You Deserve Better

97 11 0
                                    

Yoongi sudah sampai di depan pintu apartemen pria yang diam-diam ia cintai. Ia menekan angka pada kata sandi kunci pintunya kemudian masuk ke dalam apartemen itu. Melihat sekitar ruang tamu, Yoongi bisa melihat pecahan gelas, noda tumpah dari botol wine hingga bantal yang tidak teratur letaknya. Yoongi menggelengkan kepalanya kemudian menoleh ke arah suara isakan tangis yang ia dengar. Ia melihat pintu kamar Jimin yang sedikit terbuka lalu ia berjalan menghampirinya. Yoongi membuka pintu kamar Jimin dan bisa melihat Jimin duduk di bawah lantai sambil menangis memeluk lututnya. Jimin masih belum menyadari bahwa Yoongi sudah berdiri di hadapannya.

Yoongi ikut berlutut lalu tangannya menjulur untuk mengelus pucuk kepala Jimin. Jimin diam lalu mengangkat kepalanya melihat wajah Yoongi, Jimin kembali terisak sambil terus menerus mengucapkan kata maaf. Yoongi kemudian memajukan badannya untuk memeluk tubuh Jimin dengan erat.

“Kak, kenapa kesini? Bukannya ada meeting penting? Nanti kamu bisa telat kak—hiks,” Yoongi masih terdiam kemudian ia melepaskan pelukannya lalu mengusap air mata Jimin di pipinya. 

“Sssh. Sudah ada Hoseok yang mengatur semuanya. Kali ini apa lagi, Ji? Kamu mau sampai kapan seperti ini?” lirih memandang Jimin di depannya, Yoongi sungguh sangat geram. Terdapat tanda biru di bawah mata Jimin. Lagi-lagi Jimin hanya membalas pertanyaan Yoongi dengan senyumannya.

“Gapapa kok kak, ini cuma salah paham aja. Liam gak sengaja kok—“

“Gak sengaja kamu bilang? Ji—“

“Kak, cukup! Aku gapapa. Sekarang kakak mending berangkat sekarang ke agensi. Kak Hoseok pasti sudah menunggu kakak.” Yoongi memasang tampang masam kemudian ia berdiri meninggalkan Jimin yang kembali menangis. Jimin tidak tahu sudah berapa lama ia menangis. Setelah menitipkan sarapan kepada Hoseok dan izin untuk tidak mengikuti latihan hari ini, Jimin kembali ke apartemennya yang sudah berantakan akibat perbuatan Liam tadi malam.

Malam itu Liam pulang ke apartemen Jimin dalam keadaan mabuk lalu melampiaskan kekesalannya kepada Jimin karena orang tua Liam yang terus menerus menuntut dirinya agar segera menikah dan memiliki keturunan. Tentu saja Jimin tidak bisa memberikan hal itu kepada Liam. Liam jatuh cinta dengan Jimin begitu sebaliknya, hanya saja Liam tidak bisa mengontrol amarahnya dan selalu menjadikan Jimin sebagai sasaran empuknya. Ketika paginya Liam sadar, pria itu hanya kembali mengucapkan kata maaf atau pun tidak sengaja karena melakukan itu sambil mengatakan cinta berkali-kali. Lagi dan lagi, Jimin selalu memaafkannya.

Jimin kembali tertegun saat tangannya sudah di tarik agar ia berdiri. Yoongi membawa Jimin untuk duduk di ranjangnya. Tanpa sepatah kata pun, Yoongi membasuh serta membersihkan luka Jimin. Di dalam lubuk hati Yoongi masih merutuki perbuatan Liam. Jimin tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini. Kalian pasti berpikir, kenapa Yoongi tidak bertindak dan melaporkan Liam? Sudah pernah. Namun setelah itu, Jimin mendiami Yoongi cukup lama sampai Yoongi hampir gila. Ia pun berusaha untuk tidak ikut campur dalam urusan Jimin. Tetapi kapanpun Jimin butuh sandaran, Yoongi siap memberikannya.

“Hiss—- sakit, kak.” Yoongi tidak sengaja menekan sedikit luka Jimin di wajahnya. Yoongi lelah? Sedikit. Ia tidak bisa terus-terusan melihat visual Jimin yang seperti ini. 

“Maaf, aku gak sengaja.” 

“Kak, kamu marah?”

“Berkali-kali aku bakal bilang iya, apa kamu peduli?” Jimin menunduk tidak berani menjawab perkataan Yoongi. Yoongi menempelkan plester kuning bergambar anjing kesukaan Jimin setelah itu mencium keningnya.

“Sudah. Sekarang kamu istirahat. Aku akan membereskan kekacauan di ruang tamu kamu.” Yoongi berdiri namun ditahan oleh Jimin. Ia menoleh menunggu Jimin untuk berbicara.

“Kak. Please, stay.” Yoongi menghela nafas dan memejamkan matanya. Ia menaruh kotak P3K di atas meja nakas. Yoongi terlebih dahulu mempersilahkan Jimin untuk berbaring disusul olehnya yang terbaring disampingnya. Jimin mendekatkan tubuhnya ke dalam pelukan Yoongi, menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu. Yoongi merangkul Jimin semakin dekat kepadanya serta mengecup pucuk kepala Jimin.

“Kak,”

“Hmm?”

“Kak Yoongi bosan gak aku begini terus? Aku gak bisa jaga diri aku sendiri. Aku gak bisa ninggalin Liam, kak. Maafin aku.—-“ hati Yoongi sakit mendengarnya. Jimin memang benar-benar tidak bisa lepas dari Liam.

“Aku sudah sekuat tenaga agar kamu bisa lepas dari dia. Tapi kamu gak mau, Ji. Apa yang membuatmu seperti itu?”

“Aku cinta sama Liam. Aku sayang sama dia. Aku yakin dia bisa berubah lebih baik lagi.” kata itu cukup membuat Yoongi terdiam tanpa sepatah katapun terucap sampai pada akhirnya Jimin menelusuri dada Yoongi dengan jari-jari mungilnya. 

“Aku bisa dengar jantung kakak berdetak dengan cepat.” Yoongi berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak melakukan hal yang membuatnya menyesal. Ia mengambil tangan Jimin untuk ia genggam.

“Kak,”

“Iya?”

“Cerita apa aja yang buat pikiran aku tenang.” Yoongi terdiam sebentar mengingat seluruh memori yang telah ia dan Jimin lalui bersama. 

“Ji, kamu ingat? Waktu itu kita pulang sekolah bukannya disambut hangat sama kakak kamu tapi aku disiram satu ember olehnya.” Jimin tertawa pelan lalu mengangguk. Ya, ia ingat kejadian itu. Pada saat itu mereka berdua membolos sekolah  dan memutuskan untuk bermain di internet cafe sampai waktu jam pelajaran selesai. Ketika Yoongi mengantar Jimin pulang, kakaknya Jimin, Park Hyungsik marah besar karena tahu mereka berdua bolos. Mereka berdua mendapat hadiah siraman air satu ember oleh sang kakak.

“Iya, aku ingat banget. Terus, kak Yoongi langsung flu malam itu juga. Mama Min langsung marahin kakak aku padahal kita berdua yang salah.” Jimin kembali tertawa mengingatnya.

“Itu karena kamu dulu juga nakal. Aku ngikut kamu aja biar kamu gak kena masalah sendirian.” 

“Oh ya! Ingat gak kak, kak Yoongi dulu paling terkenal di sekolah. Bayangkan saja, ketika seorang Kim Namjoon yang pintarnya minta ampun itu menyatakan cintanya ke kakak. Eh, tapi kak Yoongi tolak.” Yoongi terkekeh pelan. 

“Dia terlalu pintar, Ji. Aku rasa, aku tidak sebanding dengan dia.”

“Bagaimana dengan Kim Seokjin? Ia tampan. Tapi kakak juga menolaknya. Aku heran, kak Yoongi sangat cuek sekali. Apakah ada alasan untuk itu?” 

Ya. Jimin. Kamu adalah alasan itu. Aku tidak bisa menerima siapa-siapa karena sepenuhnya hati aku sudah milik kamu. Meskipun kamu tidak bisa melihat itu.

“ Kak? Kenapa diam?”

“Tidak apa-apa. Suatu saat nanti akan aku kasih tahu alasannya ke kamu.” 

“Hmm, iya kak.” Yoongi menatap Jimin yang menguap. Tangannya mengelus kepala Jimin dengan lembut. Tak berselang lama Jimin tertidur, Yoongi tahu pasti bahwa pria yang dicintainya tidak mendapatkan tidur yang cukup kemarin malam. 

Melihat Jimin sudah pulas, Yoongi dengan perlahan melepaskan pagutannya dari Jimin kemudian Yoongi berdiri di samping ranjang lalu meraih selimut untuk menyelimuti Jimin.

“Sleep tight, precious.” Yoongi mengecup kening Jimin. Ia pun beranjak keluar dari kamar Jimin lalu menutup pintunya. Ia meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang untuk membersihkan apartemen Jimin.

YOONMIN - GHOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang