2. Cerita Lama

9 4 4
                                    

Naya jatuh terduduk begitu memasuki kamar kos. Dia meletakkan tasnya serampangan. Naya masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya beberapa menit lalu.

Gasta. Benar, lelaki yang tadi dilihatnya adalah Gasta. Lelaki yang sejak kecil sudah bernaung di kedalaman hatinya. Ketidaksengajaan Naya melihat Gasta membuat cerita lama tentang lelaki itu kembali terkenang.

***

Bermula ketika Naya kecil duduk sendiri di teras sekolah, sekumpulan anak laki-laki nakal datang mengganggu. Bak super hero, Gasta datang mengusir anak-anak nakal tersebut.

Sejak saat itu, Naya ingin mengenal Gasta lebih dekat. Namun, sayang, tidak lama kemudian, sang pujaan hati pindah sekolah mengikuti orang tuanya yang berprofesi sebagai guru, dipindah-tugaskan ke sekolah lain. Naya merasa kehilangan kesempatan untuk mengenal Gasta lebih dekat.

Hingga dia menginjakkan kaki di sekolah menengah atas dan mengenal Dhea, seorang teman yang menjembatani pertemuannya dengan Gasta. Pertemuan yang begitu mengesankan dan membuat Naya tidak bisa memejamkan netranya semalaman.

Tidak salah jika Naya mengagumi Gasta. Karena selain pandai dalam prestasi akademis, Gasta juga pandai dalam menjaga sikap. Di samping itu, Gasta termasuk lelaki tampan. Ditambah dengan kesabarannya yang luar biasa, membuat banyak perempuan menaruh hati padanya.

Awalnya, Naya merasa tidak yakin bisa mengambil seluruh perhatian Gasta. Hingga semua keinginannya berjalan mulus, mengalir bagai air tanpa rintangan satu pun.

Meski memiliki wajah yang cukup tampan, Gasta bukanlah tipe lelaki yang mudah tergoda dengan perempuan lain. Hal itulah yang membuat Naya semakin jatuh hati. Hingga pada sore itu, prahara dimulai.

"Sebelumnya aku minta maaf, Nay. Karena sebentar lagi ujian, sebaiknya kita break dulu, ya?"

Naya seperti tersambar petir saat mendengar ucapan Gasta. Dirinya sama sekali tidak menyangka, Gasta mengajak ke sekolah dasar mereka dahulu, hanya untuk mengatakan hal itu.

Lelaki itu meraih kedua tangan Naya. "Aku janji, setelah ujian selesai, aku akan langsung temui kamu," katanya sembari menatap kedua netra Naya lekat-lekat.

Naya mengedarkan pandang sambil mengerjapkan. Berharap cairan hangat yang tertahan di pelupuk mata tidak luruh begitu saja.

"Please, Nay. Aku pengen fokus dulu supaya ujian nanti hasilnya memuaskan," bujuk Gasta.

"Emangnya nggak bisa, kalau kita sesekali kirim kabar walaupun cuma sekali aja sehari?" tanya Naya menekankan kata sekali.

"Aku udah janji sama Ibu, Nay. Aku nggak akan megang HP sama sekali selama ujian berlangsung. Hari ini aja aku udah nggak megang HP. Udah aku titip ke Ibu," jawab Gasta.

Naya melepas genggaman tangan Gasta. "Jadi kamu ngajak aku ke sini cuma buat bahas masalah itu?" tanyanya. Benteng pertahanan yang sudah susah payah dibangun, akhirnya runtuh juga.

Gasta merengkuh Naya ke dalam dekapan. Wajah sang gadis pun terbenam dalam dadanya yang bidang. Naya semakin terisak.

"Aku sayang banget sama kamu, Nay. Kamu harus percaya, aku nggak akan membuat kamu kecewa," ucap Gasta sembari membelai lembut surai panjang Naya.

Apa pun yang dikatakan Gasta, sekeras apapun dia berusaha menjelaskan, tetap saja Naya merasa bahwa Gasta telah memutuskan hubungan secara sepihak. Hati Naya terasa sakit karenanya. Tapi bagaimanapun juga, Naya harus memercayai Gasta.

Satu bulan berlalu sejak Gasta menyatakan kemauannya untuk break sementara dengan Naya.

"Aku janji, setelah ujian selesai, aku akan langsung temui kamu."

Janji Gasta waktu itu masih teringat jelas dalam benak Naya. Bahkan Gasta berjanji, tidak akan membuatnya kecewa.

Naya menatap lekat-lekat foto Gasta yang berada dalam genggaman. Tak terasa, air mata meleleh karenanya.

Satu bulan itu, ketika Naya sama sekali tidak berkomunikasi dengan Gasta, rasa kosong melanda hatinya sehingga Naya mencoba menggapai hati yang lain. Tapi apa yang terjadi? Laki-laki yang dia pikir bisa mengisi hari-harinya yang baru, ternyata adalah laki-laki kurang ajar.

Naya semakin terisak menatap potret Gasta. Dia sangat menyesal. Tidak seharusnya Naya berpaling dari laki-laki sebaik Gasta. Tapi apa yang bisa dia perbuat sekarang? Naya terlanjur mengkhianati cinta.
Naya menangis sejadinya, menyesali kebodohannya yang tidak bisa menjaga hati dan kepercayaan Gasta, laki-laki terbaik yang pernah dia kenal.

"Nay, ada Gasta."

Naya mendengar Dhea-teman sekolahnya, mengetuk perlahan pintu kamar Naya. Buru-buru Naya menghapus air mata dan bersiap menemui Gasta di ruang tamu asrama yang ditempati.

Gasta berdiri dari tempat duduknya dan tersenyum melihat kedatangan Naya. Perawakannya masih sama. Sikapnya terhadap Naya juga sama sekali tidak berubah. Gasta meraih tangan kanan pujaan hatinya, mengajak salaman seperti biasa.

"Hai, Nay. Aku datang menepati janji," ucap Gasta membuka suara.

"Ha-hai," balas Naya canggung.

"Kamu kenapa?"

Sebagai jawaban, Naya hanya menggeleng perlahan.

"Keluar sebentar, yuk!" ajak Gasta.

"Ke mana?"

"Nanti juga tahu sendiri," Gasta meraih tangan Naya dan membawanya keluar asrama.

Seperti biasa, Gasta mengajak Naya ke taman dekat asrama sekolah. Taman yang cukup luas dan asri, tempat yang sangat nyaman untuk bersantai.

"Gimana kabar kamu, Nay?" tanya Gasta sembari membelai lembut surai panjang Naya yang berdiri di hadapan.

"Aku ... baik," jawab Naya singkat.

"Sebulan ini, aku kangen banget sama kamu. Kamu kangen nggak, sama aku?"

Pertanyaan yang cukup menggetarkan hati Naya. Dirinya bingung bagaimana harus menjawab. Naya menundukkan wajah, berusaha menutupi netra yang mulai berkaca.

"Nay, kok nggak jawab? Kamu nggak kangen ya, sama aku?" Gasta menyibak rambut yang menutupi wajah pujaan hati. "Nay, kamu kenapa nangis?" Dia terkejut saat melihat wajah Naya berlinang air mata.

"Boleh aku peluk kamu tiga menit aja?" pinta Naya dengan suara parau.

Tanpa menjawab, Gasta menarik Naya ke dalam dekapan. Perempuan itu menangis sejadinya. Menangisi keegoisannya yang tidak memedulikan Gasta. Menangisi kebodohannya yang telah begitu mudahnya mengkhianati kepercayaan lelaki yang begitu setia.

Tiga menit sudah berlalu. Naya melepaskan diri dari dekapan Gasta.

"Kamu kenapa, Nay?" tanya Gasta yang merasa kebingungan dengan sikap Naya.

Naya memberanikan diri menatap Gasta. "Maafin aku, Gas. Lebih baik kita udahan aja," kata Naya dengan terpaksa.

Gasta terkejut mendengar kata-kata Naya. "T-tapi kenapa, Nay?"

Naya menggeleng seraya mundur perlahan. "Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik dari aku, Gas," jawab Naya parau.

Tanpa aba-aba, Naya membalikkan badan, berlari meninggalkan Gasta sendiri di taman. Air matanya tumpah ruah. Setelah apa yang dilakukanya terhadap Gasta, dia merasa tidak pantas untuk lelaki itu. Gasta berhak mendapatkan perempuan yang lebih baik darinya. Lagi pula Naya takut jika suatu saat nanti Gasta mengetahui pengkhianatan yang dia lakukan, lantas lelaki itu akan membalas perbuatannya.

'Maafkan aku, Gas. Aku egois.'

***

Mengingat cerita lama tentang Gasta membuat Naya menangis sejadinya. Perempuan itu semakin merasa bersalah ketika Gasta tahu akan pengkhianatan yang dilakukannya dari salah seorang teman terdekat Naya, Dhea. Hal itulah yang membuat Naya menjadi pribadi yang tertutup dan tidak mudah percaya terhadap orang lain.

Gasta adalah cinta pertama bagi Naya. Bahkan nama itu selalu terukir dalam hatinya. Tidak peduli berapa banyak lelaki yang mendekat, Naya tetap tidak bisa mengganti nama Gasta dengan yang lain. Meski bagi Naya, mendapatkan Gasta kembali adalah hal yang tidak mungkin bisa digapai, perempuan itu tetap masih pada pendirian, mengharap Gasta kembali ke sisinya.

Love and SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang