20. Hembuskan Sepi, Merobek Hati

754 141 27
                                    

"Lidah kucing lima, nastar tujuh, putri salju delapan, sama kue semprit dua puluh."

Ardhani yang hendak menyuap, menurunkan sendok dan menatap Ratna penuh selidik. "Berapa orang yang pesan, Bu?" tanyanya.

"Enam, kok."

"Berapa?"

"Ibu komplek kanan kiri tiga, teman sekolah Ibu tiga."

"Berapa?" tanya Ardhani lagi dengan sabar.

Ratna menghela napas menyerah. "Sebelas," ucapnya lirih.

Hanya helaan napas berat yang keluar dari mulut Ardhani.

"Kamu nggak perlu bantu banyak-banyak, Dhan. Kan Ibu sudah ada yang bantu."

"Mbak Santi cuma bantu packing. Dari ngaduk adonan sampai ngoven kan Ibu sendiri."

Bibir Ratna nampak tertekuk.

"Dhani senang Ibu produktif lagi. Tapi lihat Ibu kecapean juga Dhani nggak tega." Ardhani berdiri dan meraih tasnya. "Di awal perjanjiannya orderan seminggu hanya tiga orang. Tiga bulan kemudian berubah empat. Dua bulan yang lalu nambah jadi enam. Kok bisa sekarang sebelas orang?"

"Ya berarti kue buatan Ibu laris manis."

Lagi-lagi Ardhani hanya bisa menghela napas menatap Ibunya yang tersenyum lebar.

Ratna meraih tangan Ardhani, lalu menggenggamnya hangat. "Lebih baik capek karena sesuatu yang Ibu suka daripada capek karena Ibu bosan, Dhan. Kalau kamu udah punya anak-anak yang udah dewasa kamu pasti ngerasain itu."

Raut wajah Ardhani seketika berubah iba.

"Udah sana berangkat kerja. Jangan lupa ambil bahan kue yang udah Ibu pesan di Toko Sembilan."

Dengan khidmat Ardhani mencium punggung tangan Ibunya. "Dhani berangkat. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati."

"Sering-sering istirahat kalau ada waktu, Bu."

"Iya."

"Ngantuk, capek, pusing, atau apapun itu buruan langsung istirahat."

"Iya, Dhani. Udah sana berangkat!"

***

Saat akan memasuki mobil, Ardhani melihat seorang perempuan tersenyum seraya berjalan memasuki halaman rumahnya.

"Udah mau berangkat kerja, Dhan?"

"Iya, Tante."

Perempuan itu kembali mengembangkan senyumnya. "Hati-hati, ya. Sekarang udah mulai masuk musim hujan. Jaga kesehatan biar nggak sakit. Kalau kamu mau, Tante bisa kirimkan jamu tiap kali Tante bikin."

Senyum Ardhani turut terukir. "Terima kasih, Tante. Jamu buatan Tante Resti selalu manjur buat Dhani."

Resti membelai lengan Ardhani. "Ibu kamu di dalam, kan?"

"Iya. Tante Resti langsung ke dapur aja."

"Ya udah. Kamu hati-hati kalau berangkat, Dhan."

Ardhani mengangguk dan memperhatikan Resti masuk ke dalam rumahnya.

Sekilas cuitan burung yang terdengar mengalihkan perhatian Ardhani ke langit biru yang dihiasi awan abu-abu tipis. Senyumnya merekah, mengetahui cuaca pagi ini yang tak seberapa terik, namun masih menghantarkan hangat lewat udara. Sepanjang perjalanan ke kantor nanti, ia berencana untuk memutar lagu yang bisa membangkitkan semangatnya.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang