3

289 46 0
                                    

ˏˋ°•⁀➷

"Karen, lu di cari plankton." Ujaran datang dari Setara, cowok dengan tahi lalat di bagian hidung mancungnya itu meledek Karen. Semenjak mereka satu kelas, Setara juga sering mengusili Karen. Mungkin ini yang namanya karma, Karen yang mencari masalah dengan orang lain, lalu sekarang orang lain mau memancing adanya pertengkaran.

Karen tidak merespon, ia sedang malas berdebat dengan Setara. Pacar Kiara itu memang menyebalkan, Setara pikir sudah akrab dengan Karen sehingga ia akan mendapatkan kata maaf setiap harinya dengan mudah. Tidak. Karen justru makin sebal dan punya misi, tidak akan memaafkan sebelum Kiara menjewer telinga Setara kuat-kuat.

"HALOO Juwana, gue duduk samping lu dong. Setara ngebacot terus." Karen menenteng tas hijau muda miliknya.

"Duduk aja," Balas Juwana singkat. Dengan begitu, senyum manis Karen terlukis di wajah. Akhirnya ia bisa bebas dari Setara, setidaknya hari ini saja ia tak mendengar celotehan, ledekan dari mulut cowok itu. Telinga Karen terasa berdenging sakit bila pemuda itu bersuara walau sepatah kata.

Karen bisa saja duduk dengan Nana, tapi pemudi itu kadang terlalu galak bila pelajaran sedang di mulai. Sekali ganggu, Karen bisa kena semprot tujuh hari tujuh malam, dulu Karen pernah bertanya jawaban pada Nana. Dan pelajaran selanjutnya, Nana memusuhi Karen tanpa memberikan alasan jelas. Biasalah pertemanan memang akan seperti itu, Karen maklum saja. Toh sekarang mereka sudah kembali berteman.

"Juwana, lu bahasa Indonesia yang proposal udah kan?" Tanya Karen penasaran dengan kehidupan Juwana yang tertata rapi. Bahkan setiap lembar dalam catatan milik Juwana hampir tidak ada bekas coretan.

"Iya udah sih. Tapi gak tau contohnya bener atau salah." Juwana membalas, kali ini nada bicaranya lebih santai. Juwana memang tipikal ketua kelas yang ramah. Selanjutnya, Karen tidak bertanya banyak hal. Doa pagi akan segera di mulai untuk membuka aktivitas belajar mereka hari ini.




Jam istirahat pertama, Karen memutuskan bergabung dengan Kiara dan Nana. Judith lebih memilih teman sebangkunya yang tidak menyukai Karen, takut menganggu, Karen lebih memilih sadar diri untuk pergi. Mereka duduk di sebelah stan nasi goreng milik pak Mamat, meja yang berisi enam kursi itu menjadi meja sepi penghuni.

"Ren, suruh Riki ke sini aja!" Kiara melihat Riki yang celingukan membawa nampan mi ayan dan botol air mineral. Cowok itu jelas bingung akan duduk di mana, ada banyak meja kosong sebenarnya, tapi sebagian sudah di huni anak perempuan. Karen tidak yakin untuk memanggil Riki. Dengan mengumpulkan segenap keberanian dalam beberapa puluh detik, Karen akhirnya memanggil Riki.

"Ayang! Riki! Di sini kosong!"

"Anjir kenapa ada Setara!" Kedua bola mata Karen langsung melotot, Setara bagian dari perpaduan malapetaka untuknya. Baru tertimpa ribuan bunga dan cinta, Karen malah di hadapkan dengan Setara yang membawa penuh masalah untuknya. Pusing.

Riki sendiri menoleh ketika suara Karen berhasil terdengar oleh kedua daun telinganya. Ia jelas malu dipanggil seperti barusan, beberapa sorakan datang dari teman satu tim basketnya. Memang kurang ajar. Riki mau duduk di tempat lain, dua detik selanjutnya, bahu Riki di dorong oleh Setara menuju meja Karen.

"Cieee." Nana bersorak. Ia gemas melihat interaksi Karen dan Riki, sepertinya Nana akan menjadi pendukung Karen-Riki yang paling loyal. Sementara Kiara akan menjadi pendukung setia.

Karen memilih diam, ia melirik Setara sekilas. Langsung ada sinyal kemusuhan antara keduanya. Kalau Kiara tidak ada di sini, Karen dan Setara sudah adu bacot tanpa perlu adanya wasit.

"Ki, semeja Ki. Gak mau ngomong apa-apa lu? Jangan berantem lah," Ucap Setara menyenggol pelan siku kiri Riki yang menganggur di atas meja. Cowok itu menatap Karen yang duduk di seberang, ide iseng bermunculan di kepala Riki. Ia bisa saja membalas semua perlakuan Karen, tapi ia terlalu takut Karen terlalu membawa perasaan.

Karen mendongak, kedua bola matanya bersirobok dengan milik Riki. Jantungnya terasa berdetak tidak tahu norma, Karen mengalihkan pandangan. Rasanya Karen ingin segera kabur dari sini, memanggil Riki dengan embel-embel ayang rasanya pilihan yang salah. Jelas panggilan tersebut mengundang asumsi beragam dari banyak orang, Kiara dan Nana saja berpikir Riki dan Karen benar-benar berpacaran. Setara dan sebagian teman basket Riki pikir mereka berdua back street.


"Belum ada minumnya?" Tanya Riki dibarengi senyum manis. Itu pertama kalinya Karen melihat senyum Riki dari dekat, secara langsung.

"Eh... Biasa minum di akhir sih." Karen kikuk. Ia tersenyum singkat, lantas melanjutkan acara makan batagornya.

"Barengan mau? Nih!" Tawar Riki menyerahkan botol air mineral dengan dua sedotan. Cowok itu memang sering membawa dua sedotan sebagai cadangan, biasanya Setara akan mengambil sedotan milik Riki.

Karen meneguk salivanya susah payah, tangannya mengepal di bawah meja. Peristiwa ini harus diceritakan pada pengikut di Twitter Karen. Oh jangan itu terlalu main stream, Karen takut ada yang tahu identitas Karen.

"Oh hehe iya makasih, bi." Karen kelepasan. Parah, pipinya terasa panas terbakar matahari yang sangat terik. Padahal AC di kantin berfungsi dengan baik semua.


ˏˋ°•⁀➷

Deliberate ; Ni-kiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang