Sejak keributan terakhir kalinya dengan teman-temanku. Aku lost contact dengan mereka. Ya.. keributan yang sebenarnya gak layak untuk diributkan. Semacam keloyalitasan antar pertemanan saat ada pernikahan. Aku malas ribut dan membahas hal-hal yang gak pengen aku dengar. Sedangkan si Budi adalah tipe teman yang selalu mengungkit-ungkit cerita dan mem-bully temennya kalau sampai ada kekeliruan atau kecacatan kisah hidup teman lainnya.
Sebenarnya dia adalah teman yang baik dan selalu menolong teman lainnya. Tapi agak kurang srek diakunya. Karna aku tipe yang sensitif hatinya dan gak mau tertekan dengan bully-an bermodus candaannya itu.
Memikirkan keseharian hidupku aja sudah membuatku tertekan dan stres. Ini temenku malah bercanda dengan masalah kehidupan orang. Jadi inilah kira-kira chat Budi saat itu. Yang akhirnya melahirkan tragedi diam bungkam seribu bahasa.
***
"Na.. kamu mau ikut gak kerumah Satya?", tanya Budi ke aku melalui chat WhatsApp.
"Aku enggak ikut kalau kerumah pihak perempuan. Kalo kerumah Satya aku ikut", jawabku to the point.
"Kok gitu?? Sante aja mah kalo ketempat istrinya tu, nanti kamu barengan aku aja. Aku bawa mobil dan ajak anak dan istriku." Ajaknya lagi mencoba meyakinkanku.
"Iya liat besok deh, soalnya aku juga kerja di proyek pulangnya gak tentu", jawabku lagi sekenanya.
"Oke besok kabar-kabar ya!", pesan Budi selanjutnya.
"Ok". Ku akhiri chat hari itu dan mood ku yang seketika berubah jadi jelek.
Disisi lain aku komunikasi dengan temanku Raka, se geng juga, dan jadi tempat curhat selama ini. Dia yang diam-diam selalu aku spill cerita-cerita hidupku. Walau aku ceritanya selalu telat sih dan gak lengkap kalau cerita.
"Gimana non?? (Begitulah dia sering memanggilku) Kamu dateng ke tempat Satya gak? Aku bisanya titip doa aja ya. Besok kalau udah jatah pulang aku baru bisa maen ke rumah Satya buat nyelametin langsung", kata Raka menjelaskan melalui WhatsApp.
"Kalo kerumah Satya ikut, kalo ke rumah istrinya engga", balasku.
"Kenapa e? Kok gitu lo?", tanya dia yang selalu hati-hati dan sebenernya udah tahu aku kenapa memutuskan hal seperti ini.
"Ya gak mau aja pokoknya", jawabku lagi.
Begitulah kiranya chat hari itu. Sampai tibalah hari dimana Budi serta anak dan istrinya mau ke rumah istrinya Satya. Ya karena emang Satya sekarang tinggalnya di rumah istrinya.
***
Hari ini aku merasa capek dan pusing banget. Kerja ikut proyek kakak sepupuku emang resikonya adalah selalu pulang malam dan menjadi manusia buluk lusuh. Kena debu-debu semen, compont atau kena semprot cat.
Sudah jam Magrib lebih aku masih menunggui tukang yang sedang bongkar kios. Dan aku beserta tukang ditinggal kakakku di lokasi itu. Walaupun kerjaan tukang sudah selesai lebih awal. Kami tetep gak bisa pulang karena harus menunggu jemputan mobil. Bisa saja aku cabut duluan pakai motorku dan pergi gitu aja dan gak menunggu para tukang. Hanya saja aku akan jadi pengawas proyek yang jahat dan terkesan gak bertanggung jawab.
Disela-sela aku memantau para tukang dan menikmati minuman dinginku dan menahan lapar. Ada chat dari si Budi.
"Na, kamu udah gak ikut ketempat Satya, kamu gak mau ucapin langsung ke dia? Aku telfon ya? Video Call dengan yang lain sekalian!", Katanya bertubi-tubi di chat WhatsApp.
Chatnya bahkan gak aku buka, hanya kulirik dan aku melanjutkan chat sama si Eko. Eko ini temen kita-kita juga. Hanya gak setongkrongan. Cuma teman sekampus kalo nongkrong alakadarnya. Dan dia lebih deket sama temenku cewek si Dwi. Dwi ini temen se geng ku juga. hanya kedekatan pertemanan mereka berdua selalu membuat cemburu Mas Kurnia cowok si Dwi. Tapi Mas Eko ini juga jadi salah satu temen curhatku. Gak babibu pokoknya kalau ngobrol sama dia. Sempet aku taksir sih dulu pas jaman kuliah hahaha. Habisnya ganteng, baik hati. Tapi sayangnya tipe-tipe yang baik kesemua cewek gitu. Jadi akunya juga mikir-mikir mau lanjut naksirnya. Tapi ya gitu deh setelah sekian lama, akhirnya belum lama ini dia jadi temen curhat yang oke banget lah. Dan si Dwi mencoba menyatukan aku dan Bang Eko kembali. Karena ternyata aku baru tahu kalau Bang Eko dulu sempet naksir aku juga kata si Dwi.
Tapi ya gimana? Kan udah dulu. Sekarang akunya B aja ke Bang Eko. Dan dimataku juga dia tetp sama. Tipe-tipe cowok sumringah yang baik kesemua temen-temen ceweknya. Jadi aku ogah merana karena perasaan curiga dan was-was. Wkwk.
Oke lanjut ke history chat ku dengan Bang Eko.
"Bang.. gimana nih? Aku mau di video call sama si Budi. Aku tu males lo Bang. Aku mau ngobrol apa cobak? Bilang samawa ya Satya dan istri.. gitu???? Krik-krik banget...", curhatku ke Bang Eko. Begitulah aku panggil dia, karena dia 2 tahun diatasku umurnya.
"Ya kalo kamu tanya aku, aku ya cuma bisa bilang gak usah diangkat. Kamu itu jadi orang kok selalu gak enakan, yang tegas dong. Udah aku bilangin berkali-kali lo, setiap hal gak harus kamu iya-in. Kalo emang bikin kamu sakit ya udah. Tolak aja dan selesai. Gak usah dibawa gak enak ati." tegasnya kemudian.
Emang bener sih apa yang dia bilang. Aku tu selalu melakukan hal-hal yang aku gak suka. Demi rasa gak enakan terutama ke teman.
"Iya aku tahu... (Penyakit kepanikanku mulai muncul). Tapi aku nanti kepikiran terus. Aku tu gak pernah lo gini ke mereka (temen-temen setongkronganku ini).
Disamping itu notif Video Call grup muncul. dan tetep aku cuekin dan tetep liat notif chat dari Bang Eko fokus utamaku.
"Ya udah, angkat aja nanti tinggal bilang. Selamat ya... Satya.. bla bla bla...".
Akhirnya kuputuskan untuk mendiamkan Video Call itu dan sempat aku matikan data internetku wkwkk. Gak ngerti lagi lah aku harus gimana. Panik auto pencet matikan data dan kelar.. Gak ada yang bisa hubungin aku.
Semenit, dua menit, tiga menit... Aku menunggu dan aku makin panik. Disisi lain harus stand by WhatsApp gak boleh offline karena harus nunggu kabar dari kakakku kalau mau dijemput tukangnya. Disisi lain pengen banget lanjut cerita ke Bang Eko. Tapi kalau diaktifin bakal dibombardir dengan telfonan dari si Budi.
Akhirnya aku pun memberanikan diri untuk segera mengaktifkan kembali data internetku. Dan wow ! Notif-notif WhatsApp bermunculan seketika aku kaget dan beneran masuklah chat dari kakakku.
"Na.. bilangin tukang! Siap-siap beberes. Mba dah mau otewe."kata kakakku.
"Okey". Balasku singkat.
Sementara itu ada notif lainnya termasuk dari Bang Eko. Si penasehat urusan pertengkaran gak jelas yang sedang berlangsung. Dan tentunya notif Video Call berkali-kali. Ku tinggalkan sebentar Hp ku dan aku fokus ke para tukang. Bantu-bantu sedikit juga mereka beberes. Dan mengobrol basa-basi ke pemilik kios.
Setelah dari basa-basiku, aku mencoba mendekati HP ku yang tergeletak. Ku intip ternyata baa...
Video Call muncul lagi. Mak deg, rasanya antara pengen ketawa dan meng-sedih. Harus gimana ini? Akhirnya aku chat mereka semua.
Pesan :
"Sory lagi di proyek, gak bisa angkat telpon. Ini mau lanjut balik dulu dan ujan. Salam aja buat Satya dan istri." Kataku ke mereka.
Kirim chat siaran : Budi, Raka, dan Dwi (udah include Mas Kurnia juga temen se geng yang jadi suami Dwi)
Norak plus gak mutu sih, aku akuin. Hahah.. tapi gimana ya, namanya juga panik. Aku tetep harus mempertahan alasanku yang gak bermutu ini dan menenangkan hatiku. HP langsung kumatikan datanya lagi dan kumasukkan ke tas. Dan gak lama kemudian kakaku datang menjemput.
Kami akhirnya pulang dan aku masih antara gak enak ati dan kepikiran terus soal drama Video Call itu. Disisi lain pengen banget lanjut curhat ke Bang Eko. Naik motor malam hari dan mulai rintik-rintik hujan sambil terus berpikir. Dan ahh sudahlah....
***
Oke guys.. segitu dulu ya. Lanjutannya besok. Aku udah mulai keram tangan hahaha. Plis kasih masukan ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Pas-Pasan
Teen FictionKalau kalian udah baca ceritaku yang judulnya "Diantara Lukaku", cerita yang ini sambungannya. Lebih menceritakan saat tokoh utama berada di usia dewasa. Dari cerita lucu, sedih, dan bahagianya tokoh utama dengan kehidupannya yang serba pas-pasan...