“Is it my fault? Is it my wrong?
Hanya suaraku yang terdengar, tak ada jawaban”
[Zero O’clock-BTS]“Iya sebentar!” seruku agak kencang ketika menuruni anak tangga untuk menuju pintu yang diketuk tak sabar. Kuatur napasku sejenak sebelum membuka pintu rumah, menyambut seseorang yang kini berdiri dengan senyuman lebar miliknya.
“Bosen Ka, keluar yuk!” begitu kalimat pertama yang keluar ketika pintu rumah terbuka dengan sempurna.
Dengan dress putih berpadukan sepatu kets putih serta rambut panjangnya yang terurai, gadis di hadapanku memasang wajah memohon padaku yang menatapnya dengan ekspresi lelah. Dirinya tidak pernah bosan hadir di hadapanku setiap hari, seperti saat ini.
Apakah Ia tidak bosan melihat wajahku? Tapi bukan berarti aku bosan jika diajak olehnya, aku justru senang.
Tapi jika dipikir, apakah Ia tidak memiliki kesibukan lain?, bahkan kehidupannya jauh lebih baik daripada diriku sendiri sekarang.
Karena hal ini terjadi setiap hari, maka gadis di hadapanku tak perlu membutuhkan jawaban lagi, karena aku pasti setuju dengan ajakannya meskipun ekspresiku berbanding terbalik. Maka, tanpa membuang waktu lebih lama aku langsung keluar, menutup pintu tak lupa juga untuk memastikan pintunya terkunci rapat.
Dia mengajakku ke suatu tempat dimana semua orang dapat bersenang-senang tanpa memandang umur.
Hanya senyuman serta tawa lepas yang dapat di temui di tempat itu. Lampu berbagai warna, ornamen-ornamen yang menghiasi, serta wahana-wahana seru sudah menjadi identitas sebuah taman hiburan. Tempat favorit kami. Tempat kami melepaskan stres setelah dibuat lelah dengan dunia.“Gak biasanya kamu Ven ngajak aku kesini. Biasanya kalo aku ngajak buat main kesini kamunya nolak, bilangnya nanti aja terus.” Ujarku tanpa mengarahkan pandangan padanya. Kami terus berjalan memasuki area taman hiburan dengan minat luar biasa besar untuk menjelajahi seluruh isinya.
“Soalnya ini hari terakhir, Raka. Makanya aku ajak kamu kesini.”
Jawaban Vena membuatku meliriknya sekilas, sejenak otakku berpikir maksud dari ucapannya namun semuanya buyar ketika Ia menarik tanganku kuat lalu berlari menuju satu wahana, sky swinger. Saat kami menaikinya dan petugas mulai menjalankan wahananya, mataku terpaku pada wajah Vena yang seakan bebas tanpa beban.
Sungguh, ini pertama kalinya aku melihat raut wajah miliknya berekspresi sangat bebas. Bahkan hingga wahana mirip seperti ayunan yang membawa kami memutar hingga ke atas tak pernah merubah ekspresi Vena sekalipun hanya sepercik rasa takut karena wahana yang sewaktu-waktu berubah naik turun dan sukses mengocok kinerja otak saat itu.
Pandanganku sekalipun tak pernah beralih hingga sky swinger mulai turun perlahan-lahan bahkan hingga Vena menoleh dan mendapatiku melihatnya dengan cermat sedari tadi. Ia hanya membalasku dengan senyuman.
Kami menghabiskan waktu disana. Vena selalu menarikku kesana-kemari, mencoba berbagai wahana yang ada, dari komedi putar hingga roller coaster. Kami benar-benar menjelajahi semua isi taman hiburan kala itu.
Sampai sang matahari mulai lelah menemani kami dan berganti posisi dengan sang bulan. Vena menarikku ke arah roda raksasa yang tengah berputar dengan lampu kelap-kelip indah, si bianglala. Vena hendak menarikku untuk mencoba bianglala tersebut tapi kutahan.
“Udah malem, ayo istirahat dulu. Kita ngopi atau makan apa gitu, gimana?” tanyaku.
“Boleh, tapi disana ya?” ujarnya sambil menunjuk ke atas. Ke suatu kafe yang memiliki rooftop. Tentu saja aku menyetujui ajakannya. Dia berjalan mendahuluiku dengan langkah ringan.
![](https://img.wattpad.com/cover/304295234-288-k637030.jpg)