•CHAPTER 1•

84 1 0
                                    

          "You know, you have to control it."

          "Yea i know, I already control it. Every moves that'd you see, Is under my control."

          Bola mata coklatnya bergerak mengikuti gerakan tangan anak perempuan yang berusia 14 tahun dihadapannya.

          "Kita cuma berdua disini,jangan banyak tingkah."

           Anak perempuan tersebut mendengus, ini bukan pertama kali ia mendengarnya.
"Ya,ya,ya. Sana cepet berangkat, nanti pulangnya kita main congklak."

         "G." Balasnya sambil berbalik badan dan melangkah keluar rumah. Malas jika sudah meladeni adiknya yang gila congklak.

~~~~~~~~><~~~~~~~~

          Suara kendaraan memasuki gerbang sekolah bersahut-sahutan, parkiran murid perlahan diisi oleh motor dan mobil. Murid dengan kendaraan bermobil biasanya didominasi oleh kalangan menengah keatas, ada juga yang membawa motor sport yang menjadi lambang kegagahannya sebagai laki-laki. Jangan lupakan pula motor manual dan Matic menghiasi parkiran.


            Jam menunjukkan pukul 6.50 pagi, bel sekolah sudah dibunyikan. Masih ada 10 menit lagi sebelum gerbang di tutup.

           Jangan tanya seberapa cepat bel SMA 14 berbunyi, yang pasti selalu lebih dulu daripada sekolah lain. Sekolah dengan jam disiplin memang kurang mengenakan bagi murid yang teladan (telat datang,pulang duluan) seperti gadis berambut hitam gelap yang sedang tergesa mengendarai sepatu rodanya. Ya, sepatu roda.

           Kalau mobil dan motor sport menandakan murid kalangan menengah keatas, motor matic manual bagi murid menengah kebawah, kalau sepatu roda untuk murid kelas mendelep kebawah.

           Sweetara Xanadu, perempuan berseragam putih abu-abu dengan rok selutut sedang berlari ngesot dengan sepatu rodanya. Sudah mulai memasuki kawasan sekolah yang ramai dan padat karna gerbang sekolah telah ditarik oleh satpam.

           Dirinya sudah terbiasa berangkat sekolah dengan sepatu roda, rambutnya bergerak tak karuan akibat kencangnya ia melaju. Dasinya yang sudah diikat segitiga dikerah bajunya pun menjuntai kebelakang melewati lehernya, sedikit berkibar namun terlihat agak berat.

          Meski begitu, tetap saja ada rasa gelisah dihati takut menabrak guru. Kalau nabrak murid sih bodoamat, pikirnya.

         "Nggir ora minggir tabrak."
Teriaknya saat sudah memasuki area kelas 11.

         Kakinya mengerem saat akan berbelok masuk ke kelas, dengan cepat ia segera mengganti sepatu rodanya dengan sepatu sekolah yang selalu ditinggal dirak kelas.

          Pagi hari yang cerah, tadinya suasana sangat mendukung mood untuk menjadi lebih baik. Tapi ada beberapa murid yang kesal karna tersenggol dan mendengar teriakan Tara. Sangat mengganggu, pikir mereka.

          Bukan hal baru mendengar teriakan Tara, siswi kelas 11 ips 2 tersebut memang bukan murid nakal atau biang kerusuhan. Dia cukup disegani dikalangan murid karna sifatnya yang gampang berubah, sedetik marah lalu selanjutnya tertawa. Lebih banyak aksi tertawanya daripada marah, tipikal orang yang tidak mudah terpancing. Dikaruniai otak yang lumayan cemerlang dan fisik yang mumpuni membantunya memudahkan dirinya bersaing dengan murid dari kalangan menengah atas. Bukan hanya itu, Tara juga dikenal sebagai individu yang sangat anti ikut campur. Dan membuatnya tidak mempunyai teman dekat atau sahabat.

          Mungkin ada, hanya sebatas teman kenal bukan akrab. Perempuan dengan sneakers hitam itu lebih sering terlihat menyendiri dibanding bergerombol seperti siswi kebanyakan, bahkan ia suka mengelilingi sekolah sendirian.

FIRSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang