EMPAT

71 9 21
                                    

Kepalaku berdentum-dentum setelah dimuntahkan monster permen gummy yang sebenarnya tidak seperti permen gummy. Lebih mirip bekas permen karet yang ditempelkan di bawah meja belajar sekolah, selama satu dekade.

Aku menghirup napas dengan bersusah payah, ketika Hueningkai membantuku bangkit saat itu. Surai coklat kelabuku menangkap sesuatu yang bergerak di atas stadion, aku tidak dapat mengontrol apa yang kurasakan namun aku yakin saat itu aku menyeringai.  Seringaian yang terlihat agak kurang waras kini dipahat lekat di wajahku yang berkeringat dan lengket.

Aku kemudian mengumpulkan tenaga, mengulurkan tangan ke atas dan membuat pusaran angin yang luar biasa. Sebuah rapalan berdentum-dentum di kepalaku, rapalan yang diajarkan Ayah dan Ibu.

Saat dimana Taehyun menyadari aku sedang merapal, ia segera panik dan berpaling ke arahku ia berteriak berusaha memberitahu abang-abang yang lain cemas. "Beomgyu mengeluarkan kekuatannya.."

Area stadion sesegera mungkin mencekam dan lampunya meredup, mengerjap beberapa kali. Biji mataku yang tadinya berwarna coklat kelabu saat itu tenggelam dalam bola mata putihku.

Mataku melotot dan berwarna putih utuh, mengeluarkan bercahaya. Tubuhku perlahan melayang, dan sesegera mungkin mengaum membuat setiap penonton terkejut termasuk juri yang berada di panggung. Aku seperti dirasuki, karena rapalan yang aku keluarkan sebenarnya memang tak akan terkendali di bawah emosi yang tidak stabil.

Seorang juri pria tua kerdil berdasi kupu-kupu dengan jubah hitam besarnya berteriak dengan ngeri, "dia.. punya kekuatan ancaman!"

Semua mata tertuju pada tubuhku yang saat itu mulai melayang dan bercahaya. Mereka tertegun kagum sebelum terlonjak dengan dentuman dari tekanan tubuhku yang naik menuju atap stadion, kecepatan tidak terduga dan bahkan tidak dapat diikuti gerak mata.

Aku adalah bom waktu, dan Abang-abangku tahu.. suatu hari nanti aku akan meledak seperti ramalan takdir.

Belum setedik, aku sudah berada di salah satu tiang penyangga stadion, badanku berkobar dengan api biru yang merambat ke seluruh bagian tubuh. Satu tanganku mencekik seseorang yang berdiri tak berdaya di atas tiang penyangga.

Semuanya terkejut saat menyadari wujudku yang berubah, keempat orang saudaraku pun tak kalah terkejut bahwa ada seseorang di atas sana yang dalam hitungan detik pasti akan menjadi korbanku.

"Apa yang terjadi?" semua orang bertanya tanya, namun tanpa mereka sadari tanganku semakin mencekik sosok berjubah di atas sana. Cekikanku semakin kuat, dan semakin menyiksa.

Tanpa ada yang menyadari, Tuan Shim membuka jubah besarnya, melompat dari panggung juri kemudian terbang dengan sebuah benda asing di mulutnya. Benda panjang runcing itu membidik ke arahku, kemudian ditiup dua kali tepat pada sasarannya.

Badanku yang berkobar tergelak, api di tubuhku perlahan meredup. Tubuhku yang penuh amarah, sempoyongan di atas besi di langit-langit stadion sebelum jatuh ke bawah.

Tubuhku terhempas jatuh dengan kasar, dan terbangun seketika. Badanku berkeringat pandangannya samar, dan badanku benar-benar dibuat remuk. aku melihat langit-langit besi berdenyar, dan berubah menjadi sesuatu yang tidak asing di mataku.

Langit-langit itu, langit-langit yang sering aku lihat setiap pagi. Aku.. ada di kamarku? Aku terbangun dari tempat tidur, menghirup udara dengan rakus, rasanya seperti seluruh napasku telah diambil selama beberapa jam.

Kepalaku terasa pening, dan keringat dingin bergerak turun dari pelipis. Aku bertanya-tanya, "Apa tadi bermimpi buruk?"

Pintu kamar terbuka, Papa yang usianya kini menginjak awal lima puluh muncul dengan kemeja dan vest rajut berwarna merah. Ia masuk membawakan sebuah nampan dengan semangkuk bubur dan air putih di gelas kaca tinggi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

We Flowing the Witchers • TXT AU ( Tomorrow By Together )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang