BAB 4

260 33 2
                                    


Sudah tiga hari Jungkook berada di Underground untuk menjual barang-barang yang ia bawa dari Crinem. Bisnis tentu saja berjalan lancar, jika dalam kurun waktu empat hari lagi ia dapat mempertahankannya seperti itu, mungkin ia akan mulai berpikir untuk merenovasi gubuk miliknya. Yah setidaknya atapnya tidak lagi bocor saat hujan.

"Hey kawan, apa kau membawa pesananku?"

Abel Tonso si pria tambun. Ia seorang penjagal kaya di pusat kota Vaerin. Jungkook tidak heran jika pekerjaannya adalah seorang penjagal melihat tubuhnya yang tambun dengan lengan tebal nan kokoh itu.

Pasti daging sapi kualitas prima tersaji di meja makannya setiap hari.

"Ah, tentu saja Tuan Abel. Mana mungkin aku melupakan pesanan klien favoritku," lidah Jungkook selalu saja terasa lebih pahit jika mengucapkan kalimat-kalimat penuh dusta seperti itu.

"Hahaha, kau bisa saja. Pisau yang kau jual sangatlah bagus! Pegangannya terasa pas di tanganku dan mata pisaunya sangat tajam." Jungkook tetap mempertahankan senyuman bisnisnya.

Sulit dipercaya bahwa Vaerin dan Crinem yang hanya dipisahkan oleh sebuah tembok dapat memiliki perbedaan begitu besar. Pisau yang ia jual kepada Abel hanyalah pisau dapur biasa yang mungkin hanya seharga satu koin perunggu jika dijual di Crinem. Namun, Abel yang bodoh ini mau membayar sebanyak tiga koin emas tanpa menawar.

"Lain waktu cobalah datang ke toko jagalku, akan kuberi kau daging yang lezat." Tawaran yang bagus dari Abel sedikit memikat hati Jungkook.

Namun, tolong ingatkan Jungkook untuk tidak mengunjungi tokonya. Jungkook tidak pernah percaya dengan orang Vaerin.

Ia mungkin saja jatuh dalam sebuah mantra yang ada dalam setiap serat daging yang dijual Abel. Tak mungkin ada daging yang hampir membusuk sehari sebelum akan dipajang dalam etalase yang menjadi daging dengan kualitas terbaik di Vaerin.

"Ha..ah.. apa yang sa..lah.." Sudah tiga hari Taehyung mencoba berbagai cara untuk membangkitkan insting Omega nya. Meditasi, pemusaatan energi sihir1, spells chanting yang ia pernah baca di salah satu bukunya, dan masih banyak lagi. Insting Omega nya tidak bangkit sama sekali.

Andai Ren ada di sisinya pasti ia sudah dalam fase tidur Artansel sekarang. Ren pasti dapat membantunya untuk menemukan solusi masalahnya sekarang. Tanpa ia sadari, Taehyung terlalu banyak bergantung pada Ren selama ini.

Oh tidak, mata Taehyung memanas. Ia merasa gagal. Seluruh perkataannya kepada Sang Raja terasa seperti bualan sekarang. Sebanyak apa pun ia berusaha tetap tak ada yang terjadi. Insting Omega nya tak kunjung mengambil alih dirinya terlebih heatnya.

Ruangan ini lebih buruk dibanding kamar Taehyung sebelumnya menambah akumulasi stress dirinya. Ukurannya kira-kira seperempat dari kamar sebelumnya, dengan penerangan yang remang-remang, dan tanpa dilengkapi buku yang dapat ia baca. Pintunya selalu tertutup rapat dan hanya akan dibuka jika sudah waktunya bagi pelayan yang ditugaskan untuk memberinya makan mengunjunginya. Dan tentu saja itu bukan Ren.

Kondisi Taehyung bahkan tak lebih baik dibandingkan dengan saat ia terlalu fokus membaca hingga melupakan kewajiban manusia untuk bertahan hidup. Ia tetaplah Tuan Muda penuh ambisi yang akan melupakan jadwal makannya demi mengejar targetnya sendiri.

Saat Taehyung hendak meraih gelas air yang berada di nakas, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka menampakkan sosok prajurit yang selama ini mendampinginya. Sampai saat ini Taehyung belum mengetahui nama prajurit tersebut dan ia juga tak berniat untuk merepotkan dirinya demi hal tersebut.

"Tuan Muda, raja mengharap kehadiran anda." Singkat, padat, jelas, dan tentunya tidak bertele-tele.

Tanpa menunggu aba-aba dari prajurit itu, Taehyung mengurungkan niatnya untuk meneguk segelas air yang hendak diraihnya tadi dan lantas beranjak untuk mengikuti kemana arah yang dituju oleh Sang Prajurit.

Satu yang ia sadari selama keluar dari kamar lamanya baru-baru ini ialah suasana istana yang tampak lebih suram dan sunyi dibandingkan sepuluh tahun lalu. Itu pun jika ingatan Taehyung tidak mempermainkannya. Ia ingat saat umurnnya masih tujuh tahun ibunya akan mengajaknya untuk keluar dari perpustakaan ayahnya dan mengajaknya bermain di taman istana. Taehyung kerap kali menolak ajakan ibunya karena kecintaannya terhadap membaca.

"Tidak boleh Taehyungie, anak menggemaskan seperti dirimu harus banyak bermain dibanding belajar jika tidak kau akan menderita kebotakan sebelum berusia dua puluh tahun!"

Taehyung masih ingat persis perkataan ibunya tentang obsesinya dalam membaca. Jika mendiang ibunya masih ada sekarang, mungkin Taehyung akan mengomel tentang alasan payah ibunya tersebut. Ah, Taehyung sungguh merindukan ibunya.

Tak lama, Taehyung kini sudah berada di hadapan sebuah pintu yang lagi-lagi sama besarnya dengan pintu dimana singgasana Sang Raja berada. Prajurit yang mengantarnya tak banyak berbicara. Taehyung dipersilahkan untuk memasuki ruangan tersebut. Rasanya seperti bernostalgia. Ia memasuki ruangan favoritnya saat masih kecil, ruangan kerja ayahnya. Alasannya sederhana, karena ruangan tersebut memiliki banyak sekali buku.

Ia disambut dengan jendela besar yang kini memperlihatkan sinar bulan yang terang. Ayahnya, Sang Raja berdiri membelakangi jendela. Cahaya bulan yang terlalu terang memberikan efek back-light sehingga wajah ayahnya tak tampak namun Taehyung tahu ekspresi apa yang ayahnya kini pasang. Tatapan mata yang dingin serta mengintimidasi.

"Tangkap dia."

Tiba-tiba saja Taehyung merasakan pukulan yang begitu kuat di bagian belakang kepalanya. Tak butuh waktu satu menit kegelapan sudah berhasil menguasai dirinya. Terjatuh dan berakhir tak sadarkan diri.

Apa yang terjadi pada dirinya?

Kenapa dirinya dapat berakhir seperti ini?

Sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya, ia samar-samar mendengar suara ibunya. Suara semanis madu dan selembut sutra yang dirindukannya selama lebih dari sepuluh tahun.

"Taehyungie, ibu paling sayang dengan Taehyungie,"

Ia dapat melihat ibunya berkata sambil merentangkan kedua tangannya untuk memberikan pelukan kepada Taehyung. Senyumannya hangat seperti pelukannya. Tak peduli seberapa sering Taehyung bertingkah bandel, ibunya akan senantiasa menyambutnya dalam sebuah pelukan hangat.

Apa yang telah dirinya perbuat?

Apa Taehyung pernah berbuat salah?

Menyedihkan. Taehyung semakin larut dalam gelap dan dingin yang memuakkan. Hanya hitam dan hawa dingin tanpa batas yang ia rasakan.

Ia takut.

Ibu, Ren, siapapun. Tak ada yang dapat menolongnya.

ABSINTHE [KookV]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang