Bab 15

6.9K 175 7
                                    

"Jadi maksudmu, kami pihak kepolisian harus kembali menyelidiki kasus Jake karena pelaku sesungguhnya belum tertangkap?"

"Ya."

"Begini, apa untungnya, tersangka itu mengaku sebagai pembunuh temanmu itu?"

"Tidak tahu. Memangnya Bapak tidak bisa bertanya kepada pelaku."

"Bertanya bagaimana? Bilang kepadanya, arwah korban mendatangi saya dan berkata kalau dia bukan pelaku sebenarnya? Kamu mau saya dianggap gila?"

***

Disaat menidurkan Rayi, Neysa kepikiran tentang ucapan Jake kemarin. Setelah Rayi tidur nyenyak, Neysa turun dari tempat tidur dengan perlahan. Gadis itu menuju sisi lemari.

Satu persatu ia membuka lemari yang ada. Sebisa mungkin, Neysa tidak membuat suara agar Rayi tidak bangun . Walau telah mencari ke sana-ke mari, Neysa masih tidak bisa menemukan apa yang dicarinya.

"Di mana Jake melihatnya, ya?" Jika saja Jake ada di sini, hantu lelaki itu pasti memberitahunya letak buku tersebut.

Pantang menyerah, Neysa pun ke sisi lemari satunya. Namun, disaat ia hendak membuka lemari tersebut. Tiba-tiba saja, pintu kamar terbuka. saking asyiknya mencari, ia tidak sadar jika seseorang telah menekan hendel pintu.

"Mau cari apa?" tanya Arjuna yang menangkap basah Neysa.

Neysa menoleh. Ia memberikan senyuman tipis pada Arjuna. "Ini, Pak, mau cari baju buat Rayi."

Dengan wajah sinis, Arjuna mendekati Neysa. "Bukankah biasanya kamu mengambil baju Rayi, dari sini." Tunjuk lelaki itu pada lemari kecil di samping lemari bajunya.

Neysa tersenyum kikuk. "Iya, Pak, saya lupa."

Arjuna menggeleng kecil. "Kamu mencurigai saya?"

Neysa memasang mimik wajah panik. "Eh, tidak, Pak. Memangnya kenapa saya harus curiga?"

Arjuna, tampak malas melanjutkan persoalan ini. "Ya sudah, sekarang, kamu buatkan saya kopi."

"Ba-baik, Pak. Gulanya satu sendok setengah, bukan."

"Hem."

Neysa buru-buru, berjalan keluar dari kamar Arjuna. Sambil melangkah, ia memukul-mukul dahinya pelan. "Bodoh."

Arjuna duduk di meja makan, menunggu kopi pesanannya selesai dibuat. Tidak sampai lima menit, kopinya pun selesai. Disaat Neysa pamit, ke kamarnya, Arjuna menahan gadis itu.

"Duduk dulu, Ney." Neysa menurut. Gadis itu duduk di depan Arjuna. "Saya memiliki kenalan seorang pengacara, jika mau kamu bisa melaporkan bibimu ke polisi."

Beberapa hari yang lalu, Neysa pernah bercerita, sekaligus meminta solusi, atas penipuan yang telah dilakukan bibi dan pengacara mendiang ayahnya.

Neysa mendesah. "Saya tidak punya uang untuk membayar pengacara kenalan Bapak itu."

"Jangan pusingkan masalah itu, saya yang akan membayar pengacara itu."

Neysa cukup terkejut dengan ucapan Arjuna. "Tapi, Pak ...."

"Jangan menolak, saya tulus ingin membantumu."

***

Ketika Neysa tengah menonton televisi, Jake tiba-tiba duduk di sebelah Neysa. Hal tersebut sontak membuat Neysa terkejut.

Neysa memukul pundak Jake. "Astaga, Jake, kau menganggetkanku saja."

"Harusnya kamu tidak perlu terkejut, aku 'kan sudah sering begini," jawab Jake.

Neysa mendesis kesal karena Jake sama sekali tidak merasa bersalah. Cukup lama, akhirnya gadis itu teringat akan Arjuna yang ingin membantunya.

"Hey, Jake, kamu tahu tidak, Juna mau mengenalkan sekaligus membayarkan pengacara untukku," kata Neysa ceria.

Jake menaikkan sebelah alisnya. "Juna?"

"Arjuna," ralat Neysa.

Jake terperangah mendengarnya. "Kalian sekarang cukup akrab, ya. Kau pasti tidak pernah merasa kesepian, walau aku jarang sekali ke mari?" tanyanya menyindir.

Neysa berdecak. "Bukan begitu, aku merasa kesepian, kok."

"Lantas, kenapa tidak pernah mencariku?"

"Mencari ke mana? Ke kebun pakis itu? Kamu tahu sendiri, aku seorang pengasuh sekarang, kalau aku pergi ke kebun pakis, Rayi sama siapa?" Neysa menghela napas. "Lagi pula kenapa kamu tidak tinggal di sini saja, sama aku."

"Bukankah sudah kubilang, kalau aku tidak suka berada di sini."

"Kamu lebih tidak suka mana, tinggal di sini, atau aku yang akrab dengan Juna?"

Jake menggeleng. "Aku lebih tidak suka kalau kamu lebih akrab dengan Arjuna."

"Jadi artinya, kamu harus tinggal di sini bersamaku." Neysa tersenyum senang.

Cukup lama diam, akhirnya Jake membuka suara. "Baiklah aku akan tinggal di sini bersama kamu, tetapi jangan pernah memanggil Arjuna dengan Juna. Dan, jangan mencoba akrab dengannya."

"Siap bos Jake yang tampan."

Jika Jake masih seorang manusia, mungkin kedua pipinya, telah merona merah saat ini.

"Kamu bilang apa tadi? Arjuna mau membantumu, bukan?" tanya Jake yang teringat akan ucapan Neysa.

"Iya, jadi dia ingin mengenalkan aku sama pengacara. Dan, lebih kerennya lagi, dia mau membayarkan pengacara tersebut," kata Neysa berapi-api.

Jake mengerutkan keningnya. "Kenapa dia sangat baik padamu? Apa dia memiliki maksud tertentu?"

Senyum dibibir Neysa menghilang. Sedetik kemudian, ia terkekeh sumbang. "Oh, hey, ayolah, mungkin saja, pada dasarnya Arjuna memang orang yang baik." Gadis itu mendesis. "Kemarin, aku mencari buku besar milik Arjuna, tetapi aku tidak menemukannya. Apa kamu bisa beritahu di mana buku itu?"

Jake mengangguk. "Tentu saja."

Neysa berada di belakang Jake yang berjalan terlebih dahulu menuju kamar Arjuna. Sampai di kamar tersebut, Jake kemudian menuju sebuah rak buku. Jake menyuruh Neysa mendorong lemari tersebut ke depan.

Rupanya, rak buku tersebut, adalah pintu masuk menuju ruangan tersembunyi. Setelahnya, Jake berjalan menuju rak yang terisi beberapa buku, ia mencari dengan teliti, buku catatan yang dimaksudnya.

Setelah menemukan buku besar yang dimaksud, Jake langsung mengambilnya.

Setelah menemukan halaman yang dimaksudnya, Jake lantas menunjukkannya pada Neysa. "Lihat ini, Ney."

Di bawah potongan koran yang memuat penemuan mayat Jake dan Lila, tertera nama Neysa. Jake menunjuk sebuah titik yang diakhiri tanda tanya, kemudian ada anak panah yang mengarah pada nama Neysa.

"Ini yang membuat janggal, kira-kira maksudnya apa?" Jake kemudian menunjuk tanggal yang ditulis Arjuna pada halaman tersebut. "Dan, lihat ini, sepertinya dia membuatnya, belum lama ini?"

Neysa mengangguk kecil. "Apa kita tanyakan langsung saja pada Pak Arjuna?"

Geram dengan ucapan Neysa, Jake lantas menjentik kening gadis itu. "Bodoh! Bagaimana kalau misalnya Arjuna terlibat, hah?" Dengan wajah cemberut Neysa menggosok-gosok, keningnya yang dijentik Jake.

Di waktu yang bersamaan.

Arjuna yang hendak mengambil buku catatannya turun dari mobil. Setelah masuk ke rumah, ia langsung menuju kamarnya. Sampai dikamarnya, ia melangkah menuju, rak buku.

The Truth (Bantu Aku Menemukan Kebenaran)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang