalau tidak, saya akan segera memulai pelajaran," ujar Ken sembari terus menatap tajam tuan rumahnya yang ternyata juga merupakan muridnya.

"Bapak mengajar mata pelajaran apa?" tanya teman sebangku Nora, Raka.

"Bahasa Jepang." Ken menyahut singkat, dengan nada dinginnya yang khas. "Sesuai asal negara saya." Ken menghela napas, dalam hati mengeluh,'sudah jelas aku bilang aku dari Jepang, masa aku mengajar Bahasa Indonesia sih?'

"B-baik pak," sahut Raka, merasa sedikit malu atas pertanyaannya sendiri.

"Baiklah, langsung saja ke dalam pelajaran. Di sini ada yang sudah bisa berbahasa Jepang?" tanya lelaki berambut cokelat muda itu dengan nada yang sedikit lebih dingin daripada sebelumnya. Tak ada yang mengangkat tangan ataupun menjawab pertanyaan pria itu, membuat Ken menatap seisi kelas, mencari tumbal untuk dia kerjai. Pandangannya mengarah kepada Nora yang sedang menunduk, mencoret-coret bukunya sendiri, seolah tengah menghindari tatapannya.

Ken menghela napas, kemudian menatap lurus Nora dan berjalan berjalan ke arahnya. "Ehem!" Pria itu berdeham dan mengetuk pelan meja Nora, membuat si gadis menoleh dan tersenyum paksa.

"Ya, Pak?" tanya Nora berpura-pura bodoh. Ken memasang senyum sadis tatkala dia melihat wajah polos Nora.

"Kamu, maju ke depan. Sekarang."

'Buset guru killer-' keluh Nora dalam hati.

"Tapi saya nggak bisa bahasa Jepang, Pak, he-he," sahut Nora sembari tersenyum.

"Saya tidak mau tahu, kemarin saya dengar kamu menyanyikan Lemon milik Kenshi Yonezu dengan demikian fasih," ujar Ken, penuh dengan ancaman.

'Terkutuklah diriku yang sedang galau tadi malam!' Mau tak mau, Nora bangkit dari kursinya lalu mengikuti Ken yang berjalan di depannya, diiringi dengan tatapan teman-teman sekelasnya. Nora menghela napas ketika dia tak sengaja menatap Raka dan pria itu malah meledeknya. 'Sialan kau, Raka!'

"Perkenalkan nama kamu!" perintah Ken dingin. Nora menghela napas, kemudian menghebuskannya, dia melakukannya beberapa kali hingga merasa sedikit lebih tenang.

Jauh dari apa yang diekspetasikan Ken, Nora tampak sengaja memperburuk kemampuan bahasa Jepangnya sendiri, seolah tengah mengolok-olok Ken dan dirinya sendiri. Tentu saja hal itu membuat Ken jengkel, dia berdeham sembari menepuk pundak Nora, seolah memaksa si gadis melakukannya dengan benar.

'Sialan, malah diancam,' gerutu Nora dalam hati. Si gadis berambut hitam sebahu pada akhirnya secara mau tak mau melakukan perkenalan dengan baik dan benar, sesuai kemauan gurunya yang super menyebalkan, Ken.

"Hm ... kamu bisa duduk." Ken merapikan jas yang membalut tubuhnya, kemudian menatap datar kepada seisi kelas. "Sekarang buka buku bahasa Jepang kalian halaman sepuluh sampai dua belas, kerjakan semuanya dalam tulisan kanji."

"Pak!! Cuma Nora yang paham, Pak!" protes gadis berambut cokelat kesal.

"Tidak ada penolakan," sahut Ken final, sembari menatap dingin kepada anak-anak muridnya.

"Ah Bapak!" keluh yang lain, namun sial baginya, dia langsung mendapat tatapan tajam dari Ken. Pria yang mengeluh mau tak mau membuang muka, kemudian menggerutu sembari mengambil buku tulisnya.

-000-

"Jadi, kamu serumah sama guru killer itu?" tanya Bagaskara sembari memakan makanannya. Nora mengangguk sembari menatap lurus layar ponselnya.

"Ya, dia menyewa rumahku. Kenapa?"

"Gak apa sih, stress ga, serumah sama guru killer kaya gitu?" tanya Bagaskara lagi, merasa sedikit penasaran. Nora lagi-lagi hanya menanggapi pria itu sekenanya. Gadis berambut sebahu itu sedang malas untuk berbincang dengan orang yang dirumorkan playboy dan sialnya sedang mengincar Nora.

Memang, dengan fisik yang sempurna layaknya idol Korea dan kekayaan yang sangat berlimpah, bagaimana bisa pria itu tidak menjadi pria idaman? Bagaskara sukses pria idaman di SMA mereka. Namun tidak dengan Nora, entahlah, gadis berambut hitam sebahu itu seolah tak pernah tergiur dengan kekayaan ataupun ketampanan pria yang sedang duduk di hadapannya ini. "Mau apa lagi kau?" tanya Nora ketus.

"Aku bosen, jadi aku ke sini buat nemenin kamu deh," jawab Bagaskara sembari tersenyum. Nora menaikkan alisnya.

"Gak ada cewe lain?" tanyanya lagi. Bagaskara menggeleng cepat, kemudian segera berkata kalau dia tidak memiliki gadis lain. "Halah bohong banget, sialan. Pergi sana!" hardik si pemilik netra cokelat kepada pria bergetar kehijauan di hadapannya.

Bagaskara malah tertawa, dengan iseng, dia malah mencubit pipi temannya itu. "Kalau galak-galak begini, nanti kamu gak bisa punya pacar lho," godanya sembari menaik-turunkan alis tebalnya.

Jika saja ini adalah dunia anime, sudah dapat dipastikan di dahi Nora sudah terdapat perempatan siku-siku, namun ini bukanlah dunia anime, membuat si gadis berambut hitam hanya bisa diam menahan kekesalannya. Godaan dari Bagaskara malah semakin menyebalkan untuk Nora, membuat si gadis tak dapat menahan amarahnya lagi.

Dengan tatapan kesal, Nora langsung bangkit dari kursinya, menyimpan ponsel di saku, kemudian mengambil ancang-ancang dan ...

"ARGH!! Sakit, bodoh!!" Bagaskara jatuh ke lantai sembari meringkuk memegangi selangkangannya. Melihat itu, Nora hanya menghela napas dan menatap rendah pria di kakinya. Dia kemudian meninggalkan pria itu seolah tak terjadi apapun di antara mereka.

My Annoying TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang