9. Lapisan Pertama Dirimu

982 179 20
                                    

"Yak, selamat menikmati."

Baik Adam, Ardhani, dan Bintang, menatap ragu semangkuk besar sayuran berwarna merah pekat yang dihidangkan Aofar di atas meja.

"Jangan dinilai cuma dari bentuknya, ya. Cobain dulu rasanya," ucap Aofar seraya meletakkan menu kedua.

Adam menunjuk menu kedua. "Makan nasi sama ini aja boleh nggak, Far?"

"Cobain dulu, Dam!" Aofar menyendokkan capcay buatannya di atas piring Adam. "Walaupun bentuknya nggak seestetik ayam lada hitam buatan Bintang, ini rasanya tetep enak."

Bintang tertawa kecil saat mengambil nasi. Di sampingnya, Ardhani hanya mengawasi laki-laki itu dengan ragu.

"Kamu dari mana, Tang?" tanya Ardhani pada akhirnya.

"Survey laporan warga di deket-deket sini. Dari tadi aku telponin kamu buat bilang kalau mau mampir. Eh, nggak ada respon."

"Tanggal merah gini masih kerja, Tang?" tanya Adam.

Aofar yang masih sibuk menyiapkan makanan Adam, menatap dua laki-laki di sana dengan bingung.

"Dadakan, Dam. Laporan ini cukup urgent."

"Kalian saling kenal?" Aofar menatap Adam dan Bintang bergantian.

"Kami pernah ketemu di nikahan temen kerja Ardha, Bang," jawab Bintang.

"Oh ..." Bintang mengangguk, lalu menatap adiknya. "Bintang ini temen apa, Dhan?"

Ardhani menyendokkan terlebih dulu suapan pertama sarapannya. "SMA," jawabnya singkat.

"Pantes aku nggak kenal kamu, Tang. Sorry buat pertemuan pertama kita malam itu, ya?"

Bintang mengibaskan tangannya pelan. "Santai aja, Bang. Kalau jadi Bang Aofar, mungkin saya juga bakal gitu."

"Lama juga kalian temenan, ya? Nggak pernah saling suka gitu?"

Reflek Ardhani menendang tulang kering abangnya.

"AW, DHAN! SAKIT!"

Tawa Bintang mengalun. "Siapa sih yang nggak akan suka sama Ardhani, Bang? Jutek-jutek gini, dia orangnya penyayang."

Ardhani tak bergerak sedikitpun mendengar Bintang berkata seperti itu.

"Eh, Tang. Nggak lihat apa dia nendang aku barusan? Penyayang apanya? Bar-bar dia, nih!" ucap Aofar seraya mengusap kakinya.

"Jadi kamu pernah suka Dhani, Tang?"

Suara berat Adam yang tiba-tiba ikut dalam obrolan, membuat Ardhani was-was seketika.

"Sampai sekarang pun juga suka, Dam." Senyum Bintang tak luntur sedikitpun dari tempatnya. "Kalau nggak suka ngapain aku betah temenan sama dia sampai sekarang?"

"Kalian mau es teh, nggak?"

Ketiga laki-laki di meja makan itu sontak memandang Ardhani yang berdiri.

"Mau aku bikinin es teh?" tanya Ardhani lagi dengan suara yang masih lantang.

"Boleh," sahut Aofar.

Ardhani beranjak dari kursi, dan berjalan menuju lemari es. "Aku bikinin bentar. Jangan keburu dihabisin makanannya!"

***

Tubuh Ardhani mendarat bebas di atas ranjang tidurnya. Untuk beberapa saat, ia hanya menutup mata seraya mengurai apa yang terjadi saat sarapan tadi.

"Bang Aofar sama Adam bener-bener ya mulutnya," gumam Ardhani kesal.

Ardhani meraih ponselnya yang ada nakas. Benar kata Bintang. Berkali-kali laki-laki itu meneleponnya, bahkan mengirimkan pesan untuk memberi kabar kedatangan.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang