Satu

9 2 0
                                    

Ena melihat sekeliling. Menatap takut pada orang-orang berpakaian hitam yang memakai penutup wajah. Jumlah mereka banyak, setiap orang membawa benda tajam, bahkan ada beberapa yang membawa senjata api. Kepala Ena menoleh kesana kemari, mencari keberadaan ayah dan ibunya.

Hingga matanya tak sengaja menatap ayah ibunya yang tengah duduk menunduk, di atas kepala mereka tertodong pisau kecil yang dipegang oleh dua orang berpakaian hitam.

Ena buru buru berlari ke arah ayah dan ibunya. Ibunya yang menyadari Ena tengah berlari ke arahnya menoleh, berteriak mencoba menghentikan langkah Ena "Tidak Ena! Jangan kesini!"

Ena tidak mempedulikannya, tetap berlari ke arah orang tuanya. Hingga tiba tiba salah seorang dari orang berpakaian hitam menghadangnya sambil mengacungkan pisau kearahnya "Sekali lagi kau melangkah, ku lempar pisau ini ke kepalamu" ancam orang itu membuat langka Ena seketika berhenti. Ena sedikit bergetar mendengar ancaman itu, namun tidak ada yang lebih penting dari keselamatan ayah ibunya.

Jarak Ena dan orang itu hanya terpisah lima langkah, sekali Ena melangkah, maka kepalanya akan terbelah dua. Ena terdiam sebentar, mencoba mengumpulkan keberanian. Menghitung dalam hati sebelum mencoba berlari.

Satu

Dua

Ti-

Belum selesai Ena menghitung, teriakan seseorang membuat hitungannya berhenti, juga gerakan tangan orang di depannya yang benar benar akan melempar pisau kearahnya tadi.

"DARMAN!"

Ena menoleh, mencari sumber suara. Matanya menatap seseorang yang juga memakai pakaian hitam, namun bedanya ia membawa senjata api, tidak seperti yang orang di depannya bawa.

Orang itu menggeleng, lalu tiba tiba saja orang di depan Ena mundur selangkah, menuruti orang itu.

Ena buru buru berlari kearah orang tuanya. Namun baru beberapa langkah ia berlari, ibu dan ayahnya sudah digeret menuju tengah kampung, bersama warga lain.

Ena kembali berlari berusaha mengejar ayah dan ibunya, namun tangannya dicekal. Ena menoleh, menatap orang yang tadi berteriak memanggil nama Darman.

Orang itu menarik Ena menjauh dari ayah dan ibunya, menyeretnya menuju hutan. Ena berteriak menolak, air matanya sudah banjir. Semakin Ena mencoba melepaskan cekalan tangan orang itu, maka semakin kuat orang itu mencekal tangannya.

Ena yang keras kepala terus melawan, hingga suara lelaki itu membuatnya seketika terdiam ketakutan.

"IKUTI SAJA AKU, ENA! KAU TIDAK AKAN KUAT MELIHAT MEREKA MEMENGGAL KEPALA ORANG TUAMU!"

TANGGUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang