Dear Nana,
Apa kabar? Benar apa katamu, aku tidak bisa untuk tidak merindukanmu dalam jangka waktu lebih dari tiga bulan. Haha...
Baiklah, aku akan cerita. Sekarang aku ada di belahan benua lain, tak hanya jarak, bahkan dalam zona waktu pun kita terpisah. Kalau aku menghubungimu, mungkin kamu masih tidur. Atau kalau kamu bisa menghubungiku, sepertinya aku sudah mendengkur. Lucu bukan, meski kita berada di satu planet yang sama, yang katamu dulu bahkan tidak sebesar upil sekali pun kalau sudut pandang kita diubah dan melihat Bumi dari kacamata di luar Bimasakti, ternyata untuk saling menghubungi pun, kita akan berjarak.
Apa kabar selama tiga bulan ini, Nana? Kulihat di facebook, bisnismu makin lancar dan testimoni dari klienmu selalu mengatakan bahwa mereka puas. Aku senang melihatnya. Kalau dulu aku selalu kekenyangan bahkan nyaris mual setiap kali kamu paksa mencicipi resep baru, sepertinya sekarang aku mulai merindukan itu. Makanan di sini relatif hambar, minim bumbu, apalagi belum ada yang bisa menandingi ramen buatanmu dengan level pedas yang bahkan kamu sendiri selalu sakit perut tiap kali makan satu porsi. Untungnya perutku kuat seperti banteng. Oke, aku tidak tahu apa banteng bisa mencret-mencret.
Hidupku di sini menyenangkan, Nana. Ini adalah kehidupan seperti yang dulu pernah aku ceritakan padamu. Penuh tantangan! Lingkungan baru, ritme hidup baru, kultur baru, orang-orang baru. Benar-benar orang, bukan alien seperti sanggahanmu dulu. Aku belajar berbaur, membuka diri, bersahabat. Memangnya kamu saja yang bisa tersenyum dan beramah-tamah menemui klien? Hey, sekarang aku mulai bisa. Berani taruhan. Well, meski kuakui belum sehebat dirimu dalam merayu dan meyakinkan klien. Namun saat bertemu denganmu lagi nanti, pasti aku bisa menjaring klien yang banyak dan kita bisa sama-sama mengembangkan bisnismu.
Meski aku tidak bisa memastikan kapan akan datang saat itu.
Nana, I miss you.
Leo menatap layar laptopnya lama, membaca ulang email yang baru saja ia ketik, berkali-kali. Lima menit berlalu, ia melirik ke layar ponselnya yang menyala, menampilkan wallpaper foto dirinya dan Nana mengenakan toga kelulusan kuliah, lengan kanan Nana merangkul lehernya, mereka sama-sama menjulurkan lidah. Satu momen bahagia bersama. Sebuah notification muncul dari messenger. Leo membacanya sejenak, ada pekerjaan tambahan yang harus ia selesaikan sebelum besok jam 12 siang.
Tatapan Leo kembali ke email untuk Nana. Ia menghela napas, mengarahkan kursor dan meng-klik, 'save as draft'.
...to be continued (kalau mood)
YOU ARE READING
Saat Kamu Hilang dari Semestaku
RomanceBagi Leo, hilang adalah obsesinya dalam hidup. Bagi Cygna, kehilangan adalah proses dalam kehidupannya.