Alvin
Nama yang sudah sangat familiar untuk Gracia. Sahabatnya itu tidak sering menceritakan masalah percintaannya tetapi Gracia tau Alvin adalah orang yang baik.
Ia memutuskan niatnya untuk mencoba memperjuangkan Shani ketika ia lihat dengan keberadaan Alvin, Shani terlihat sangat bahagia.
Ingin sekali ia membenci laki-laki itu tapi tidak ada celah untuk rasa benci masuk di diri Gracia untuk Alvin.
Penyayang, penuh sabar, dan memberikan perhatian yang cukup untuk Shani. Sosok pasangan yang pantas untuk disandingkan dengan perempuan yang ia cintai dan ia harapkan untuk selalu bahagia.
Hari-hari setelah Alvin hadir di kehidupan Shani rasanya lebih melelahkan daripada hari sebelumnya. Gracia harus memberikan tenaga lebih untuk fokus ke pembelajaran di kelas. Melakukan pembicaraan dengan orang lain pun terasa berat.
Ia hanya ingin berbaring di kasurnya dan membiarkan pikirannya melayang-layang entah kemana. Tidak jarang sesi melarikan diri dari dunia itu berakhir dengan dirinya lagi-lagi menangis dan berusaha sekuat mungkin menahan sakit di hatinya.
Karena hatinya yang patah berkeping-keping itu juga yang membuat Gracia sering memilih untuk tidak menampakkan diri kepada orang lain. Ia merasa yang ia butuh saat ini hanya lah dirinya seorang.
Jumlah kehadirannya di perkuliahan yang mengkhawatirkan itu membuat Anin tidak bisa hanya diam dan memilih untuk ikut campur di permasalahan Gracia yang tidak diketahui oleh sahabatnya sekali pun.
Perkuliahan di Hari Jumat itu ditutup dengan Anin tergesa-gesa menghubungi Gracia yang lagi-lagi tidak hadir tanpa kabar.
"Kamu dimana? Aku ke rumah kamu habis ini." bunyi pesan yang diberikan Anin kepada sahabatnya yang memang suka keras kepala.
Sebelum ia sampai di pintu keluar gedung kampus, Anin berpapasan dengan Shani yang sedang bersama Alvin. Di sana Anin melihat pacar sahabatnya itu menaruh tangannya di pinggang Shani.
"Anin! Kamu liat Gracia ga hari ini?" tanya Shani sedikit kaget karena akhirnya ia bertemu dengan Anin. Sedikit menjauhkan dirinya dari Alvin, Shani berjalan menghampiri Anin untuk berdiri di depannya.
Anin coba memposisikan dirinya dan menghentikan langkah kakinya yang tadi buru-buru ingin pergi ke rumah Gracia.
"Ngga Shan, aku ga liat dia sama sekali hari ini." balasnya.
"Bukannya kalian ada kelas bareng hari ini?" tanya Shani bingung, mencoba mengingat jadwal Gracia. "Ya ngga sih? Iya kan? Seingetku bareng." tambahnya meyakinkan.
Anin mengangguk sambil memberikan ekspresi kesal, "harusnya bareng tapi dia ga masuk. Seminggu ini aku ga liat dia di kelas yang bareng aku."
Shani mendengus kecil sambil meraih ponselnya yang ada di tas. Menscroll layar nama yang ada di ponselnya dan menghela napasnya, belum ada balasan dari Gracia.
"Aku udah coba chat dia tiap hari, tapi ga pernah dibales. Dibaca juga ngga." kata perempuan berbadan jenjang itu sambil masih meliat layar ponselnya, menampakkan ekspresi sedih.
Anin yang melihat pun kaget, karena ia pikir paling tidak Gracia akan mengabari Shani perihal absennya ini.
Belum pernah ia saksikan sebelumnya di mana Shani tidak tau keberadaan atau kabar Gracia dan sebaliknya. Apakah ada masalah di antara mereka berdua? Tapi Shani terlihat seperti teman yang sedang khawatir dan tidak tau apa-apa dibanding orang yang sedang berantem dengan temannya.
Apakah aku coba tanya ke Shani aja ya? Tanya Anin dalam hati.
"Berarti kamu ga tau Gracia kenapa?" Anin bertanya, coba menggali informasi dari Shani.
KAMU SEDANG MEMBACA
pergi untuk kembali
RomanceKetika pilihan yang ada hanya lah untuk menyerah. Akankah usaha yang diberikan dapat mempengaruhi takdir yang sudah ditetapkan kepada mereka?