Bahagia sekaligus gugup, itu yang aku
rasakan saat ini. Bagaimana tidak aku dan Ayah saat ini sedang dalam perjalanan menjemput Ibu ke suatu tempat yang indah, itu yang Ayah katakan padaku."Ayah aku tidak sabar lagi bertemu Ibu" nada suara ku sedikit bergetar menahan rasa semangat yang sedari tadi membuncah. Aku duduk tidak tenang disamping Ayah yang tersenyum menggenggam jemari tanganku sambil mengemudi.
"Tidak lama lagi kita sampai" Ayah kembali fokus pada jalan raya.
Aku semakin tidak sabar setelah mendengar ucapan Ayah. Pandangan ku alihkan ke jendela mobil yang bergerak membelah jalanan yang lumayan sepi malam hari ini. Sebelah tangan ku yang tak digenggam Ayah mendekap erat buket bunga gardenia berukuran besar yang akan kami berikan pada Ibu saat sampai nanti. Sesekali hidung ku mengendus aroma manis yang menguar dari kelopak bunga berwarna putih kesukaan Ibu itu.
"Bagaimana bisa hari kelahiran ku dan hari pernikahan Ayah dan Ibu bertepatan? Sangat aneh"
Entahlah, pertanyaan itu meluncur dari mulutku tanpa aku minta. Otak kecilku berputar mencari jawaban atas pertanyaan ku sendiri.
"Benar. Takdir benar-benar aneh bukan? Sekaligus indah"
Kulihat Ayah menerawang. Mungkin pikiran nya terlempar jauh ke masa lalu, mengingat kembali masa-masa indah bersama istri tercinta nya.
"Ayah masih ingat di malam pernikahan kami yang kedua tahun, Ibu mu berjuang diruang persalinan mempertaruhkan nyawanya demi membawa putri kecil yang telah kami nanti lama kedatangannya ke dunia. Ayah menangis saat pertama kali mendengar tangisan anak Ayah. Ayah terharu, akhirnya Ayah bisa menjadi Ayah dan suami yang sebenarnya" sudut bibir Ayah tertarik keatas, sangat manis dan juga tampan di mata ku.
Ku tatap lama wajah Ayah dari samping. Perasaanku berkata aku harus menikmati wajah tampan dan senyum manis ayah sebelum penyesalan menghampiri. Aku melirik tangan ku yang masih setia Ayah genggam, terlihat sangat besar bila di sandingkan dengan tangan mungil ku.
Tiba-tiba saja hati ku tergerak untuk menggenggam tangan ayah. Buket bunga untuk Ibu aku letakkan di pangkuan ku, perlahan ku genggam sebelah tangan Ayah dengan kedua tangan ku, mencium nya sekilas lalu membawanya tepat di depan dada ku.
Aku yang tadinya bersemangat, menjadi lesu. Aku tidak tahu apa penyebabnya, yang aku tahu saat ini aku ingin terus bersama Ayah.
"Aina adalah pemberian tuhan yang paling Ayah syukuri. Aina dan Ibu adalah harta berharga bagi Ayah. Takdir mempersatukan kami dan karena takdir pula Aina ada di dunia ini. Bila nanti takdir berkata untuk memisahkan kita..."
"Ayah akan tetap selalu bersama Aina dan Ibu karena kalian adalah belahan jiwa dan bidadari Ayah. Kalian adalah dunia Ayah." setelah berhenti beberapa menit, Ayah melanjutkan kalimatnya. Dibalik raut wajah ayah yang masih tersenyum, aku bisa melihat kesedihan disana.
"Ayah tidak akan kemana-mana" hanya itu yang bisa keluar dari mulut ku.
"Takdir itu seperti misteri. Kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi setelahnya"
Mobil kembali sepi. Tidak ada yang berbicara lagi. Aku memikirkan bagaimana bahagianya kami sebentar lagi saat merayakan hari jadi ku dan hari pernikahan orangtuaku, dan Ayah sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Sayang ingat rencana kita ya" Ayah menatap ku sekilas lalu kembali menaruh perhatian pada jalan raya. "Katakan pada Ibu Ayah minta maaf dan sangat mencintainya, dia wanita tercantik dan terhebat yang pernah Ayah temui. Ayah harap kamu tidak melupakannya sayang"
"Ayah bisa mengatakannya sendiri"
"Tapi Ayah malu sayang. Bagaimana?? Ayah janji akan memberikan mu hadiah"
Mendengar kata hadiah yang begitu menggiurkan aku tanpa pikir panjang mengangguk menyanggupi permintaan Ayah.
"Tapi katakan dulu kalau Ayah mencintai ku" aku menatap Ayah penuh harap, dan Ayah semakin mengembangkan senyumnya.
"Tentu saja Ayah mencintai putri kecil Ayah" tangan Ayah yang tadi ku genggam menarik ku mendekat ke arahnya, lalu mencium lama pucuk kepala ku. Aku tersenyum kecil lalu mencuri ciuman di pipi Ayah. Ayah hanya melirik ku lalu terkekeh pelan.
"Sudah-sudah, putri kecil ini harus duduk manis agar kita cepat sampai"
Aku menuruti perkataan Ayah dengan duduk baik, dan kembali mendekap buket bunga. Senyuman ku tak luntur, aku bersyukur pada tuhan yang telah memberikan Ayah dan Ibu terbaik padaku. Entah apalagi yang harus ku lakukan untuk membuktikan besarnya rasa syukur ku pada tuhan. Aku mencintai dan menyayangi mereka, Ibu peri dan superhero ku. Mereka adalah cinta pertama ku.
Aku masih bersyukur dalam hati saat ku lihat dari kejauhan sebuah mobil bergerak tidak beraturan dengan kecepatan tinggi menghampiri kami.
"Ayah..." Suara ku bergetar.
Di samping ku Ayah membanting setir berusaha menghindari tabrakan.
Jantungku berdegup kencang tanpa ku minta, mata ku tutup erat menghindari apa yang selanjutnya terjadi, napas ku terasa berhenti saat itu juga saat ku rasakan sesuatu menghantam mobil kami.
Semuanya berjalan sangat cepat. Ku rasakan lengan kekar Ayah memeluk tubuh kecil ku. Wajah ku terasa lengket, bau anyir darah tak kunjung hilang dari indera penciuman ku. Bulir air mata ku merembes keluar bercampur darah saat ku dapati wajah Ayah ku yang tepat di atas wajah ku berlumuran darah. Kami terhimpit di badan mobil yang sudah penyok bagian depannya karena menabrak pohon. Bunga Gardenia yang berwarna putih bersih ternodai warna merah.
Aku berusaha membangun kan Ayah tapi usaha ku tak kunjung membuahkan hasil. Tangisanku semakin menjadi-jadi saat ku rasakan Ayah tak lagi bernafas.
Mata ku yang berlinang air mata bergulir menatap beberapa warga yang berkerumun di luar mobil berusaha mengeluarkan kami.
Jantungku berhenti berdetak saat ku dapati seorang pria tinggi tampan dengan badan menerawang memberikan senyuman khas yang begitu ku kenali berdiri diantara warga, memberiku senyuman terbaik sambil mengangguk-angguk pelan seakan memberiku dorongan dan semangat.
Pikiran ku berkecamuk. Aku kecewa akan takdir. Dan aku kehilangan kesadaran.
❒ Minggu, 13 Maret 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Surreptitious
Mistério / SuspenseAina Syakira, gadis remaja yang tiba-tiba saja dapat melihat mahluk tak kasat mata setelah mengalami kecelakaan yang menewaskan Ayahnya. Tumbuh dibayang-bayangi kematian sang Ayah membentuk karakter baru dalam diri Aina. Anak yang dulunya ceria kin...