"Ren, kau pernah pergi ke perbatasan?" yang ditanya menghentikan aktivitas menyisir rambut Taehyung sejenak.
"Apa yang akan kau lakukan dengan informasi yang nantinya kau dapatkan dariku?" balasnya.
"Masih terlalu pagi untuk membahas seluruh pertanyaanmu Taehyung." Mendengar jawaban Ren, Taehyung menggembungkan pipinya.
"Memang apa salahnya jika aku penasaran? Bukankah wajar bila aku ingin tahu tentang hal itu?" Ren hanya dapat terkekeh gemas.
"Tidak, sangat wajar. Namun, bukankah seluruh buku-buku koleksimu dapat memberitahumu?" Selanjutnya, yang terdengar hanyalah helaan nafas Taehyung.
"Kau tahu Ren, kebanyakan buku ini merupakan buku yang usianya bahkan sudah melebihi usiamu. Aku yakin sebanyak dua ratus persen bahwa apa yang ada di luar istana akan jauh lebih baik."
Ren menyimak dengan seksama sembari terus merapihkan penampilan Taehyung. Hari ini Taehyung akan menghadiri sebuah acara besar. Acara yang berpengaruh pada kelangsungan negeri ini.
"Nah, sudah tampan. Tak kusangka sembilan belas tahun lalu kau hanyalah bayi mungil yang sangat rapuh." Suara Ren terdengar bergetar menahan tangis.
"Oh ayolah Ren, jangan menangis. Kau seorang ksatria yang gagah berani kan?" Tanya Taehyung berusaha menenangkan. Keduanya berpelukan untuk saling memberikan energi kepada satu sama lain. Pelukan hangat yang selama ini Taehyung hanya dapatkan melalui Ren.
Pelukan Ren hangat. Seperti didekap oleh beruang grizzly yang jinak. Hangat dan terasa aman.
"Baiklah tuan muda, semoga beruntung dalam Artansel tahun ini. Saya akan selalu berdoa demi keberhasilan anda." Ren bertumpu di atas salah satu lututnya, telapak tangan kanannya tersemat di dada kirinya, kepalanya menunduk menguarkan kesan yang teramat sopan di hadapan Taehyung.
Waktunya pergi, Taehyung.
Mengendap-ngendap bagai serigala di musim berburu, Jeon Jungkook nyatanya memang sedang berburu. Namun, Jungkook bukan sedang memburu seekor kijang atau kelinci hutan yang biasa terlihat berlarian kesana kemari. Lantas apa yang sedang ia buru? "Akh! Sialan, aku kalah dari seorang delta!?" Teriak Mingyu merasa kecewa dengan dirinya sendiri.
"Dasar Alpha gadungan. Bukankah kau saja yang terlalu payah?" Jungkook mengulurkan tangannya membantu Mingyu berdiri.
Keduanya sedang berada di tengah hutan Verder yang jauh dari pusat Crinem. Suatu pagi Mingyu datang mengejutkan Jungkook dan mengajaknya untuk sedikit mengasah kemampuan bertahan hidup. Alpha bermarga "Kim" itu dengan segala keangkuhan dan kepercayaan dirinya menantang Jungkook. Siapa sangka jika sekarang harga dirinya sedikit terluka.
"Argh, pantas saja ayah lebih percaya denganmu dibandingkan denganku. Lebih baik kau iyakan saja tawaran ayah menjadi tangan kanannya." Mingyu menerima uluran tangan Jungkook yang membantunya untuk berdiri.
"Aku punya hak untuk menolak dan aku menggunakannya. Lagipula aku tak begitu tertarik untuk bekerja di pemerintahan." Jungkook menjawab.
Kini keduanya pergi menuju padang rumput yang berada tak jauh dari hutan. Sesampainya disana, keduanya disuguhkan oleh hamparan rumput setinggi enam inchi dengan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah mereka. Suasana yang sangat mendukung hasrat Mingyu untuk berbaring menikmati langit biru. Tanpa berbasa-basi lagi, Mingyu berlari mencari tempat yang paling nyaman bagi dirinya berbaring. Jungkook berjalan dengan santai mengikutinya.
"Kau tahu Jungkook, kondisi ayahku semakin memburuk setiap harinya. Aku harap ia mau mendengarkan saranku untuk istirahat dan fokus dengan penyembuhannya." Mingyu memulai percakapan.
"Ia selalu mengaku bahwa dirinya punya 9 nyawa. Konyol sekali, aku rasa penyakitnya memiliki efek terhadap kewarasannya." Mingyu terkekeh sambil menceritakan percakapannya dengan sang ayah tempo hari dan seperti biasa Jungkook akan diam mendengarkan sembari mengecek kondisi pistol kesayangannya.
Jungkook tiba-tiba beranjak mengundang pertanyaan bagi Mingyu. "Mau kemana kau?" Jungkook hanya diam sambil masih mengecek dan membetulkan persenjataannya, mulai dari pistol sampai amunisi. "Berburu. Besok aku harus ke perbatasan." Jungkook menjawab sambil masih berkutat dengan pistolnya.
"Kau masih melakukan bisnis ilegalmu itu, Jungkook?" Akhirnya atensi Jungkook sepenuhnya tertuju pada Mingyu, dahinya mengernyit. "Hey, itu bukan bisnis ilegal oke. Kau tahu tak ada larangan bagi rakyat Crinem untuk pergi ke Vaerin sejak dekade lalu!" Jungkook membantah tak terima. "Ya memang tidak ada, tapi kau menjual barang ilegal disana."
Jungkook tertohok, apa yang dikatakan Mingyu tidak salah namun juga tidak benar sepenuhnya. "Vaerin butuh teknologi kau tahu. Aku merasa kasihan melihat segerombolan Alpha disana masih mempunyai pola pikir yang sama dengan 100 tahun lalu." Jungkook bisa dikatakan sebagai pedagang "semi-gelap" di Underground market Vaerin. Ia cukup terkenal di beberapa kalangan penghuni underground.
Crinem terkenal dengan kemajuan teknologinya dalam berbagai bidang khususnya persenjataan. Alasan utama teknologi dalam Crinem lebih baik dibandingkan dengan Vaerin tentu saja untuk mengimbangi kekuatan Vaerin. Absennya kekuatan magis pada rakyat Crinem mendorong mereka untuk terus berinovasi. Jika rakyat Vaerin menggunakan api untuk penerangan mereka, maka rakyat Crinem sudah mengenal lampu pijar.
Rakyat Vaerin terlalu bergantung pada kekuatan magis mereka, terlalu memandang rendah mereka yang berada di Crinem. Angkuh sekali. Dan tanpa mereka sadari keangkuhan mereka membawa sebuah krisis sepuluh tahun lalu. Seperti penyebab tragedi pemisahan Eurtansa, Vaerin masih menjadi sebuah kerajaan yang serakah.
Sepertinya sifat buruk Evan Rosti, si raja serakah sudah diturunkan sebelum dirinya meninggal.
Vaerin mengalami kekalahan perang dengan negeri lain bernama Belga. Krisis mendorong mereka untuk mencari bantuan dengan menandatangani kesepakatan dengan Crinem sepuluh tahun lalu. Vaerin mendapatkan bantuan kebutuhan renovasi pasca perang dan sebagai gantinya, Crinem mendapatkan wewenang untuk memasuki wilayah Vaerin. Disinilah Jungkook memanfaatkan peluang manisnya untuk berdagang.
Dan sayangnya Jungkook memilih untuk menjual obat-obatan dan persenjataan yang bisa dikatakan ilegal. Jungkook tak peduli asalkan ia tetap dapat tidur dengan selimut hangat dan makanan baru yang tersaji di meja makan setiap harinya. Oleh karena itu, ia tak mungkin menghentikan bisnis menjanjikan miliknya.
"Kau tak berpikir untuk tinggal di kota dan mencari pekerjaan di pemerintahan saja?" Tanya Mingyu pada lelaki yang kini sedang mengikat kaki kelinci hutan di sampingnya.
"Tidak." Singkat, padat, dan jelas. Jungkook tak pernah tertarik dengan pekerjaan yang menghabiskan sebagian besar waktu di dalam ruangan. Ia pria yang bebas.
"Konyol sekali. Kau delta paling jenius yang pernah kutemui, Jungkook. Aku yakin kau akan mendapatkan posisi tinggi di pemerintahan." Jungkook tetap tak menghiraukannya.
"Aku dapat mencarikanmu rumah yang nyaman di kota. Aku jamin akan lebih baik dibanding dengan gubuk reyotmu," sambung Mingyu.
"Tidak. Gubuk milikku sudah sempurna. Lagipula gubuk yang kau sebut reyot itu selalu dapat menampungmu jika kau bertengkar dengan ayahmu dan berakhir pergi dari rumah."
Skak mat untuk Mingyu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABSINTHE [KookV]
Fanfiction"K-keuh!" Taehyung terbatuk cukup keras, salivanya berlomba-lomba meloloskan diri lewat sudut bibirnya yang terbuka. Tanpa menunggu Taehyung mengumpulkan energinya, sosok tersebut menarik lengan Taehyung dengan kasar. Satu pukulan mendarat tepat di...