eps 13

855 60 0
                                    

Di perjalanan Raina hanya menoleh ke arah jalan sedangkan Anak itu menatapnya terus membuat Raina sedikit risih. "Kenapa kamu menatapku terus?" Tanya Raina menatap lembut.

"Kata Papa, Mama sedang marah apakah 12 tidak bisa menolong Papa dari marahnya Mama?" Tanya anak itu polos, Raina menoleh menatap Yance yang hanya tersenyum tanpa dosa.

"Ah, kami tidak sedang bertengkar kok, ouh ya sangat tidak baik jika namamu 12, mulai saat ini bagaimana jika saya menamai mu?" Bola mata anak itu berbinar dan mengangguk antusias. "Boleh Ma." Ucap nya.

"Baiklah mulai sekarang nama kamu adalah Abdillah." Ucap Raina mengelus kepala anak itu, hingga air mata lolos di mata anak kecil itu.

"Abdillah Ojasvee!" Tekan Yance membuat Raina menoleh dan mengangguk, ia tidak tau Yance ternyata perduli juga pada anak kecil.

"Apakah ini anakmu Yan?" Yance menggeleng kepala.

"Aku menemukannya di pinggir jalan maksudnya tak sengaja menabraknya, dia salah satu anak yang di jual sedari bayi dan aku sangat kasihan sehingga bertekad mengangkatnya menjadi anak, aku sudah menyuruh Bondan untuk menyelesaikan komplotan penjual anak itu." Raina tersenyum.

"Bagus, aku rasa mereka harus di beri pelajaran, Abdillah anak yang tidak bersalah tak seharunya dia mendapat takdir seperti itu." Yance mengangguk.

"Abdillah sayang, mau tidak belajar agama Islam bersama saya?" Abdillah menatap sendu sedangkan Raina terkejut dengan perubahan mimik wajah anak itu.

"Kenapa murung?" Tanya Raina.

"Kenapa Mama mengatakan saya, apakah Abdillah tidak pantas menjadi anak Mama?" Mendengar itu Raina merasa sedikit bersalah,setelah membuatnya bahagia kini ia membuatnya bersedih.

"Tidak sayang, jika memang Abdi ingin Mama anggap maka jadilah anak baik ya." Abdillah mengangguk setuju ia pun memeluk Raina dengan erat, sedangkan mata Yance selalu menatap penuh haru interaksi keduanya.

Sampai di sebuah Flat sederhana milik Raina, Yance segera masuk ke dalam mendapati Janeta sedang makan camilan yang Raina siapkan.

Hugh

"Hiks..Mama...Yance rindu." Janeta tersenyum bahagia, ia memeluk tak kalah erat anaknya sudah belasan tahun ia tidak memandang wajah putranya sendiri.

"Mama juga rindu sayang, maafkan Mama selama ini tidak bisa menjaga mu disaat Papa mu berbuat kasar." Yance menggeleng kepala.

"Melihat Mama masih sehat saja Yance sangat bahagia, jadi biarkan seperti ini dulu, Yance sangat berharap Mama tidak pergi lagi." Janeta mengangguk.

"Nenek..." Suara lucu Abdillah membuat atensi Janeta beralih, ia melihat anak kecil itu sedang dalam gandengan Raina.

"Nenek, apakah kamu sudah menikah Yance tapi kenapa mata anak itu biru, apa kau menikah dengan gadis Inggris?" Tanya Janeta menoleh kearah anak itu, dan menatap Raina padahal ia sangat ingin Raina menjadi menantunya.

Yance terkekeh. "Tidak Ma, dia Yance angkat menjadi anak karena dia tidak memiliki orang tua." Janeta bernafas lega, Abdillah langsung memeluk Janeta.

"Nenek tau tidak Abdi baru saja naik mobil bareng Mama Papa." Kini keterkejutan bertambah apa mungkin.

"Apakah kalian..." Yance yang hendak menjawab iya namun Raina segera menjawab. "Tidak Bu, kami hanya kebetulan saja bertemu, Abdillah masih anak kecil ia butuh figure orang tua dalam lingkup hidupnya dan Raina akan menganggap Abdi anak Raina sendiri walau kami belum sempat bertemu sebelumnya." Jelas Raina di balas raut wajah kecewa Janeta.

"Mama tenang saja tidak lama Yance akan menikahi Raina jika memang Mama setuju." Janeta mengangguk antusias, ternyata harapan dia tidak punah, sepertinya Yance dan Raina sudah lama saling mengenal membuat Janeta bertambah bahagia.

Raina yang mendengarnya hanya bisa menunduk malu, entahlah semakin lama ia melihat Yance yang selama ini tidak pernah ada dalam pikirannya, pria dewasa dan bisa menyayangi orang yang bahkan belum di kenalnya.

"Raina ini untuk kesekian kalinya, di depan Mama apakah kau mau menerimaku sebagai pasanganmu kelak?" Tanya Yance.

Raina meremas jarinya apakah ini waktunya, namun hatinya masihlah bergetar mendengarnya, ia belum siap menjawab. "Yan, bisakah beri aku waktu 3 hari untuk memutuskan jawabanku?" Yance tersenyum, ada sedikit harapan baginya.

"Baiklah 3 hari berikutnya aku akan datang di depan paman dan bibi mu jawaban apapun yang kau berikan akan aku hargai." Raina bernafas lega akhirnya ia bisa mengeluarkan apa yang isi hatinya kehendaki.

"Mama, mari pulang." Janeta mengangguk.

"Raina sayang, terimakasih telah merawat saya dengan baik, saya sangat berharap kamu mau datang ke rumah anak saya kapan-kapan." Raina mengangguk.

"In Syaa Alloh Bu saya akan mampir jika ada waktu luang." Janeta memeluk Raina dan disusul oleh Abdillah, terlihat seperti perpisahan saja, Yance sendiri tidak bisa melakukannya karena ia tau Raina seperti apa dan ia akan menghargainya.

...

Keesokan harinya Raina tengah berkunjung ke rumah pamannya disana sudah ada sang bibi yang tengah memasak untuk makan siang.

"Eh Raina kesini kamu, ada apa sayang?" Tanya Ratna meninggalkan acara masaknya.

"Bi, mm...Raina mau ngomong sebentar apa bibi ada waktu?" Ratna menoleh ia jelas mengangguk karena Raina adalah anaknya juga.

"Ayo duduk." Ucap Ratna membawa Raina ke arah sofa, tak lama datang Calista yang akan berangkat ke kampusnya.

"Ma, Calista pergi ke kampus dulu...eh kak Rain ke sini?" Tanya Calista kaget karena sudah lama Raina tidak berkunjung lagi.

"Iya Ca, maaf aku baru ke sini karena sibuk kerja." Calista mengerti ia pun mendekatkan diri rasanya hari ini Raina akan menyampaikan sesuatu.

"Gak berangkat?" Tanya Ratna.

"Bentar lagi aja, kepo nih kak Rain mau cerita apa." Raina tersenyum, ia pun menjeda sesaat sebelum mengutarakan sesuatu.

"Ma sebenarnya Raina sudah dilamar untuk yang ketiga kalinya oleh Yance dan 2 hari lagi ia akan datang untuk mendengar keputusan Raina, jadi Raina minta bibi selaku wali Raina." Ratna maupun Calista terkejut mendengarnya.

"Apa! kakak mau nikah sama monster itu, Calista gak setuju kak, dia kasar!" Tekan Calista.

"Ca, dengerin dulu penjelasan kakakmu!" Calista akhirnya duduk kembali.

"Jadi apa keputusan mu?" Raina menggeleng kepala membuat Ratna menghela nafas bisa jadi dua pilihan antara tidak tau dan tidak setuju.

"Kakak gak boleh Nerima, gak cukup perlakuan dia sama Calista sebagai pelajaran, Calista gak mau kakak dapat perlakuan yang sama!" Ucap Calista menggebu.

"Ca, jika kamu mendapat perlakuan begitu karena itu ulah kamu sendiri, sedangkan Raina tidak pernah mencari masalah namun Yance sendiri yang menginginkannya." Calista menunduk.

"Hemm benar juga, baiklah Calista hanya akan mengikuti keputusan kakak, semoga jika Kakak menerima dia akan bersikap baik pada kakak." Raina mengangguk.

"Raina akan istikharah semoga Alloh memberi Raina petunjuk untuk menerimanya atau menolaknya, jujur saja Raina belum bisa mencintainya dengan sepenuh hati." Ratna mengerti.

"Jangan terburu-buru ikuti hatimu karena yang akan menjalankannya adalah kamu." Raina pun berpamitan karena ia izin setengah hari pada pamannya.

"Jika paman pulang tolong bahas ini bi, takutnya paman salah paham Raina tidak mendiskusikannya." Ratna mengangguk.

TBC.





BIND YOu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang