Prolog

15 3 0
                                    


[Room Chat]

[Gavin 😼]
Dimana?
Aku samperin ya

[Naura 💋]
Di perpus
Bentar lagi selesai kok ... kamu tunggu aja di sekret
Aku yang nyamperin kamu...

[Gavin 😼]
Aku udah selese ini
Daripada aku nganggur
Aku ke perpus aja ya sekarang
Aku bawain kamu milktea deh

[Naura 💋]
Nggak usaah Vin
Nanti kamu repot
Bentar lagi selesai kok
Nggak boleh bawa minum juga di perpus kan?

[Gavin 😼]
Huft ...
Yaudah deh aku tungguin di depan perpus aja.

Helaan napas benar-benar tercipta dari bibir tebal Gavin. Sudah pacaran hampir 4 tahun tapi dia serasa belum bisa meluluhlantakkan hati sang pacar.

Tak ada balasan dari Naura, yang artinya Gavin boleh menunggu di depan perpustakaan kampus. Ya, tentu saja itu hanya persepsi dari Gavin sendiri.

Melepaskan segala keresahan, dia pun langsung mengambil tas dan berpamitan dengan anggota BEM yang masih ada di sekret. Berjalan dengan sumringah sambil menyempatkan untuk membeli dua botol milktea kesukaan sang kekasih hati.

Sementara di sisi lain, ada Naura yang menggerutu karena email yang hendak ia kirimkan ke dosen berisi laporan penelitiannya selalu gagal. Mungkin karena koneksi.

Gadis itu tak ingin membuat Gavin lama menunggu.

Namun, nyatanya email yang terkirim membutuhkan waktu hampir 15 menit kemudian. Buru-buru Naura membereskan laptop dan beberapa kertas-kertas yang berisi hasil penelitian ke dalam tas. Alih-alih memberi pesan kepada Gavin untuk mengabari dia sudah selesai, atau menanyakan keberadaan kekasihnya itu. Naura langsung belari kecil keluar dari perpustakaan.

Sejenak langkahnya memelan karena ia mendengar suara hujan deras.

"Kok hujan? Nggak bawa payung juga, duh!" gerutunya pada diri sendiri.

Namun, atensinya langsung fokus pada sosok Gavin yang kini sedang membawa payung dan dua botol milktea. Terdiam dan meneduh di koridor luar perpus dengan beberapa mahasiswa lain yang terjebak hujan.

Hatinya menghangat.

Gavin benar-benar menunggunya.

Kemudian, Naura memeluk tasnya yang memang berisi barang-barang penting tadi supaya tidak terkena air hujan. Sedikit berusaha melangkah menuju dimana Gavin berada. Menghindari tetesan air hujan, dan desaknya dengan beberapa mahasiswa yang berteduh.

"Gavin." panggil Naura dengan menepuk pundak Gavin.

Gavin yang tadinya melamun melihat rintikan hujan pun langsung tersadar. Mendapati wajah cantik dari sang kekasih hati yang kini sedang tersenyu.

"Aku kan udah bilang kalau aku yang nyamperin kamu ke sekret?"

Gavin berusaha merapikan rambut Naura yang sedikit berantakan dan sedikit terkena tetesan air hujan. "Emang kamu bawa payung?"

Naura menggeleng.

Gavin tersenyum, membuat udara di sekitar Naura menghangat. Ataukah memang hatinya yang sedang hangat?

"Mau di sini dulu, atau gimana?"

Naura menerawang ke sekitar. Nyatanya, hujan turun cukup deras.

"Sini aja dulu boleh? Bentar lagi liburan, jadi mau nikmatin sama kamu sebelum nanti kamu pulang ke Bali."

Gavin mengangguk. "Boleh lah ... nih minum,"

Naura menerima botol milk tea yang tentunya sudah dibukakan oleh Gavin. Menegaknya untuk melepas dahaga yang ada.

"Liburan nanti mau nggak ke Bali. Ke rumahku."

Naura menatap Gavin sekilas, "Emang boleh?"

Gavin mengangguk cepat, "bolehlah ... Mama juga kok yang ngajak. Paling juga  nanti minta bantuan kamu buat jagain adek-adekku. Hehe .."

Siapa sangka, keduanya memang sudah se-intens itu. Menjalin hubungan semenjak tahun akhir SMA dan sama-sama masuk ke kampus dan fakultas yang sama di Malang. Sebuah kampus impian yang membuat takdir keduanya untuk terus bersama.

"Iya juga sih, sejak tahun lalu keluargamu pindah ke Bali aku jadi kesepian. Kangen si bocil Resta juga."

"Eh iya kata Mama, Resta dapet juara 3 lomba renang." Gavin terlihat senang menceritakan adik ketiganya yang masih berusia 10 tahun itu.

Naura ikut terkejut senang mendengar hal itu. Keluarga Gavin sangat hangat dan begitu ramah. Dirinya merasa sangat diterima di keluarga itu melebihi keluarganya sendiri.

Namun tiba-tiba raut wajah Naura berubah menjadi sendu.

"Kangen banget sama mereka ..."

Gavin mengelus rambut Naura. "Makannya itu, yuk ikutan liburan ke Bali. Seminggu aja, terus balik ke Malang bareng-bareng."

Naura menghela napas panjang. "Andai aja aku bisa Vin."

Gavin tercekat sejenak. Ya, dia tahu alasan mengapa Naura berwajah seperti itu. Membawa Naura ke dunianya sangatlah sulit. Apalagi ada keluarga Naura yang sampai saat ini belum bisa menerima dirinya dengan baik.

"Kalau kamu mau, nanti aku yang minta izin ke orang tuamu."

Naura menggeleng, "Nggak perlu Vin. Aku titip salam aja ya ke Mami Erna."

Final.

Gavin tidak bisa memaksa. Jikapun dia memaksa lagi, pasti akan ada berdebatan yang sulit untuk direda seperti sebelumnya.

"Yaudah kalau gitu, yang penting aku bisa telpon kamu terus nanti. Aku juga bakal ke Malang cepet kok."

Naura hanya tersenyum pahit. Lagi-lagi dia merasa tak berarti bagi Gavin. Membuat kekasihnya itu kecewa.

Keduanya lalu hanya terdiam. Melamunkan perihal yang kusut pada perasaan masing-masing. Tak bisa diungkapkan atau memang takut.

Hanya diam, dan berharap hujan cepat mereda.

[TBC]

****

Menurut kalian Gavin dan Naura harus bagaimana?

Jangan lupa vote ya ❤

Bittersweet ClosureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang