[Bagian 01-2] Kehilangan & Pertemuan

11.5K 1K 21
                                    

Sama seperti pagi di hari-hariku sebelumnya, roti gandum dan segelas susu kedelai hangat mengawali kegiatanku mengunjungi rumah warga untuk mengecek kesehatan mereka. Rumah pertama yang kudatangi ialah seorang laki-laki berusia lima puluh tahun yang merasakan gatal di sekujur tubuhnya. Alergi. Daun berwarna biru muda yang kemarin dipetikkan Prama sudah kugiling tadi malam dan kujadikan salep.

"Paman, bukankah sudah kubilang tidak boleh lagi makan udang?" Aku geleng-geleng kepala karena sudah kesekian kali alerginya kambuh. "Kalau gatal seperti ini, yang merasa tidak enak memangnya siapa? Paman sendiri," tegurku gemas seraya memberi sekotak keramik sebesar genggaman tangan pada sang istri yang berusia lima tahun lebih muda dari suaminya. "Bibi, jangan lupa usapkan dua kali sehari, pagi dan malam sebelum tidur."

"Terima kasih, Afsheen," dia memberiku tiga keping perak sebagai harga salep tersebut. "Untunglah kau masih bisa meluangkan waktu untuk mengobati bapak bandal ini," dia berdecak sebal karena tingkah kekanakan suaminya yang sulit menolak kelezatan udang meski tubuh tak dapat menerima. "Jika kau tidak cepat-cepat datang, pasti dia akan mengeluh gatal sepanjang hari. Aneh sekali, alerginya hanya bisa hilang jika memakai salep buatanmu," sang istri keheranan juga berdecak kagum seraya bergerak mengantarku ke luar rumah. "Kau memang pantas dipercaya oleh warga Dimecres, benar-benar berbakat. Sekali lagi, terima kasih."

Selepas berpamitan, aku melanjutkan perjalanan ke rumah pasien selanjutnya. Mengenai ucapan yang dilontarkan perempuan tersebut, aku cukup percaya diri dengan kemampuanku. Ketertarikanku dalam dunia kesehatan disadari Ibu dari caraku bertanya tiap kali dia meracik obat dan membacakan hasil pemeriksaan pada pasien. Mulai saat itu, tepatnya ketika umurku masih tujuh tahun, Ibu mulai mengenalkanku pada tumbuhan herbal dan melatihku dengan ketat. Beliau selalu mengajari dan mengingatkanku pada poin-poin penting dalam dunia kesehatan.

Kata Ibu, kemampuanku yang paling menonjol ialah kejelian penglihatan dan menganalisis suatu hal, jelas saja itu kumanfaatkan semaksimal mungkin. Setiap ada kesempatan, dari waktu ke waktu, aku belajar memilah bahan yang berkualitas tinggi untuk mengobati. Selain itu, aku juga melakukan pemeriksaan rinci mulai dari pola makan hingga kebiasaan pasien. Berbeda dengan kebanyakan tabib yang hanya bertanya soal kondisi penderita saat itu.

"Satu! Dua! Satu! Dua!" suara lantang bersahut-sahutan membuatku serta puluhan orang lainnya menyingkirkan tubuh dari jalanan pasar.

Kami sengaja memberi jalan pada segerombol anak-anak berusia sepuluh tahun ke atas yang berlari tegap seperti pasukan. Pakaian mereka hitam-hitam, dengan kaus tanpa lengan dan bercelana panjang. Sebagai permulaan latihan, setiap hari mereka bersama pelatih juga asisten pelatih harus berlari mengelilingi wilayah Dimecres sebanyak satu kali. Dua orang pemuda mengikuti dari masing-masing sisi, mengawasi anak-anak tersebut agar tetap pada jalur dan tidak teralihkan fokusnya. Tepat di belakang mereka, seorang pemuda berambut perak tersenyum ketika mata abunya bersitatap denganku.

Aku tidak menghampiri atau mengajaknya bicara ketika dia melewatiku, karena aku tahu, saat itu Prama tengah bertugas. Satu hal yang paling kusukai ketika dia menjalankan kewajibannya sebagai kepala pasukan muda adalah jubah merah marunnya yang menjuntai hingga mata kaki. Pedang yang disampirkan di pinggangnya akan mengintip ketika jubahnya terbelai angin saat berlari. Segitiga emas yang merupakan lambang kerajaan Brillantor terpatri besar di punggung jubahnya seakan penegasan tentang pengabdian diri sepenuhnya untuk kesejahteraan negara. Prama yang baik hati itu, suatu saat nanti akan berjuang membela negara sampai tetes darah penghabisan.

"Afsheen!" seorang tetangga berteriak sembari berlari mendekatiku. Kedua tangannya bertumpu pada lutut selagi mengatur napas. "Ternyata kau ada di sini," perempuan berkepang itu menarik napas dalam-dalam sebelum menatapku lekat. "Rumahmu kedatangan banyak pengawal kerajaan."

The Darkest Ray : AfsheenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang