5.

1 0 0
                                    

"Dasar perempuan gatau diri! Sudah mending aku kasih tumpangan dirumah ini!"laki-laki paruh baya itu sangat marah ia membanting vas serta piring. Semuanya berserakan dilantai. Melisa hanya bisa menangis sambil mendekap tumbuhnya. Ia jujur sudah tak kuat menghadapi sikap suaminnya yang begitu kasar dan kejam. Akhirnya ia berdiri mencoba melawan suaminya walaupun ia tahu ia tak akan bisa melawan suaminya.

"Kamu yang gatau diri mas! Apa kamu lupa ini rumah warisan orang tua ku"ucapnya sambil menunjuk suaminnya. Amarahnya kali ini sudah tidak bisa ia tahan.

"Kamu bawa jalang itu kedalam rumah ini dan kamu dengan seenaknya bermesra-mesraan sama dia."

"Plak"satu tamparan melayang diwajah mulus Melisa. Pipinya kini berdarah. Sakit, namun lebih sakit hatinya karna dikhianati suaminnya.

"Lebih baik kamu pergi dari sini dan bawa anak yang suka melawan itu." Ia mendorong tubuh Melisa sampai terjatuh dilantai.

"Mamah"

Rajen keluar dari tempat persembunyiannya ia memeluk mamah nya dan menguatkannya.

"Mamah gapapa?"tanya nya lembut seraya mengusap pipi mamah nya yang berdarah.

"Gapapa"Melisa tersenyum kecut. Walaupun ia sedang terluka tapi ia tak mau rajen juga ikut merasakan apa yang dia rasakan.

"Kamu sekarang ke kamar ya beresin baju baju kamu"

"Kita mau kemana ma?"

"Mau kerumah opah"

"Emang kenapa kita kerumah opah ma?"

"Nanti mama kasih tau ya, rajen sekarang beresin baju baju rajen ya"

"Iya ma"

"Aku akan pergi bersama rajen dan menyerahkan sertifikat rumah ini kepadamu"

"Melisa Melisa kenapa ga dari dulu sih? Tapi gapapa sih yang penting aku bisa menguasai istana mu ini yang sebentar lagi akan menjadi istana ku."

Melisa mencoba untuk berdiri ia harus mengemasi barang-barangnya dan segera pindah dari tempat ini. Tempat yang semula menjadi tempat sumber kebahagiaannya kini menjadi saksi penderitaannya. Tempat yang penuh kenangan kini harus ia tinggalkan dan ia berikan  kepada suaminya.

Sebelum Melisa berjalan lebih jauh dari Bagas, Bagas berbicara sesuatu yang membuat Melisa menambah sakit.

"Aku juga akan menalakmu secepatnya"

Melisa tak menggubris omongan Bagas. Hatinya memang sakit sekali tapi ia rasa jika ia berpisah dengan Bagas hidupnya akan tenang seperti dahulu.

Melisa dan rajen meninggalkan istana megah mereka yang penuh banyak kenangan ini. Karna sebentar lagi istana ini akan mengganti nama menjadi milik Bagas.

Rajen yang masih berusia 3 tahun belum mengerti apa maksud semua ini. Melisa selama perjalanan hanya menangis mengadap jendela mobil. Rajen mengusap punggung Melisa, menguatkannya. Melisa tahu yang ia butuhkan kali ini hanya rajen, rajen yang selalu memberikan semangat untuknya. Lalu Melisa memeluk rajen ia mengusap lembut rambut anaknya.
***
"Kejadian saat ia berumur 3 tahun kembali teringat lagi, kejadian itu memenuhi isi kepalanya"

"Bangsat!"rajen memukul mejanya dengan sangat keras, kini semua mata tertuju padanya.

"Rajendra apa kamu tidak memperhatikan saya tadi didepan"Bu Sasi,guru berbadan bulat itu kini menatap rajen sinis. Ia sudah mengeluarkan senjata ancamannya yakni penggaris dari kayu yang bila terkena, badan akan menjadi merah.

"Rajendra jawab saya jangan diam!"

"Iya Bu"

"Jelaskan kembali apa yang tadi saya terangkan"

"Gatau Bu"balasnya acuh.

"Benar benar kamu ini ya. Mau jadi apa kamu besar nanti!"

"Plak"
Penggaris kayu itu mengenai tubuh rajen lagi. Sudah dipastikan bila nanti badannya memar.

"Sekarang kamu keruang BK menghadap pa Susanto"

Rajen dengan malas malas keluar kelas. Rasanya ia malas sekali bila berurusan dengan bapa bapa kumisan itu. Saat ia baru membuka pintu ruang BK, ia mendengar pa Susanto sedang memarahi murid lain.

"Kamu kalau mau jadi cabe-cabean jangan disekolah."

"Pak ini itu lagi trend pak. Sekolah ini aja yang peraturannya kuno. Lagi masa make rok span aja gaboleh"

"Kalau kamu tidak suka dengan peraturan sekolah ini, kamu bisa keluar dari sekolah ini."

"Ok nanti saya akan cari sekolah terbaik lebih baik dari sekolah ini dan yang peraturan sekolahnya engga kaya sekolah ini."

Karna malas berdebat lagi dengan pak Susanto, angel memutuskan untuk keluar dari ruangan BK. Ia tak sengaja berpapasan dengan rajen.

"Mau sekolah apa mau jadi jamet. Sekolah dandanannya kaya jamet."

"Heh anak kampung! Norak banget sih! Ini itu lagi trend dan style gua ini bukan kaya jamet"

"Heran gua orang orang disini pada kudet."

"What's your name?"tanya rajen dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Najis alay tolol. Gausah so asik kita ga kenal"

Angel ingin melangkah pergi,namun rajen mencegahnya. Ia menggenggam tangan angel.

"Boleh kali kenalan."

"Ogah gua kenalan sama jamet kaya lu"angel melepaskan genggaman rajen dan melenggang pergi.

"Rajen kamu gaboleh godain anak baru"
Pak Susanto dari tadi memang memperhatikan interaksi antara angel dan rajen.

"Pak nama dia tadi siapa?"tanyanya penuh antusias.

"Angel kelas 10 IPS"

"Kamu ngapain kesini?"

"Biasa pa hehe"

Pak Susanto mempersilahkan rajen untuk duduk  dan rajen mulai menceritakan apa yang terjadi sehingga ia bisa masuk ke ruang bk

RajenaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang