Seperti apa definisi kebahagiaan menurut kalian? Mempunyai keluarga yang harmonis? teman yang selalu ada? Atau kekasih yang romantis?
Bagiku kebahagiaan dalam hidup ini hanyalah omong kosong. Kenapa Aku berkata demikian?
Itu karena Aku tidak pernah merasakan apa itu "kebahagiaan".
Hidupku selalu di landa kesengsaraan yang membuat Aku ingin mati setiap harinya.Dunia ini hanyalah tipu daya. Semua manusia yang terlihat bahagia hanyalah berpura-pura.
Ya begitulah dunia dimataku.
~~
"Sowon bangun nak. Jangan sampai terlambat kesekolah."
Suara lembut, juga pantulan cahaya dari jendela kamar membuatku bangkit dari tempat tidur yang masih sangat ku rindukan.
"Bangun nak, Ibu sudah membuatkanmu sarapan."
"Baik Bu." Jawabku.
Aku memaksakan tubuhku yang masih lelah beranjak dari tempat tidur ini.
~
"Makan yang lahap nak." Ibu memberiku semangkuk nasi hangat.
Nasi itu tampak sudah berubah warna. Tidak lagi berwarna putih, melainkan berwarna kuning dan mulai mengeras.
Lauk pauk yang terhidang tampaknya bukan masakan Ibu. Aku menatap Ibu dan Ibu dengan cepat memberitahu dari mana Lauk itu berasal.
"Ibunya Juan kemarin malam mampir, ia membawakan kita makanan."
sudah ku duga. Ucap Sowon didalam hati.
"Bisakah Ibu berhenti menerima sisa makanan dari orang lain? Kita tidak semiskin itu Bu."
"Sowon, jangan berkata seperti itu. Ibu Juan memberikan kita makanan bukan karena melihat kita sebagai orang yang miskin, tapi karena ia memang berniat baik." ucap Ibu dengan suara lembutnya.
"Yang ia berikan hanyalah makanan sisa Bu. Jangan terima apapun lagi darinya. Malam ini Aku akan menerima gaji dari hasil kerjaku. Ibu bisa menggunakan uang itu untuk berbelanja."
"Sttttttt...pelankan suaramu, jangan sampai Ayah mendengarnya." bisik Ibu.
"Mendengar apa?" Tiba-tiba Ayah datang dan duduk disampingku. Ia melihat ke arah meja makan dan mencoba satu sendok Lauk dari piring milik Ibu.
"SAMPAH MACAM APA INI?!" Ayah memuntahkan makanan yang ia kunyah. Ia mengambil piring makanan itu dan hendak melemparnya ke arah Ibu. Tapi Aku langsung menarik tangannya hingga membuat piring itu terjatuh dan pecah.
Pecahan piring itu sedikit melukai kaki Ayah. Ia tidak terima dan langsung mendorong tubuhku hingga Aku terjatuh dan terkena pecahan kaca.
"Lihat apa yang Kau lakukan, kakiku terluka karenamu! Kau tahu? Kau memang anak yang tidak berguna! Sama seperti Ibumu, ia tidak berguna sebagai istri. Kalian berdua merepotkanku setiap hari!" Ia terus berteriak ke arahku sembari mendorong kepalaku tanpa henti.
Aku hanya diam dan tidak menghiraukan apa yang Ayah lakukan juga katakan kepadaku. Kenapa? Karna ini terjadi hampir setiap hari.
Ibu membantuku berdiri dari lantai yang dingin ini.
"Ucapanmu sangat konyol." Ucap Ibu dengan suara yang sedikit berbisik.
Ayah yang mendengar ucapan Ibu pun menoleh.
"Apa katamu? Ulangi dihadapanku."
"Ku bilang ucapanmu sangat konyol! Aku dan Sowon merepotkanmu? Sejak kapan? Kau tidak pernah mengeluarkan uangmu sepeserpun. Jika Kau berhenti berjudi dan memberi uang untuk membeli bahan makanan, maka sampah ini tidak akan pernah terhidang dimeja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Smile Has Left Your Eyes | TAEIL | [ON GOING]
General FictionBerbanding terbalik dengan wajah dan senyuman yang sangat manis, Sowon {Park gyu young} menjalani kehidupan tak seperti anak seusianya. Terlahir miskin salah satu penyebab Sowon merasa bahwa dunia tak pernah terasa indah. Sowon tidak pernah tau apa...