PERANG PENYIHIR DAN ROBOT Wiendi Lauwinder
Sejak beberapa puluh tahun yang lalu, bahkan ketika aku belum terlahir di dunia ini, kepintaran manusia telah berkembang pesat. Sejak awal Zaman Mesin, mereka yang tak bisa menggunakan sihir terus mengembangkan teknologi untuk menyaingi para penyihir yang kini jumlahnya telah berkurang drastis. Alasannya sederhana, mereka menganggap manusia pengguna sihir terlalu sombong dan tak pantas untuk hidup di dunia ini.
Ya, mereka tidak bisa menembakkan bola api atau menghempaskan angin kencang. Mereka hanya bisa melihat orang lain melakukannya. Namun, mereka tidak tahu betapa sulit untuk mengontrol energi sihir yang tersimpan dalam tubuh manusia. Salah selangkah saja, kekuatan itu dapat hilang kendali dan menghancurkan segala sesuatu yang berada dalam jangkauannya.
Andai semua manusia pintar yang mampu menciptakan robot alias otomaton, mesinah yang dapat bergerak layaknya manusia ini dapat berpikir demikian, maka pemandangan yang sedang terjadi di depanku tidak seharusnya terjadi.
"Elaine, awas!" teriak salah seorang pemuda pengguna sihir api padaku yang sedang kewalahan.
Bunyi derit mesin dan tembakan senapan terdengar nyaring, disambung oleh teriakan maupun raungan para manusia pengguna sihir yang sudah mencapai batas kemampuan mereka.
Setelah melewati masa percobaan, kini para robot yang bergerak atas kendali manusia mulai memburu penyihir. Tak peduli anak-anak, orang tua atau siapapun itu. Selama pengendali sang robot mendeteksi adanya potensi orang tersebut mampu menggunakan sihir, maka orang tersebut akan diburu dan dibunuh di tempat. Maka kini kaum penyihir bersatu dan balik menyerang pusat komando dan pengembangan otomaton. Gawatnya, pasukan kami disergap di kota yang tak jauh dari markas musuh ini.
Dan kini aku, Elaine Whistler, seniman yang belum terkenal ini harus menggambar di depan para robot ini. Bukan untuk memamerkan hasil karyaku, tapi untuk menghentikan mereka.
"Tak ada gunanya kita menghancurkan mereka, Fin," ujarku pada Finnea Valerie, wanita sebayaku yang berprofesi sebagai "seniman sihir" pula.
"Ya, kita harus menemukan orang yang mengendalikan mereka," balas Fin. Ia lantas melesatkan beberapa panah api pada robot berbadan besar yang sedang menembakkan senapan mesin ke rumah penduduk.
Di tengah keributan malam yang tertutup oleh awan gelap, sayup-sayup aku mendengar rintihan seorang perempuan yang berada tak jauh dariku. "Tolong~"
Pandanganku segera tertuju pada rumah yang baru saja dihancurkan. Pelakunya adalah sebuah robot sebesar dan setinggi dua manusia bertanda X-201 di bagian kanan dadanya. Dengan cepat kugoreskan kuas gambarku di udara. Sesosok robot mesinah keluar dari udara dan mementalkan atap rumah yang terjatuh, lalu membuka jalan bagiku. Karena memang berbentuk energi ilusi, robot "hantu" itu lenyap seketika setelah menunaikan tugasnya ini.
Jadi, tibalah aku di hadapan seorang ibu yang sedang menggendong bayi. "Kumohon, selamatkan nyawa anakku!" teriak ibu yang mulai berlinang air mata itu. Kakinya yang tertimpa balok kayu membuatnya tak bisa melarikan diri. "Cepatlah pergi sebelum para robot itu menemukan kalian. Cepat!" lanjutnya, tak ingin melihat anaknya dibunuh di depan matanya.
Di tengah kebimbanganku, si robot X-201 yang baru saja menghancurkan atap rumah ini datang bertamu. Matanya yang berbentuk seperti kristal permata memancarkan sebuah sinar berwarna merah terang, sepertinya dia sedang memindai ruangan ini. Akhirnya mata kami saling beradu.
Hanya dalam hitungan detik, robot itu mengarahkan tangannya yang berbentuk senapan mesin padaku. "Cepat pergi!" teriak ibu itu seraya melancarkan serangan sihir listrik bertegangan tinggi pada robot yang sedang mengincarku. Seketika, satu ledakan membuat asap bertebaran di dalam rumah itu. Dan sebuah mata berwarna merah masih bersinar terang tepat di hadapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERNA SAGA lintas.masa
FantasyWahai penjelajah, mari bertualang melintas zaman dan masa Dari masa dunia dipulihkan dan sihir kembali lahir dan tercipta Melalui masa di mana sihir menggerakkan dunia dan semesta Ke masa sihir diburu dan dibasmi, hingga nyaris punah sirna Walau kea...