"Tangguh! Bangun nak!" Tangguh membuka matanya perlahan, namun belum sempat matanya terbuka dengan sempurna, tubuhnya sudah terseok-seok ditarik oleh ibunya.
Tangguh menatap sekeliling, asap ada dimana-mana. Bahkan ia melihat kobaran api dari ruang tamunya. Ibunya terus menariknya menuju pintu belakang, lalu dengan cepat Ibunya membuka pintu itu.
"Dasar perempuan kotor! Mati saja kau!" Tangguh terkejut ketika keluar dari pintu belakang, melihat kerumunan yang seolah olah memang sedang menunggu ibunya dan dirinya keluar dari pintu itu.
"Tidak tahu malu! Keluar saja kau dari kampung ini!" Tangguh menatap bingung pada orang orang yang tampak sedang murka. Salah satu dari mereka maju, lalu tiba tiba menarik ibunya kasar. Disusul warga lain yang ikut menarik kasar ibunya, membuat ibunya terseok-seok di tanah.
"Ibu!" Tangguh hendak membantu ibunya, namun tangannya dicekal oleh salah satu warga, lalu tubuhnya diangkat layaknya karung.
"Ibu! Ibu!" Mata Tangguh tak lepas dari ibunya, air matanya mengalir melihat tubuh ibunya terseret seret. Permukaan tanah yang berbatu membuat beberapa bagian tubuh ibunya berdarah.
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Teriak Tangguh kalap, ia memukuli kepala warga yang menggendongnya, lalu menjambak rambut warga tersebut hingga kepalanya terdongak. Warga tersebut berteriak marah, lalu membanting tubuhnya ke tanah. Tangguh meringis merasakan hantaman tubuhnya pada tanah, namun itu bukan fokusnya. Ia langsung berusaha merangkak menuju ibunya, namun kakinya ditarik, membuatnya ikut terseok-seok di tanah.
Tangguh tak bisa menahan tangisnya, ia tak bisa bergerak lagi, tubuhnya mati rasa ketika warga itu menariknya tanpa belas kasih. Kepala Tangguh menoleh menatap ibunya, membuat pipinya ikut terkena permukaan tanah yang berbatu. Namun Tangguh tak peduli, ia terus menatap ibunya.
Hingga mereka sampai di pagar bambu yang membatasi kampung mereka dengan hutan, para warga baru berhenti menyeretnya. Salah satu warga meludahi ibunya, membuat warga yang lain ikut meludahi ibunya. Tangguh berusaha merangkak menuju ibunya, melindungi tubuh ibunya dari ludah najis mereka.
"Pergi kau dari kampung ini wanita kotor!" Teriak salah satu warga. Ibunya mencoba berdiri, lalu menggenggam tangan kiri Tangguh. Ibunya berjalan tertatih tatih menuju hutan, tubuh ibunya berdarah-darah.
Tangguh diam mengikuti ibunya, tubuhnya juga terasa mati rasa.
Sebelum mereka berdua benar benar memasuki hutan, Tangguh menoleh ke belakang, melihat kerumunan warga yang mengusirnya.
Kala itu Tangguh baru berumur sepuluh tahun, namun ia sudah merasakan sebenar-benarnya benci.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGGUH
General FictionSemuanya berawal dari dosa. Segala rasa dendam itu hadir karena dosa, segala peristiwa itu terjadi karena dosa. Mengikhlaskan bukan perkara yang mudah bagi Tangguh. Memaafkan manusia biadab itu bukan hal yang akan Tangguh lakukan. Orang tua itu pant...