"Semalam Alvin ngelamar aku..." ucap seseorang yang seketika menghentikan aktifitas yang terjadi di sekitarnya.
Keributan dan suara tawa yang sebelumnya memenuhi ruangan diganti dengan keheningan yang memendam banyak arti.
"Kalau kata gue yang ini kurang cocok deh sama lo soalnya —" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Sisca dan Feni mengalihkan pandangan mereka yang sebelumnya dari handphone milik Sisca ke seseorang yang baru saja memberitahukan berita cukup mengagetkan tadi.
Anin yang sedang asik menggunakan handphonenya melihat video lucu pun dengan cepat mengangkat kepalanya untuk melihat perempuan yang sedang menunduk malu menanti reaksi dari teman-temannya.
Setelah beberapa detik hanya terdiam dengan ekspresi kaget, ketiga orang tersebut akhirnya mengedipkan mata untuk menyadarkan diri mereka.
"Serius?" kata Feni memecahkan suasana. Matanya fokus melihat temannya yang masih menunduk malu. Anggukan kecil terlihat diberikan oleh orang tersebut.
Teriakan nyaring pun terdengar dari mereka, "Shaniiii!!!!!" teriak Sisca seraya berlari menuju Shani untuk memberi pelukan.
"Seneng banget! Selamat ya Shan!" kata Anin dan Feni berbarengan sambil ikut memeluk Shani.
Shani yang bahagia melihat reaksi teman-temannya pun membalas pelukan mereka. Dan di tengah kamar Shani itu lah terlihat 4 orang sahabat sedang berpelukan, air mata bahagia juga terlihat di antara mereka.
Sudah 8 tahun bersahabat, tidak mungkin mereka tidak ikut bahagia untuk Shani. Ditambah laki-laki yang kelak menjadi suami Shani adalah laki-laki terbaik yang mereka sendiri pun yakin dapat membahagiakan Shani.
Reaksi yang diberikan Anin, Sisca, dan Feni berbanding terbalik dengan reaksi yang diberikan oleh satu sahabatnya yang lain yang juga sedang ada di ruangan itu.
Gracia.
Gracia hanya menatap Shani dengan tatapan yang sulit diartikan oleh orang lain. Perasaan kaget yang ia rasakan tadi berganti dengan perasaan sakit yang luar biasa.
Harusnya ia ikut bahagia untuk Shani seperti ketiga sahabatnya itu kan? Pikirnya.
Ia harusnya ikut bahagia untuk Shani, ia mengkonfirmasi pikirannya.
Tetapi mengapa justru kesedihan yang ia rasakan saat ini? Kesedihan sangat mendalam hingga ia bisa merasakan panas di dadanya.
Bukannya ia tidak pernah berpikir ini akan terjadi padanya. Bukannya ia tidak pernah membayangkan sosok yang paling ia cintai akan bertemu cinta sejatinya kelak. Hanya saja ia tidak pernah berani untuk mempersiapkan dirinya untuk ini.
Ia terlalu takut membayangkan Shani akan bertemu jodohnya. Ia terlalu takut membayangkan hati Shani akan berlabuh di pilihan terakhirnya dan tidak akan berlayar lagi. Gracia terlalu takut sampai ia tidak menyadari rasa takutnya tidak membawanya kemanapun. Rasa takutnya membuat Gracia tidak menyadari bahwa cepat atau lambat ia harus merelakan Shani.
Gracia terlarut dalam kebingungan karena rasa sayang melebihi sahabat yang ia miliki untuk Shani. Bertahun-tahun Gracia mencoba melawan perasaannya itu tapi mengapa perasaannya menjadi lebih besar tiap harinya?
Bertahun-tahun? Gracia mencoba mengingat kapan tepatnya ia mulai menyayangi Shani.
Mungkin saat dari awal Shani lebih memilih Gracia dibanding yang lain. "Gracia terus Gracia terus, kali-kali kita dong Shan!" rengek Sisca suatu hari ketika Shani memilih menemani Gracia untuk menonton film terbaru di bioskop dibanding ikut Sisca, Feni, dan Anin ke pameran gallery. Shani hanya membalasnya dengan tawa sebelum bergegas pergi ke lapangan basket. Di sana ia melihat Gracia yang baru saja menyelesaikan kegiatan ekskulnya lalu menggandeng Gracia dengan tersenyum "yuk.."
Mungkin juga saat Gracia merasa sangat senang jika Shani menunjukkan perhatian lebih, "Kamu jangan telat makan terus gini dong Gre, sakit kan jadinya. Aku sedih kalau kamu sampai sakit gini." kata Shani waktu itu dengan tatapan sendu sambil mengelus pipinya.
Atau mungkin saat Shani mengucapkan ulang tahun pada Gracia di tahun 2015 silam dengan kalimat yang belum pernah Gracia terima dari siapa pun juga, "Selamat ulang tahun Gre!🤍 Aku seneng banget bisa kenal sama kamu. Aku mau sama kamu terus. Jangan pernah tinggalin aku ya? Aku sayang kamu Gre hehehe walaupun kamu kadang alay! :p"
Mungkin tiga kejadian itu, mungkin semua perlakuan Shani, atau mungkin "Shani" yang membuatnya jatuh hati.
Kebingungan Gracia berubah menjadi rasa takut saat suatu hari ia menyadari bahwa perasaannya tidak hanya sekedar mencintai sahabatnya.
Ia ingin memiliki Shani.
Ia ingin memiliki Shani dan melakukan layaknya sepasang kekasih. Ia ingin memeluk serta merasakan manisnya bibirnya Shani yang selama ini secara tidak sadar selalu ia perhatikan. Ia ingin mengatakan ke seluruh orang bahwa ia mencintai Shani dan Shani hanyalah untuk dirinya.
Gracia mendapati dirinya di suatu malam sedang menangis sambil mencerkam dadanya yang terasa sangat sakit, "aku sayang kamu Shani.. andai kamu tau perasaanku." lirihnya malam itu.
Ia menangis karena ia sadar penuh, keinginannya itu tidak akan pernah mungkin terjadi.
Pikirannya melambung ke beberapa tahun terakhir saat ia mulai mempertimbangkan untuk menyatakan cintanya. "kita sekarang sudah cukup dewasa, mungkin sekarang aku bisa kasihtau dia apa yang aku rasakan." pikirnya meyakinkan diri sendiri.
Jauh di dalam lubuk hatinya, Gracia menaruh harapan bahwa Shani merasakan hal yang sama. Untuk semua sentuhan, perhatian, dan kasih sayang yang Shani tunjukkan kepadanya, Gracia berharap Shani melakukannya karena ia merasakan hal yang sama.
Rasanya berbeda, jika Shani yang melakukannya rasanya berbeda. Shani juga tidak pernah melakukannya kepada orang lain.
Dengan kekuatan yang susah payah ia kumpulkan, untuk pertama kalinya Gracia mempercayai isi hatinya dan bertekad melakukan sesuai yang diperintah hatinya.
Semangatnya memudar saat suatu hari di kelas, dosen membuka diskusi mengenai cinta antara sesama jenis. Tidak banyak yang menolak namun tidak banyak juga yang menerima.
Sampai pada suatu ketika salah satu temannya memberikan pendapatnya dengan berkata, "mungkin perasaan mereka tidak salah, namun bagaimana pun juga mereka tidak akan pernah bersatu. Mereka tau mereka sebenarnya tidak punya akhir yang membahagiakan."
Gracia memindahkan pandangannya pada Shani yang terlihat memberikan ekspresi sulit dimengerti. Gracia menimang-menimang arti dari ekspresi tersebut sampai akhirnya ia melihat Shani mengangguk pada perkataan temannya itu.
Seketika hati Gracia hancur. Apa yang baru saja ia lihat seakan menjawab semua ketakutannya selama ini. Ia terpaksa memberikan senyumnya saat ia sadar Shani menatapnya. Shani pun ikut tersenyum.
Ternyata rasa sakit itu bukan rasa yang paling menyakitkan yang Gracia akan rasakan. Rasa sakit itu dikalahkan rasa sakit yang ia dapatkan ketika Shani memberitahunya bahwa ia baru saja menerima pernyataan cinta dari Alvin. Teman kuliah mereka yang sudah lama memperjuangkan Shani.
"Aku ikut senang Shani. Semoga kamu selalu bahagia ya sama dia." ucap Gracia seraya memberikan senyum terbaik yang ia bisa berikan untuk Shani dengan sisa-sisa tenaganya.
Shani mengangguk dan memeluk Gracia erat. Menenggelamkan raut wajahnya pada tengkuk leher Gracia, "aku sayang kamu Gre." katanya dengan suara yang sangat kecil, yang mungkin hanya hatinya yang bisa mendengar
KAMU SEDANG MEMBACA
pergi untuk kembali
RomanceKetika pilihan yang ada hanya lah untuk menyerah. Akankah usaha yang diberikan dapat mempengaruhi takdir yang sudah ditetapkan kepada mereka?