Nama itu, yang selalu membuat jiwaku bergetar meskipun hanya terucap dalam hati, seakan ada angin masuk menusuk dalam, irama jantung berdebar memompa aliran darah lebih cepat, sungguh suatu perasaan yang tak bisa dijelaskan meski menggunakan rumus eksak manapun.
Terlintas ingatan bagaimana hari itu aku begitu canggung, berada di tempat baru yang terasa asing, aku tidak mengenal satu orang pun diantara banyaknya orang. Berada di depan papan besar menatap tulisan di atas kertas terdiri dari nama-nama orang. Namaku ada di sana, di bawah kolom kelompok lima bersama lima nama lain yang tidak diketaui bagimana rupanya.
Hari pertamaku di kampus, setelah aku diterima sebagai mahasiswi fakultas komunikasi di salah satu Universitas di Bandung. Aku hanya menggunakan kaos basic polos berwarna putih dengan celana jeans biru gelap, bersepatukan vans; merek sepatu andalanku, andalan anak muda sejuta umat. Aku hanya menggerai rambutku, dengan polesan make up di bulu mata dan alis yang sangat tipis agar terkesan segar. Dengan tote bag polos hitam bermerek kate spade di bahu kananku, kemudian seseorang menyapa.
"Larissa ya? Saya Rendra, kita satu kelompok ya"
Seorang lelaki berparas tampan menyapa, matanya begitu indah dibalut dengan bulu mata lebat dan hitam di tambah dengan bentuk alis yang tebal beraturan membuat tatapannya semakin tajam, hidungnya tegas dan lancip di bagian cuping begitu sempurna dan menambah kesan estetika di wajahnya. Kulitnya yang bersih dibawah cahaya matahari yang cerah saat itu membuatnya semakin mempesona dari pantulan kemeja putih dan celana jeans biru gelap bersepatukan vans old skool hitam jelas membuatku semakin simpati dengan seleranya yang sama denganku.
"Oh iya, hai"
aku hanya bisa jawab begitu singkat karena sedikit gugup."Iya, yang itu Gina ya"
menunjuk pada seorang perempuan berparas manis, menggunakan blus feminim dan jeans berwarna terang, sepatu flat berpita kecil di bagian atasnya membuatnya semakin terlihat girly."Nanti kita sekelompok juga. Kalau sama Gina satu sekolah jadi udah kenal, makanya tau kalau nama kamu Larissa" sambungnya.
Penjelasannya begitu tenang, bahasanya tersusun rapi, terlihat seperti pribadi yang baik dan sopan. Senyuman di akhir kalimat membuatku semakin grogi menghadapi situasi itu, terlihat giginya tidak begitu rapi namun justru membuat senyuman itu semakin manis.
Terhenti perhatianku pada laki-laki ini oleh datangnya perempuan bernama Gina, kami berkenalan. Nampak Gina seperti sosok yang ramah, kalem, dan tergambar jelas kalau dia anak baik-baik.
Ditengah perkenalan kami bertiga kemudian datang seorang laki-laki berpostur tinggi, berkaos hitam menggunakan sweater hitam dengan resleting dibiarkan terbuka di depannya, sepatu sport yang dipakai menambah kesan gagah, wajah khas Indonesia itu memecah kerumunan dengan nada sedikit berteriak serak "kelompok lima, kelompok lima" dia Abimana.
***
Perasaanku terhadap Rendra ternyata semakin bertambah, dengan dia sebagai ketua kelompok kami, semakin jelas bagaimana sifat kepemimpinannya, sosok yang mengayomi, yang bisa di andalkan. Begitu lembut tutur katanya terhadapku dan Gina. Bahkan sering kali dia mengalah demi anggotanya terutama perempuan.
"Duh mana ya"
Aku merogoh isi tas terbuat dari karung goni yang bertalikan rapia terselempang dipundakku, aku sibuk mencari papan nama di dalamnya."Cari apa?" Tanya ketua kelompokku saat itu.
"Kayanya papan nama ketinggalan deh, mampus.. mampus.." jawabku dengan panik.
Rendra menyodorkan papan yang sudah bernama.
"Nih, tulis nama kamu di baliknya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Waktu untuk Kau dan Aku (SELESAI)
Подростковая литератураIalah seorang pramugari di suatu maskapai. Larissa duduk sebelah jendela, mobil melaju, bunga bougenville yang merekah dipinggiran jalan menciptakan kekayaan warna diantara monokrom jalan raya. Pembicaraan singkat dengan seorang kawan lama membuat...