Kere

186 17 2
                                    

Gak tau kenapa gue selalu kagum dengan indahnya langit malam. Kilauan bintang berkelap-kelip diatas sana, menemani terangnya sang dewi malam.

Cahaya rembulan menerangi balkon kamar gue yang gelap. Bukan karena gak ada lampunya, tapi cahaya remang remang memang lebih mendukung suasana hati gue saat ini. Ditambah lagi dengan suara alunan petikan gitar dari tangan gue sendiri.

Dua hari lagi adalah ketiga bulannya hubungan gue dengan Rere. Gue yang lagi kere-kerenya bingung apa yang akan gue kasih ke dia. Dan gue bisa pastikan bahwa mensiversarry kali ini gak akan se-spesial bulan-bulan sebelumnya.

Udara dibalkon semakin dingin, gue memutuskan untuk pindah ke kamar. Setelah menggantung gitar di dinding, kaki gue berjalan pelan menuju ponsel yang terletak diatas meja tepat disebelah ranjang. Gak ada balasan line dari Rere.

Putra : udah tidur ya?

Baru ingin meninggalkan ponsel, benda itu bergetar. Dengan gerakan cepat gue mengechecknya dan tertera nama Rere didepan layar.

Rere : udah dong

Rere : ini lagi mimpi

'ini cewek disekolah peringkat empat paralel, tapi kok tetep aja idiot.'

Putra : idiot lu

Satu menit...

Lima menit...

Enam belas menit...

Belum ada balasan, mungkin dia ketiduran.
***

Langit masih gelap. Gue sengaja dateng lebih cepat kesekolah karena ada tugas yang harus diselesaikan, maksud gue pr. Dengan cepat gue memarkirkan motor gue di parkiran motor yang tersedia dan berjalan cepat ke kelas.

"Woy!" Teriak seseorang, gue gak sengaja nabrak dia karena buru-buru, "Kalo jalan pake mata, Bang." Lanjutnya.

Mata kita bertemu, saling pandang, dan tumbuh benih-benih cinta diantara dua kaum adam ini. Gak lah.

"Iya, sorry." Balas gue sambil berpikir bagaimana caranya jalan menggunakan mata.

Sesampainya dikelas gue gak langsung menyalin jawaban dari teman. Niat gue tertunda karena melihat Rere dengan earphonenya dipojok kelas. Tanpa basa-basi kaki gue melangkah cepat kearah tempat Rere duduk. Wajahnya menunduk menghadap ponselnya yang menyala.

"Pagi, Re." Sapa gue membuatnya sedikit kaget.

Ia melepaskan earphonenya, "Pagi juga, sayang." Balasnya dengan senyuman.

"Dua hari lagi tanggal berapa hayo."

Perempuan manis ini terdiam, mungkin dia sedang berpikir. Namun semenit kemudian ia tertawa lepas, membuat gue ikut tersenyum.

"Kok kamu inget, sih?" Tanya Rere, sembari memalingkan wajahnya ke layar ponsel.

"Iya dong." Jawabku datar, ia terkekeh, "Re, aku mau minta maaf sebelumnya kalo..."

Suara bel masuk terdengar diseantero sekolah, membuat gue tersadar bahwa belum menyalin tugas.

"Nanti lanjut lagi, ya!" Lanjut gue sembari berjalan menjauh.

***

Jangan dicontoh yang gak ngerjain pr nya.

An Expensive LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang