Cemburu

2 1 0
                                    

"Ih, kutunggu putusmu, Li. Biar kita bisa menikmati kejomloan bersama." Celetuk Minnie kesal melihat kedatangan rombongan mahasiswa-mahasiswi yang memasuki ruangan khusus Dinning Resto yang telah direservasi itu.

Lia hanya tersenyum geli mendengar gerutuan teman kerjanya itu. "Aku duluan, ya. Mau apel pacar." Lia sengaja menekankan kalimat terakhirnya untuk menggoda Minnie yang cemberut iri. Dengan beberapa buku menu di pelukannya, ia memasuki ruangan khusus tersebut dengan anggun.

Seperti yang ia katakan tadi, ia akan mengunjungi kekasihnya. Namun bukan untuk pacaran. Ia sedang kerja sekarang ini. Status mereka saat ini sekadar pramusaji dan pelanggan. Sam sangat memahami itu, Lia pun tak menuntut lebih. Mereka sudah dewasa. Lima tahun menjalin hubungan sudah cukup membuat keduanya menjadi sangat dewasa dalam menyikapi situasi-situasi tertentu.

Lia dan Sam adalah pasangan serasi yang membuat iri orang-orang sekitarnya. Saling pengertian, komunikasi yang baik, kepercayaan tak tergoyahkan, membuat mereka menjadi pasangan yang diidam-idamkan semua orang. Pembawaan Lia yang tenang dan selalu bersedia menjadi pendengar yang baik, mengimbangi hobi Sam bercerita apapun demi mengisi kesunyian. Meski Sam suka bersosialisasi dan mengikuti banyak kegiatan sosial, ia merupakan lelaki yang setia dan tak pernah melirik perempuan lain selain Cinta Pertama-nya. Cocok sekali memiliki pendamping seperti Lia yang tak mudah cemburu dengan perempuan manapun yang mendekati kekasihnya.

Lia sudah kebal menjalani berbagai cobaan dalam hubungan mereka. Dilabrak berbagai kalangan yang tak merestui hubungan beda kasta mereka, godaan-godaan genit yang berusaha merebut hati kekasihnya, bahkan sampai jarak yang sempat memisahkan keduanya tak membuat kepercayaan Lia luntur akan kesetiaan lelakinya itu. Namun, setelah sekian lama tak pernah khawatir dengan kehadiran perempuan-perempuan lain di sekitar Sam, malam ini entah mengapa Lia merasa sedikit terusik. 

Sejak sepupuh menit lalu Lia menunggu Sam dan teman-teman kampusnya memesan sambil menguping sela-sela obrolan mereka yang sepertinya bahasan organisasi biasa, Lia tak merasa gelisah, seperti biasanya. Tapi satu saat, Lia menangkap gelagat aneh dari Sam dan salah satu perempuan tomboy disitu. Bukan.. bukan gelagat curi-curi pandang atau sentuhan genit layaknya selingkuhan. Justru keduanya sangat mencolok akibat adu mulut yang mereka lakukan. Dimulai dari hal sepele karena perbedaan pendapat tentang rasa makanan yang akan mereka pesan hingga merembet ke hal-hal lain. Layaknya mereka sudah menjadi musuh bebuyutan sejak zaman nenek moyang.

"Dasar, Mak lampir. Pantas aja nggak ada yang mau deketin, mulutnya kek racun." Ucapan Sam sungguh mengejutkan Lia. Sejak kapan ia jadi suka beradu mulut sampai begitunya.

"Heleh. Kek lu punya cewe aja! Ngaca bege, mulut terompet gitu mana ada yang betah!" Sontak, beberapa teman Sam yang mengenal Lia terkesiap, menarik napas pendek sembari melirik ke arah Lia yang masih berdiri dengan tenang di sudut ruangan memandang mereka. Beberapa saat kemudian pandangan mereka beralih pada Sam, seolah menanti respon apa yang akan dikeluarkan lelaki itu.

"Siapa bilang gue kayak lu?! Gue punya pacar kali!" Ujar Sam yang disambut embusan napas lega teman-teman yang sempat tahan napas tadi. Tangan Sam menunjuk sudut ruangan tempat Lia berada. "Noh cewe gue! Cantik, kan?"

Merasa dipanggil, Lia mendekati meja mereka dengan anggun dan tenang. Ketika tangannya digenggam Sam dan diperkenalkan, Lia tersenyum profesional. "Saya Lia, pacar Sam. Salam kenal, bagi yang belum kenal."

"Sudah tahu apa yang ingin dipesan?" Sambung Lia sejenak setelah merasa kecanggungan yang tercipta setelah Lia berbicara. Entah dengan yang belum mengenal Lia, tapi bagi mereka yang sudah mengenal Lia sejak lama pasti merasakan aura intimidasi yang sangat kuat dari gadis itu. Meski senyumnya hangat dan bersahabat, mereka jelas tahu bahwa itu bukan senyum yang biasanya Lia tunjukkan.

"Ah! Mba nggak bohong, kan, kalo pacarnya si Mulut Rombeng? Kalo mba diancam, bilang ke saya! Akan saya penjarakan dia!" Ucapan tidak terduga dari gadis itu memancing Sam sewot lagi.

"Sialan! Lu kira gue apaan!?"

"Mereka udah kayak kucing dan anjing di kampus, Li!" Ujar Kinan, salah satu teman Sam yang mengenal Lia. Akibat ucapan itu Kinan jadi ikutan terkena omelan keduanya dan adu mulut kembali terjadi.

Disaat yang lain tertawa karena pertengkaran kocak mereka, Lia hanya tersenyum tipis sebelum beranjak pergi. "Kalau begitu, panggil saya lagi ketika sudah siap memesan ya, kak."

Setelah Kinan mewakili memesan, Lia mengkonfirmasi pesanan sebelum kembali melanjutkan tugasnya dan meninggalkan ruangan. Di dalam ruangan, rapat mereka masih berlangsung dengan diisi sela-sela pertengkaran kecil dua insan itu.

Setelah sekelompok orang itu selesai, Sam menghampiri Lia dengan wajah pura-pura lesu. "Aku capek, butuh charge." Lia yang melihat bentangan tangan Sam, tak menyambutnya. Ia malah menghadiahi kening Sam sebuah sentilan. "Jangan aneh-aneh. Pulang, cuci kaki, tidur. Ntar capeknya ilang."

Muka Sam yang merengut tambah tertekuk karena malu ditertawakan teman-temannya. Namun, ia tidak marah. Interaksi mereka memang minim tapi intens. Mereka jarang berkelahi karena hubungan mereka memang sudah sedewasa itu. Setiap masalah selalu diselesaikan dengan berbicara. Banyak yang iri dengan hubungan mereka karena sangat awet dan kuat diterpa badai. Keduanya setia, tidak pencemburu, dan hanya merasa nyaman satu sama lain. Lia dan Sam percaya akan cinta mereka terhadap satu sama lain tak akan pernah goyah.

Lia tidak mudah curiga dengan perempuan manapun di sekitar Sam, karena ia tahu mereka tidak akan bisa merebut hati Sam selihai apapun mereka menggoda. Tapi tidak dengan perempuan yang ia lihat hari ini. Namanya Belle. Anaknya ceria, humoris, ceplas-ceplos, dan sepertinya bukan tipe perempuan yang mudah baper, setidaknya itu yang Lia tangkap. 

Setelah keluar dari ruang rapat Sam dan kawan-kawannya beberapa waktu yang lalu, banyak pertanyaan yang mengusik benak Lia mengenai perempuan itu: Sesering apa interaksinya dengan Sam; Sesering apa mereka berantem?; Setidak-cocok apa mereka berdua?

Lia sendiri pun tak mengerti mengapa ia sampai begitu memikirkan kejadian di dalam tadi. Apa mungkin ini hanya efek rindu setelah hampir seminggu Lia tak bertemu Sam? Tidak juga. Mereka sudah pernah berpisah selama lebih dari satu tahun dan Lia tak pernah merasa risau seperti ini. Jadi, karena apa?

Setelah melihat Sam dan teman-temannya sudah keluar dari ruangan tadi, barulah Lia menyadari satu hal. Ia merasa waspada dengan perempuan yang selalu bentrok dengan Sam. Semakin tidak cocok dia dengan Sam di mata orang lain, semakin tak ada indikasi bahwa keduanya bisa menjadi dekat, semakin Lia merasa terancam dengan kehadirannya.

Ia iri melihat interaksi dua orang itu. Pertengkaran kecil seperti itu tak pernah ia rasakan selama berpacaran dengan Sam.

Mungkinkah ini rasanya cemburu?
Tapi, benarkah?

***





●●○●●


Hai!
Bagaimana tiga chapter sejauh ini?
Apakah sudah menemukan kejanggalan?

Silakan berspekulasi!
Hika beri satu bocoran...
"Huruf satu pasti pernah bertemu huruf lainnya, meski bukan dalam kisah miliknya sendiri."

Terimakasih apresiasinya ☆😉

AbjadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang