Lion Hamil

1.1K 102 14
                                    

Rani, maminya Asyad meletakkan tudung saji ke atas piring-piring yang tersaji ayam goreng sembari terkejut melihat tubuh anaknya sudah nangkring di depannya. Seperti merasakan jantungan meskipun ia belum tau bagaimana rasanya terserang penyakit jantung. Jangan sampai.

"Ngagetin mami lagi, uang sangu dipotong ya."

Asyad menghiraukan, anak itu langsung melompat sembari mencium kening maminya. Tubuh Asyad sebenarnya tidak pendek, hanya kalau dibandingkan dengan Rani. Asyad jadi terlihat kerdil. Padahal anak itu sering lompat-lompat di kasur sampai kasur kamarnya udah ganti 3 kali, ya karena jebol.

Tidak hanya itu, Asyad itu dutanya susu-susu kardus. Dari susu Milo sampai susu Dancow, dia udah pernah coba semua. Cuma perkara pengen nambah tinggi badan doang. Akhirnya, di percobaan terakhir dia berhasil nambah tinggi lima centi karena minum susu prenagen buat ibu hamil. Besoknya, ada perkembangan tuh dari perutnya. Eh dia panik takut tiba-tiba keluar bayi dajal, tau-taunya, hanya diare karena keseringan minum susu yang berbeda tiap hari.

Besok-besoknya lagi, Asyad milih buat pull up di pintu kamarnya, lagi-lagi dia harus merasakan pupus harapan untuk kesekian kalinya. Atap plafonnya ikut roboh karena tidak kuat menahan beban berlebih. Pikirnya, "Emang ga ditakdirkan tumbuh tinggi buktinya Tuhan udah punya rencana menggagalkan semua keinginanku. Mari lanjutkan hidup dengan tubuh pendekku ini." Asyad tidak pernah mengangkat bendera putih, dia tipe anak yang akan tetap melanjutkan hidup meski sekecil apapun tubuhnya di mata Rani.

Lewat pandangan Rani pun Asyad tetap anak kecil. Mau setinggi tiang monas pun, Asyad ya tetap anak kecil. Sekarang Rani malah heran kenapa anaknya itu sudah ada di rumah. Padahal biasanya akan pulang melebihi waktu Ashar. Nah ini, adzan Ashar belum terdengar, Asyad sudah menampakkan diri di depannya.

"Loh adek kok udah pulang sih?"

"Lah rumah adek kan di sini, terus adek suruh pulang kemana lagi mi?" Asyad malah bingung, maminya seakan tidak suka dengan kepulangannya. Tau gitu tadi dia nginep sekalian di rumah Fiony.

"Engga gitu dek, kan adek biasanya pacaran dulu gitu."

"Udah, barusan aja nganter Fio ke rumahnya. Pacaran mulu tuh ga bikin duit balik lagi mi, makin ngalir sih iya. Kalo di rumah kan engga mi, save my money."

"Sama pacar sendiri kok ya itung-itungan dek. Kamu tuh contoh lagunya Lalisa Manoban itu lho."

"Tau-tauan Lalisa aja mami."

"Tau lah, mami mu ini kan Blinkeu."

Asyad hampir terjungkal, mengetahui fakta jika maminya itu seorang penggemar Blackpink. Pantas saja banyak pernak-pernik album yang tiap hari datang lewat kurir paket. Sampai Asyad tuh pernah ngotot ke kurirnya kalau keluarga dia ga ada yang suka K-pop.

"Coba nyanyi mi, Asyad pengen tau seberapa Blinkeu nya mami."

Rani mengatur posisinya. Tangannya persis seperti tirek dengan jari-jari tangan yang tidak beraturan. Badannya membungkuk dan kakinya agak sedikit terbuka. Lalu memulainya dengan deheman yang kencang.

"I came here to drop some money, dropping all my money. Drop some money, all this bread so yummy, yeah..."

Rani mendadak ngerap di depan Asyad. Menunjukkan kemampuannya yang tidak kalah tertandinginya dari artis K-Pop Lisa. Meskipun terdengar medok ke-Indonesiaan, Asyad tetap memberi apresiasi Rani dengan tepukan tangan yang meriah. Setidaknya, ada satu hal yang bisa dibanggakan dari maminya.

"Loh adek, itu leher belakang kamu kenapa merah?" selesai ngerap, Rani malah salfok sama bekas warna merah yang ada di belakang tengkuk leher anaknya.

"Ini tadi dipukulin sama Fiony mah."

REVALDO [ASHDEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang