Hari itu hari Sabtu. Gracia memutuskan untuk kembali ke realitanya dan berusaha melawan rasa sedih yang sudah seminggu lebih ini melanda dirinya.
Dibanding hari kemarin, ia terbangun lebih pagi. Badannya seakan menyuruhnya untuk lebih semangat memulai hari.
Ia bangun dari posisi tidurnya dan berhenti sejenak dalam posisi duduk. Melihat sekeliling kamarnya dan menghela napasnya. Benar kata Anin, kamarnya seperti kapal pecah.
"Beres-beres deh." katanya sambil berjalan menuju meja dan mengambil botol minum warna ungu kesayangannya yang berisi air putih dan menenggak habis isinya.
Ia memulai dengan menaruh barang-barang yang tergeletak tak beraturan di lantai ke tempat semula.
"Sejak kapan baju ini ada di luar?" tanya nya kepada diri sendiri setelah melihat baju renangnya yang ada di lantai.
Mengambil baju dari lemari saja menyebalkan baginya sampai-sampai baju yang tak seharusnya terlihat jadi ada di luar lemari. Dan ia sendiri tidak sadar melakukannya.
Patah hati memang membuat kita bodoh ya.
Ia tertawa menyadari kelakuannya sendiri. Tidak heran Anin sampai kaget, tidak biasanya ia tidak rapi seperti ini.
Selanjutnya ia berpindah ke tempat tidurnya yang sudah satu minggu tidak pernah dirapikan. Selalu dalam posisinya saat ini; berantakan.
Gracia lalu menarik selimutnya dan menaruhnya di bangku. Menarik semua sisi sprei tempat tidurnya lalu membersihkan permukaannya yang penuh kotoran debu dan makanan. Selanjutnya ia menata bantal-bantalnya dan menaruh selimutnya di sisi bawah kasur setelah melipatnya.
Ia menghela napasnya sejenak melihat kamarnya yang sudah mulai terlihat ramah di mata.
Berjalan menuju jendela, ia menyibakkan hordengnya yang kemudian menampakkan cahaya dari matahari yang ternyata sudah tinggi bersinar.
Gracia menarik napasnya dalam lalu dengan pelan ia keluarkan. Ia lakukan itu beberapa kali sambil memejamkan matanya. Perasaan tenang yang akhir-akhir ini sulit ia dapatkan.
Ia melirik jam yang ada di sampingnya dan mendapati waktu sudah jatuh di pukul 9.30 pagi. Pantas saja sinar mataharinya masih dapat dinikmati.
Ia kembali mentap keluar jendela, dengan angan melihat kupi-kupu yang dilihatnya dengan Anin kemarin.
Saat ia mencoba mengarahkan pandangannya mencari kupu-kupu itu, suara ketukan terdengar dari luar pintu kamarnya.
Paling mama.
"Masuk aja, ga dikunci ko–" katanya mencoba menyuruh si tamu untuk masuk.
Namun belum selesai ia melengkapi kalimatnya ia mendengar suara pintu terbuka dan langkah kaki yang mendekat.
Belum sempat Gracia membalikkan badan untuk melihat orang tersebut, ia merasakan badan yang menempel di belakangnya. Saat ia melihat ke arah perutnya, terlihat 2 tangan yang memeluknya erat.
2 tangan yang sangat Gracia kenal. Pelukan yang sangat Gracia hapal kehangatannya.
"Shani?" ia bertanya dengan nada kaget serta mencoba melepaskan pelukannya dengan niat melihat Shani.
Orang yang dimaksudnya hanya berdeham dan mempererat pelukannya, menyenderkan kepalanya di tengkuk leher Gracia.
"Gree." katanya dengan suara lemah, "kamu kemana aja sih."
Gracia yang merasakannya hanya bisa terdiam lemah. Jantungnya kembali berdetak cepat.
"Aku di sini aja." jawabnya dengan suara yang sama pelannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
pergi untuk kembali
RomanceKetika pilihan yang ada hanya lah untuk menyerah. Akankah usaha yang diberikan dapat mempengaruhi takdir yang sudah ditetapkan kepada mereka?