Di seberang sana Milo tidak bisa menyembunyikan senyumnya lagi. Kalau bisa ia ingin terus tersenyum memamerkan giginya sampai kering. Malam ini ia kelewat senang. Bagaimana tidak, Milly mode idoy dengan wajah cengonya membuat ia gemas. Apalagi kini gadis itu tengah memakai hoodie miliknya. Ah, rasanya kupu-kupu memenuhi perutnya sekarang.
Dia diam-diam mengambil potret Milly yang tenggelam di hoodie miliknya. Sangat lucu.
"Gue bisa dikatain gila kalo terus-terusan senyum dipinggir jalan gini."
"Milly tolong tanggung jawab, Milo baper."
Dirinya enggan untuk beranjak pergi. Terlalu nyaman disini demi memandangi Milly. Terlihat kini gadis itu tengah makan nasi goreng dengan lahap, pipinya yang berisi ditambah saat ini sedang mengunyah membuat Milo ingin berteriak dan memberi tahu seluruh dunia bahwa ada gadis semenggemaskan Milly.
Entah sudah berapa banyak potret Milly yang Milo abadikan. Sebut saja dia paparazi. Beraninya di belakang tapi kalau didepan dia kabur. Panggil dia si pengecut.
"Woi!" Suara Galang membuyarkan atensi Milo.
"Ngapain lo kesini?" sungut Milo kesal.
"Ya lo ngapain disini? Lagi ngemis?"
"Sialan lo. Nih makan nasi gorengnya semua gue udah kenyang."
"Dih sok-sokan kenyang tadi aja tuh perut bunyi-bunyi, lagian ngapain sih disini penasaran gue." Galang menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri mencari sesuatu.
"Disini kendaraan semua, oh lo mau jajan gak ada duit ya? Kasian banget, ayo lo mau jajan ap—"
"Eh itu si Milly kan ya?"
Milo gelagapan, "Hah mana ada? Gak mungkin lah lo salah liat kali." ucapnya seraya menarik tudung hoodie milik Galang agar mengikutinya.
"Mata lo katarak kali ya, mata gue masih normal dia lagi makan cilung tuh sendirian."
"Cilung?"
"Ah tapi kayaknya bukan Milly ya, mana mau dia makan di pinggir jalan kayak gini hahaha."
"Semerdeka lo deh Lang." ucap Milo pasrah.
•••
Papa
Udah awal bulan, ini jadwalnya papa kirim uang bulanan buat kamu. Cek. Kalau masih kurang kamu bisa telepon sekretaris papa.
Milly menghela nafas panjang, pesan yang baru saja ia terima membuat dirinya mendesah kecewa. Bahkan untuk segala keperluan dirinya tidak diperbolehkan langsung menelepon sang papa. Sekretaris dan sekretaris. Sekretaris itu bukan papanya. Milly ingin papanya.
Tak mau berlarut dalam kekecewaan yang bisa membuat mood paginya bertambah buruk, Milly keluar dari kamarnya dengan tas yang tersampir di bahu kirinya. Suasana sepi menyapa saat ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah yang besar ini.
"Neng Milly sarapan dulu ya," Bi Inah asisten rumah tangga menghampiri Milly.
Milly mengangguk seraya tersenyum lalu merangkul bahu Bi Inah "Makan sama bibi ya, aku kangen sama bibi. Gimana anaknya udah sehat?"
"Maaf ya neng bibi sampe ninggalin neng Milly sendirian, alhamdulilah sekarang udah bisa sekolah lagi neng."
"Syukurlah, ayo kita makan bi."
"Neng makan dulu aja, bibi bisa nanti."
"Aku pengen di temenin bi." sorot mata sendu milik Milly menatap netra Bi Inah, lantas tangan keriput itu mengusap pelan puncak kepala Milly penuh sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milolly
Teen FictionTentang Milly, gadis urakan yang selalu membuat onar. Semua orang menjauhinya, semua orang enggan berteman dengannya. Milly si trouble maker yang harus dijauhi. "Bahkan hanya lihat dari penampilan aja pun semua orang udah menyimpulkan kalau gue manu...