Shua-Arisan Keluarga

815 108 25
                                    

Shua memeriksa sekali lagi penampilannya di depan cermin meja riasnya.

Gaun hitam berbahan satin dan beberapa tiara yang menjadi hiasan di bagian pinggangnya. Jangan lupakan swarovski yang menghiasi ujung gaunnya menambah kesan simpel namun mewah.

"Perfect!" Gumam Shua percaya diri.

Shua segera beranjak menuju ke ruang tamu, dimana kedua orang tuanya sudah menunggunya untuk segera berangkat menuju rumah salah satu saudaranya, menghadiri acara arisan rutinan yang biasa diadakan setiap satu bulan sekali di keluarganya. Guna mempererat tali persaudaraan diantara mereka. Walaupun Shua tidak yakin itu benar adanya. Karena nyatanya, mereka hanya menjadikan acara tersebut sebagai tempat saling menyindir dan membanggakan pencapaian diri mereka masing-masing. Dan Shua sudah merasa 'siap' menghadapi hal itu. Sangat siap!

Dan, hari ini adalah untuk kedua kalinya dirinya ikut menghadiri acara tersebut. Itupun karena paksaan dari ibunya, yang mengatakan bahwa terkadang para tante dan sepupunya seringkali menanyakan dimana dirinya.

Itulah kenapa, Shua berdandan habis-habisan. Tentu dia tidak akan mengecewakan para 'fans' dadakannya tersebut kan?

Dua puluh menit perjalanan ditempuh menuju rumah salah satu Tante Shua yang punya panggilan Tante Ling-Ling.

"Eh, udah dateng, ayo masuk-masuk!" Sambut Tante Ling-Ling. Untuk sementara, Shua menilainya sangat ramah, terlalu ramah bahkan. "Yang lain udah pada dateng tuh, kalian terakhir nih."

"Kak Shua, ayo sini kak! Duduk sama aku!" Seru salah satu anak sepupunya yang bernama Zizi.

Shua pun hanya tersenyum dan beranjak mendekati Zizi.

"Kakak Shua cantik." Puji Zizi tulus.

Shua mengusap pipi gadis kecil yang masih berusia tujuh tahun tersebut. "Terima kasih. Zizi juga imut."

Zizi yang mendapat pujian tersebut pun hanya tersipu malu.

"Zizi lucu kan Shua?" Tanya ibu Zizi yang tiba-tiba muncul di sebelahnya.

Shua yang mendapat pertanyaan basa-basi tersebut hanya tersenyum kecil. 'Satu... dua... tiga.... mulai...' ujar Shua dalam hati.

"Kamu kapan punya kayak Zizi? Punya anak maksudnya! Jomblo terus kayaknya, cepet-cepet lah kasih cucu buat orang tua kamu. Aku aja nikah pas usia dua puluh satu."

Shua tersenyum. "Tapi, sekarang udah ganti suami tiga kali kan?"

"Shua!" Tegur ibunya.

"Aku ngomong sesuai fakta kok!"

"Nggak sopan begitu!" Ujar ibunya.

"Kan dia duluan."

"Udah diem."

Shua hanya memutar bola matanya, merasa jengah.

"Shua." Panggil Tante Ling-Ling.

"Ya?"

"Mau Tante kenalin sama anak temen Tante? Kamu kan udah dua puluh lima tahun, sepupu-sepupu kamu yang lain udah pada punya gandeng loh! Masa, kamu sendiri-sendiri aja? Nggak capek apa, mau ngapa-ngapain sendirian aja? Tante juga udah bilang sama mama kamu loh, dan dia setuju! Mau ya? Kenalan aja dulu, nanti kalo nggak cocok kan bisa cari yang lain."

Shua tersenyum manis sekali. "Makasih banget loh Tante udah perhatian sama Shua, sampai-sampai dicariin jodoh segala. Tapi, kalo Tante berkenan, sekalian aja ya, bayarin wo sama katering kalo Shua nikah sama orang pilihan Tante itu. Oh iya, tolong juga bayarin biaya persalinan sama segala tetek bengek bayi, juga biaya kehidupan sehari-hari sama pendidikan dia juga! Eh, sekalian bayarin semua kebutuhan hidup rumah tangga aku juga deh! Kan tanggung soalnya."

"Shua apa-apaan sih ngomong begitu? Nggak baik tau! Tante Ling-Ling lebih tua dari kamu!" Omel mamanya.

Sedangkan Tante Ling-Ling hanya menatap sinis, dan Shua bisa melihat berbagai macam ekspresi dari semua orang yang ada di ruangan tersebut. Kaget, kagum, mencela, datar dan sebagainya.

"Niat Tante Ling-Ling kan baik, mama juga udah capek liat kamu sendiri mulu! Kamu udah nggak doyan cowok emangnya? Bilang sama mama, kalo emang udah nggak suka cowok! Biar mama bawa kamu buat berobat." Semprot mama Shua.

Shua menghela napas sejenak, dia melihat sekeliling, dimana beberapa dari saudaranya menertawakan dirinya secara diam-diam. "Nih ma!" Shua membuka heelsnya dan menyerahkan kepada sang ibu.

"Apa ini maksudnya?" Tanya sang mama tidak mengerti.

"Pake aja dulu!"

"Enggak! Enak aja! Ini kan sepatu kamu! Modelnya juga pilihan kamu, mama nggak suka model sepatu kayak gini, ribet tau nggak! Warnanya juga terlalu mencolok begitu. Merah cabe!"

"Suka nggak suka, pake aja udah! Tinggal pake aja apa susahnya coba?"

"Enggak! Kamu apa-apaan sih maksa mama buat pake sepatu kamu! Ukurannya juga nggak cocok!"

"Pakai sepatu aja mama masih milih-milih! Yang harus sesuai ukuran lah, yang modelnya harus simpel, yang warnanya nggak mencolok lah. Apalagi jodoh! Dan mama dengan tanpa persetujuan Shua mengiyakan permintaan Tante Ling-Ling biar Shua menerima di jodoh-jodohin? Yang bener aja ma!"

"Kamu berani sama orang tua?"

"Shua tuh capek tau nggak ma! Semenjak usia Shua udah dua puluh satu, mama ngerecokin Shua soal nikah, nikah dan nikah! Ditambah, karena sepupu-sepupu Shua yang lain juga pada nikah! Padahal, pernikahannya juga belum tentu bahagia! Dan kalian semua pun sama aja!" Ujar Shua sambil menunjuk kepada para saudaranya yang lain.

"Kayak nggak punya bahan pembicaraan yang lain aja gitu! Kalian tau nggak sih? Semua pembicaraan kalian itu nggak berbobot! Nggak mutu! Nggak berkualitas! Menurut mama, kenapa Shua nggak pernah mau diajak buat acara keluarga gini? Ya karena ini! Sama sekali nggak ada hal-hal positif yang bisa didapat! Yang ada cuma saling membanggakan diri dan nyinyir! Nggak cewek, nggak cowok, semuanya sama aja, sok paling ngerasa hebat!"

"Kamu tuh mau dibantuin, bukannya makasih, malah ngelunjak! Jangan sok cantik! Ngaca lah!" Cibir Tante Ling-Ling.

"Maaf ya tante, aku yang pas-pasan kayak gini aja masih milih-milih, apalagi kalo aku cantik, udah pasti standarku yang high class, bukan yang abal-abal. Apalagi kayak mantan suami Tante yang suka main tangan dan tukang selingkuh." Balas Shua.

Semua orang tua yang ada di dalam ruangan tersebut hanya menatap tak percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut Shua.

"Shua permisi dulu ya?"

"Shua tunggu papa!" Panggil sang ayah.

Begitu sampai di luar rumah sang Tante, sang ayah malah menepuk pundak Shua, merasa bangga.

"Papa nggak marah liat kelakuan Shua?"

"Buat apa coba? Emang sekali-kali mereka harus dilawan, biar nggak kebiasaan! Dan papa bangga!" Sang ayah mengacungkan kedua jempolnya. "Oh iya, ini, buat ongkos pulang!"

Setelah menerima dua lembar uang berwarna merah, Shua tersenyum lebar dan meninggalkan pelataran rumah Tante Ling-Ling.

"Hati-hati!"

Shua hanya membalas ucapan sang ayah dengan mengacungkan jempolnya.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


SingleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang