Dulu, ketika saya masih sangat kecil. Saya pernah merengek kepada orangtua untuk dibuatkan kamar sendiri karena saya tidur berdua dengan adik saya di sebuah kamar yang sempit dan kecil tanpa jendela.
Jawaban orang tua saya cukup singkat dan membuat saya malah makin kesal.
"Nanti, ya. Jika Umi dan Abi sudah punya uang yang banyak."
Tentu saja saya sangat kesal, waktu itu saya berpikir bahwa orangtua saya pastilah mempunyai uang yang banyak. Toh, jika kami tidak ada uang tentulah kami tak akan bisa bertahan hidup, memiliki rumah, mobil, dan barang-barang lainnya.
Saya tak tahu, bahwa uang itu berharga.
Saya tak tahu bahwa ternyata mendapatkan uang itu tidak mudah.
Saya tak tahu bahwa ternyata permiantaan saya itu berat.
Pemahaman saya mulai berkembang seiring berjalannya waktu. Saya kemudian mulai berusaha untuk tak mengungkit permintaan yang dulu saya harapkan. Walaupun kedua adik saya terus mengeluh dan meminta agar kedua orangtua kami membuatkan kamar yang lebih besar. Saya berusaha untuk tetap diam. Dan memilih bahwa apa yang saya dapatkan sekarang ini sudah lebih dari cukup.
Tapi, ternyata bersyukur itu cukup sulit. Berdosa sekali saya mengatakannya. Padahal Tuhan sudah memberikan banyak hal dalam hidup saya. Tetapi kenapa saya terlalu egois dan tamak. Untuk mengucapkaan arasa syukur pun terasa amat susah?
Padahal Tuhan tak meminta lebih kepada kita.
Kitalah yang terus meminta lebih.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan Vote dan Comment.
~Trims~
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Hanya Sekadar Perasaan
РазноеSebelumnya, ini bukanlah sebuah teenlit apalagi Chicklit. Ini hanya sebuah tulisan yang tertuang dari lubuk hati saya, Sebuah tulisan yang entah mengapa terus meraung hendak dikeluarkan, Sebuah tulisan tentang ... Perasaan.