Siang yang cukup tenang di kelas X IPS 3, di mana waktu yang tersisa usai jam istirahat digunakan untuk bersantai. Seperti suasana kelas pada umumnya, murid perempuan akan berkumpul dengan gengnya. Membahas bermacam topik, atau sekadar berfoto ria. Sekolah ini melarang keras bagi siswinya untuk berdandan secara berlebihan.
Namun, tentu saja aturan ada untuk dilanggar. Gadis-gadis itu justru membawa alat make up lengkap, bahkan beberapa di antaranya sampai tidak bisa diketahui namanya. Sementara itu, murid laki-laki juga membentuk beberapa kelompok. Aaron berada di kelompok yang mana mereka menundukkan kepala dengan mata fokus pada layar ponsel. Ya, mereka bermain game.
"Gue juga mau main, dong," rengek bocah itu yang mulai bosan menjadi penonton.
Memang benar jika Aaron bergabung dengan kelompok para pecandu game. Namun, bocah itu sendiri tidak bisa bermain. Hanya sebagai penonton dari kelihaian kawan-kawannya. Tentu bukan berarti dia dikucilkan, hanya saja Aaron benar-benar payah dalam bermain.
"Han, gue pinjem hape lo, dong. Biar gue gantiin main," ujarnya lagi ketika tak kunjung mendapat respons.
"Jangan, Ron. Nanti gue kalah," sahut Hansa dengan mata tetap tertuju pada layar ponselnya.
"Pelit!" Aaron mendengkus kemudian berbalik dan kembali ke tempat duduknya.
Hansa memang selalu baik padanya, malah terlalu baik. Namun, satu hal yang membuat kepribadian cowok itu berubah menjadi menyebalkan. Yaitu ketika berhubungan dengan game. Hansa tidak akan membiarkan permainannya terganggu karena ada campur tangan dari Aaron.
Jika saja ponselnya tidak diawasi oleh Ardan, Aaron juga akan mengunduh game seperti yang Hansa mainkan. Namun, apa daya, Ardan akan selalu menghapusnya setiap tahu jika sang adik mengunduh aplikasi game di ponselnya. Alhasil Aaron hanya bisa pasrah dan mengemis tumpangan pada Hansa atau teman yang lain ketika ingin memainkan game.
"Aaron, Aaron!"
Gadis berhijab yang duduk di bangku paling depan barisan memanggil namanya. Berlari kecil, gadis itu mendekati Aaron kemudian memilih duduk di depan cowok itu.
"Lo udah nonton yang gue rekomendasiin kemarin, 'kan?" sergahnya begitu berhadapan dengan Aaron.
Wajah masam Aaron berubah cerah dalam seketika. "Udah, udah." Bocah itu mengangguk semangat.
"Tapi episodenya banyak banget, Fa. Udah kayak Oreo, ratusan. Gue marathon semaleman juga nggak bisa selesai. Nih, gue sampe punya kantung mata, padahal baru beres 35 episode," adunya sembari menunjukkan dua lingkaran hitam di bawah matanya.
Rifa terkekeh mendengar aduan itu. "Emang, belum lagi movie sama live action-nya, Ron. Karena gue sendiri juga belum selesai marathon," tuturnya kemudian.
"Lo juga, katanya genre komedi. Tapi gue nangis, tuh, pas lihat adegan kakek tua cari cinta pertamanya buat balikin tusuk konde atau apalah namanya. Meski agak ngakak, sih, pas ternyata cinta pertamanya itu ternyata si Nenek Otose. Tapi gue nangis pas kakeknya meninggal, hehe," papar Aaron menceritakan salah satu adegan dari anime yang ditontonnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUILTLESS [Under Revision]
Teen Fiction🔒𝐅𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚🔒 Teenfiction, Slice of life . Hanya kisah seorang remaja bernama Aaron Mahanta yang melihat bermacam warna melintas di hidupnya. Sering bersikap seenaknya, padahal tidak semua orang bisa memahaminya. "�...