Arunika

6 1 0
                                    

Aku mengernyitkan dahi merespon suara yang barusan kudengar.

"The Sun. Saya melihat ada matahari di sekitar Anda."

Dengan menghela napas panjang aku mencoba menyabarkan diri mendengar ocehan wanita yang hampir seluruh wajahnya tertutup kain hitam kecuali area bibirnya yang berwarna merah darah itu
dengan pandangan mata jengah.

Aku memang sudah gila sepertinya ketika memutuskan untuk masuk ke kedai yang penuh pernak-pernik khas kaum gipsi ini hanya karena ingin berteduh dari terik matahari di luar sana yang entah mengapa begitu menyengat hari ini. Kalau saja aku tak melihat papan dengan tulisan "Tarik satu kartu, gratis satu es krim" di sudut ruangan, aku tak akan kalap dan memilih menempelkan pantatku di bangku berhadapan dengan wanita aneh itu.

"Iya, matahari itu bahkan hampir membuatku tampak seperti ikan asin yang dikeringkan sampai-sampai aku sekarat membutuhkan es krim itu !!" Rutukku dalam hati.

Wanita itu membuka kartu lagi. Ada tulisan The Moon disitu. Kemudian dua kartu lagi di tarik olehnya dan dibuka. Aku mengernyit kesal. Tadi aku cuma tarik dua kartu, kenapa ditambah dua kartu lagi? Tidak mungkin dia akan memberikan bonus dua es krim, kan? Kalaupun iya, mana bisa kuhabiskan empat es krim sekaligus! Aku jadi curiga kalau dia sedang menjebakku untuk membayar jasa ramalnya ini.

"Dua sahabat akan terpecah. Matahari yang cahayanya redup atau Bulan dengan terangnya yang menawan. Hati-hati dalam memilih satu diantara keduanya."

Dia kembali terdiam lama, masih dengan menatap empat kartunya.

Aku meneguk ludah kasar, haus. Ingin rasanya kupalak es krimnya sekarang juga, tapi ketika melihat wanita itu mendongak menatapku, lidahku mendadak kelu. Sial! Bibir merahnya yang tersenyum tipis itu tampak mengerikan.

Aku ingin segera pergi dari sini. "S-ss-sudah selesai?" Bibirku bergetar. Sialan!

Wanita itu menggeleng. "Justru ini baru dimulai."

"Hah?"

"Kisah cintamu." Mendadak suaranya terdengar begitu ramah. Bahasanya tadi yang terdengar baku, berubah sedikit lebih santai. "Mereka ada di sekitarmu. Perhatikan sekelilingmu dengan baik. Jangan sampai salah ambil keputusan. Yang kamu dengar belum tentu adalah kebenaran. Perhatikan dengan seksama, maka kamu akan temukan jawabannya!"

Hah! Aku sama sekali tak paham. Apa semua pembaca tarot selalu bicara dengan tidak jelas seperti itu? Kisah cinta? Matahari? Bulan?

Aku membetulkan posisi kacamataku yang sebenarnya tak melorot sama sekali. Dengan senyum lebar aku berusaha tampak puas dengan ramalan tarotnya. "Ah, begitu ya. Tak kusangka jodohku antara Matahari dan Bulan. Akan kutanya arti setiap nama teman-teman priaku deh nanti supaya cepat ketemunya. Haha"

Tak kusangka, wanita itu ikut tertawa mendengar leluconku yang garing. "Sepertinya kamu pandai menangkap maksudku. Kalau begitu, ini es krimnya."

Matahari dan bulan adalah arti nama jodohku? Serius?!

"Empat es krim. Sepertinya kamu beruntung dengan angka ini." Aku menerima satu plastik berisi dua es krim batang dan dua es krim corong. Bagaimana caraku menghabiskannya?

"Terimakasih atas kunjungannya! Selamat menikmati es krimnya dengan teman-temanmu!" Dia melambaikan tangannya. Sepertinya ini saatnya aku pergi.

Aku berterimakasih lalu beranjak ke luar kedai. Beberapa saat setelah melangkah menjauhi kedai, ada yang memanggilku. Tiga teman sekamar asramaku menghampiri.

"Tumben ke minimarket di sini. Biasanya belanja deket asrama. Habis beli apa?"

"Oh ini, es krim. Kalian mau? Dapet dari sana, gra-" aku menoleh ke arah kedai tadi.
Sial! Apa-apaan! Kemana kedai tadi? Kenapa tiba-tiba ada minimarket? Apa tadi aku halusinasi?

AbjadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang