Resah ini tidak dapat dibuang

26 2 0
                                    

Sore itu, sungguh riak sekali pikiran Alkana akan kekhawatirannya. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa ia merasakan kecemburuan luar biasa atas apa yang ia ketahui kemarin; Ya, sebuah fakta bahwa Nameera akan pergi bersama Farhan di hari ini, sepulang sekolah. Teman laki-laki Nameera yang lain, yang bukan dirinya.
Lantas, mengapa ia merasa sangat cemas serta cemburu terhadap Farhan dan Nameera yang bersama di hari ini? Meskipun sebenarnya, alasannya sederhana dan masuk akal karena hanya mengerjakan tugas dari sekolah saja?
Sebab, ia menyadari dan mengetahui bahwasanya Farhan mencintai Nameera. Perkiraan tersebut bisa dinilai akurat karena terbaca jelas oleh Alkana bahwa apa yang Farhan lakukan ketika dekat dengan Nameera, itu sangat jauh berbeda. Tidak seperti pada Gadis lain. Dimulai dari cara memandangnya, bertuturnya, bahkan bersikap. Sehingga dapat tergambar dengan amat sangat jelas bahwa Farhan mencintai Nameera, dan sedang berupaya memikirkan cara untuk mengambil alih hati Nameera.
Maka dari itu, Alkana dapat menyimpulkan bahwa Farhan juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya, yaitu mencintai Nameera.  Namun, jika dibandingkan perasaan Alkana dan Farhan kepada Nameera, ia yakin seribu persen bahwa dirinya lah yang menjadi pemenang. Ditambah ada satu hal yang membuatnya merasakan kekuatan untuk menang, yaitu waktu kebersamaan. Tetapi tidak dapat disangkal pula, dalam waktu yang bersamaan, ia bisa kalah dengan telak karena.. karena Alkana tak mampu bersikap sedemikian rupa seperti apa yang Farhan lakukan terhadap Nameera: Membuktikan kasih sayang dengan hal-hal yang terbuka, yang terekam jelas oleh penglihatan dan pendengaran.

Alkana mengeluh, terundung gundah gulana oleh sikapnya tentang mengapa ia masih tak mampu jujur pada dirinya sendiri. Mengapa ia tak pernah seberani laki-laki lain dalam memiliki perasaan, yang mampu dan bisa mengutarakannya dalam membuktikan.
Ia terlalu rapuh, entah karena logika atau hatinya sendiri. Ditambah penyalahan diri selalu menjadi opsi utama dalam benak pikirnya. Sebab semasa kecil, ia tidak pernah diperkenalkan dengan kata menang. Atau bahkan, mengenal kata seri saja tidak. Hanyalah kekalahan, lagi dan lagi. Hingga bayangan itu membawanya sampai di usia penentuan arah.
Meskipun Ibu dan Ayah Alkana yang kini terbilang harmonis dan hangat, namun trauma tetaplah trauma.
Rasa sakit tidak bisa langsung hilang jika bekasnya masih ada dan tersisa. Terlebih anugerah yang Tuhan berikan padanya berupa ingatan yang cukup tajam, dan itu membuatnya semakin tak luput dari bayangan ketakutan. Maka dari itu, ia selalu ragu untuk melangkah jika tidak ada yang meyakinkan, sebab, dirinya sendiri pun tidak yakin bahwa ia akan bisa melangkah atau tidak.

KEPARAT! KALAU SAJA TUHAN TIDAK MENCIPTAKAN DOSA DI MUKA BUMI INI, MUNGKIN AKU SUDAH PERGI DARI LAMA!

Saat Ibunya meninggal, Alkana tidak mengerti. Ia bertanya-tanya pada sekitar mengapa Ibunya tidak tertawa lagi? Mengapa ibunya tiba-tiba tidur dengan waktu yang lama, dengan deru nafas yang tidak lagi terdengar? Mengapa Ibunya tidak dengan sengaja membangunkan diri sekali pun lelah menerpa saat Alkana membangunkan dirinya hanya untuk meminta satu gelas susu di malam hari?
Namun, pada akhirnya semua pertanyaan itu terjawab. Oleh salah satu Ustadz yang mengurus jenazah Almarhumah, dan pada akhirnya menjadi Gurunya dalam memperdalam ilmu agama.
Begini, katanya:

"Nak, yang tabah, ya. Ibumu sudah tidak ada, karena Tuhan memanggilnya. Ada urusan yang lebih penting yang perlu ia selesaikan tapi bukan di sini, bukan di dunia ini, melainkan di akhirat. Dunia baru yang akan kita hadapi setelah dunia ini; Bumi. Urusan ia di dunia ini sudah selesai, sudah cukup semuanya. Ibumu sudah tidak lagi sakit dan ia sudah tenang di sana."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang