Mood

24 7 0
                                    


Ini bukan sebuah kisah petualangan seorang putri kepala suku atau yang dapat menakhlukan ombak lautan. Tapi ini adalah kisah seorang gadis bar-bar yang memiliki kepribadian ganda, kadang baik dan bijak namun kadang ganas seperti singa betina. Contohnya saat ini, Moana mengejar Dimas seperti singa yang sedang memburu seekor rusa.

"Dim, sini lo! Sialan, gara-gara lo gue di hukum. Dimas!" Teriakan Moana mengguncang lorong sekolahan.

Saat ini seluruh mata memandangi mereka berdua, Moana sangat kesal dengan Dimas. Bagaimana tidak? Dimas memberitahunya jika hari ini tidak masuk sekolah padahal dirinya sedang bersarapan ria di kelas, sementara ia harus telat karena menunggu angkot yang sering ngetem.

"Gila tuh cewek. Larinya udah macem citah bunting, kenceng banget." Gumam Dimas yang mencoba mengatur nafasnya.

"Lo bilang apa? Citah?"

"Alamak, Moana.. bentar gue ambil napas dulu, napas gue tinggal lima centi Mo." Karena terkejut, Kemunculan Moana membuat jantungnya berhenti sejenak.

"Udahlah Dim, gue juga capek. Lo kaya anak bebek kalau dikejar, pantat lu geyal geyol tau, geli gue."

"Dih, mata lu rabun. Gue jamin, gue kagak ngondek!" Ujar Dimas tidak terima dengan ejekan Moana yang membuatnya kesal.

Dimas adalah cowok yang anti dengan sebutan ngondek, lekong, banci ataupun gay. Mukanya yang terlihat sedikit cantik membuat orang yang melihatnya gagal fokus. Bahkan pernah ia bertemu seorang turis yang menyukai sesama jenis dan mengajaknya berkencan.

"Iya iya baby. Hm.. Karena gue udah bikin lo capek lari-larian, jadi lo traktir gue soto bu Siti."

"Wait, maksud lo? Lo yang bikin gue capek, kenapa gue yang bayarin soto bu Siti?"

"Udahlah Dim, Lo gak kasian apa sama gue, udah tadi pagi gue harus ngejar-ngejar angkot. Eh sampe sini harus ngejar lo. gue juga capek kali Dim." Ia mengeluarkan seribu satu jurus rayuan maut ala Moana demi meyakinkan sahabat cantiknya itu.

"Iya deh iya, lagian lu makan soto mulu gak takut kena penyakit kuningan Mo? Sekali-kali bakso kek, Nasi goreng atau apa gitu."

"Ish.. gue udah laper, gak usah kebanyakan cincong dah." Moana menggandeng tangan Dimas tanpa memberikannya kesempatan berbicara.

***

Kaki mereka kini sampai di tempat tujuan. Tempat dimana bau aroma kehidupan berkeliaran. Ada beberapa orang berlarian mengantri semangkok bakso, ada juga yang mengambil makanan sendiri seperti prasmanan.

Kepala Moana cingak-cinguk mencari keberadaan seseorang, Dimas yang tengah asyik dengan benda pipih berlogo apel miliknya melambaikan tangan saat seseorang menyebut namanya.

"Titan." Teriaknya memanggil nama sahabatnya yang terlihat sangat berkarisma.

"Tuh kan, curang kalian. Gue dari tadi laper, eh si kunyuk ninggalin gue makan bakso. Gila ya, gue bener-bener badmood."

"Udah si, lagian juga udah gue bayarin makan kan." Ujar Dimas meninggalkan Moana yang memasang muka lesu.

Titan memandang kedatangan kedua sahabat gesreknya itu. Entah apa yang mereka pikirkan, setiap hari,setiap waktu, dimanapun, dan kapanpun mereka selalu bertengkar. Kadang membuat Titan lelah melerai atau menertawakan tingkah kedua temannya itu. Walaupun terlihat tidak memiliki urat malu,Titan tetap bahagia bersama mereka.

"Lo tega banget Tan, sumpah. Gue kan udah bilang tunggu bentar gue kelarin urusan sama si Dimas. Malah di tinggal makan. Kalian berdua tuh sayang gak si sama gue." Moana mengambil selembar tisu, melipatnya menjadi lipatan kecil. Tingkahnya terlihat seperti anak TK sekarang.

"Lo mau ngambek, mau nangis, klesotan, gue gak peduli Mo. Gue juga butuh amunisi buat ngadepin kakek Suhud, nanti gue tidur lagi kaya kemarin." Celetuknya Titan.

"Tapi gila si tuh guru matematika, ngomongnya kaya di pause gitu. Mana kecil banget, gue kira kuping gue yang budeg."

"Ah, derita kalian itu mah. Gue aja tidur juga gak dimarahin. Dim lo mau pesen apa?"

"Kakek Suhud udah capek sama lo. Mau lo dikasih tau pake toa sekalipun, tetep aja budeg." Kesalnya sambil meneguk es teh tawar kesukaan Titan.

"Gue mau bakso kaya Titan aja. Eh tapi antriannya banyak banget, keburu mati terkena busung lapar gue. Tapi gue ngidam Mo, gak papa yah.."

Mimik wajah Dimas seketika berubah seperti anak kucing yang manja kepada induknya,namun Itu membuat Moana bergidik geli.

"Iya gue pesenin. Tapi Dim, gue geli sama lo sumpah! Muka lo mirip Ragil selebgram tiktok Dim." Moana menjerit jijik dan meninggalkan tempat duduknya.

"Setan lo Mo!" Teriaknya tak terima.

Di tengah kerumunan pecinta bakso Bapak Soleh, Moana menerobos masuk kedalam kerumunan itu. Badannya yang ramping memudahkannya berdiri tepat di samping Bapak Soleh.

"Bapak.., Moana mau beli bakso."

"Antri ya neng, penuh banget soalnya." Jawab pak Soleh sambil meracik isian bakso.

"Iya saya antri kok, Tapi kayanya saya mau pingsan deh pak. Anemia saya udah kambuh dari tadi pagi, mana belum makan lagi." Moana berakting layaknya seorang aktris yang mau pingsan. Dengan sengaja ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan berpura-pura kehilangan keseimbangan tubuhnya.

"Eh eh neng jangan pingsan disini. Gimana kalau saya bikinin dulu, yang lain biar ngantri aja gak papa." Tawaran pak Soleh membuat mata Moana bersinar.

"Em.. tapi pak nanti saya di marahin lagi." Ucapan Moana membuat seluruh antrian memandanginya sinis.

"Udah tenang aja neng. Gak papa kan dibuatin dulu, kasian neng Moana lemes gitu." Tanya pak Soleh sambil memberikan semangkung bakso urat favorit Dimas.

"Makasih bapak, makasih temen-temen."

Moana pergi dengan langkah berhati-hati. Semangkuk bakso urat dengan kuah yang melimpah membuatnya harus menahan panas pada tangannya. Dia harus segera memberikan bakso ini ke Dimas, kalau tidak soto daging miliknya keburu dingin.

Disaat ia tengah fokus dengan langkahnya, Moana menabrak tubuh seseorang yang mengakibatkan kuah baksonya nyaris tumpah. Membuat Moana terpekik karena kuah bakso panas yang mengenai tangannya.

"Astaga, Gimana si lo kalau jalan. Coba deh matanya di pake. Untung ni kuah bakso gak kesirem di badan lo, kalau gak gue ribut sama Dimas lagi." Protes Moana.

"Maaf, Bukannya situ liatin makanan terus sampai gak sadar nabrak orang?"

"Loh terus lo nyalahin gue? Mata lo buta apa gimana. Ini kantin, bukan gang setan yang cuma bisa dilewatin satu orang. Noh disono, disono, disono masih lebar buat lo jalan. Kecuali kalau badan lo segede bagong." Moana menjelaskan cowok itu sambil menunjuk-nunjuk area kantin dengan dagunya.

Cowok itu hanya mengabaikan ucapan Moana, memasukkan kedua tangannya di dalam saku dan kembali berjalan. Seolah celotehan Moana hanyalah angin lalu. Mata Moana membelalak dan mulutnya terbuka lebar. Bisa-bisanya ia bertemu dengan cowok angkuh. Dirinya pun tidak terima dengan pengabaian cowok itu.

"Woy jadi cowok gak usah terlalu angkuh. Bukannya minta maaf udah nabrak gue, malah pergi gitu aja. Gak ada sopan santunnya lo setan."

Seketika teriakan Moana membuat seisi kantin menoleh ke arahnya. Dan suaranya juga menarik perhatian kedua sahabatnya yang dari tadi menunggu Moana. Moana hanya acuh, hari sial mana lagi yang membuatnya kesal kalau bukan hari ini. Ia memepercepat langkahnya, mulutnya sedari tadi tidak berhenti mengeluarkan umpatan. Kedua temannya yang bingung hanya dapat menatap tingkahnya itu.

"Lo kenapa si Mo, dari tadi marah mulu." Tanya Dimas heran.

"Udah lu juga diem setan. Gue juga sebel sama lo, gue mau makan jangan bikin gue tambah badmood." Pungkasnya.

Dimas dan Titan hanya dapat menggelengkan kepala melihat sikap Moana yang kesetanan.

MoanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang