"Tangguh?" Ucap Ena lirih, ia seperti pernah mendengar nama itu.
"Tangguh Prakasa, teman menangismu" Ucap orang itu. Sedetik kemudian Ena mengangkat kepalanya, masih dalam pelukan orang yang mengenalkan diri sebagai Tangguh, menatap matanya.
"Tangguh? Anak Mama Dewi?" Tanya Ena. Tangguh mengangguk. Namun tiba tiba Ena berteriak.
"KAU! KENAPA KAU TEGA?! KAU BUKAN TANGGUH! TANGGUH YANG KU KENAL TIDAK JAHAT! SEDANGKAN KAU SEPERTI JELMAAN IBLIS!" Teriak Ena lagi, matanya sudah sangat bengkak, namun sejak tadi tak berhenti mengeluarkan air mata. "KAU MEMENGGAL KEPALA OR-" Ena tak kuat melanjutkan ucapannya, melepas kasar pelukan Tangguh, kembali menunduk. "Kau memenggal kepala seluruh warga desa, dimana hati nuranimu?" Tanya Ena lirih, tak habis pikir. Ia tak mungkin Tangguh. Tangguh yang Ena kenal baik hati, membunuh semut pun tak berani, sedangkan ini? Memenggal kepala warga seluruh desa? Ya Tuhan."Ikut denganku Ena, akan kujelaskan semuanya" Ucap Tangguh. Ena menatap nyalang Tangguh "Ikut denganmu? Setelah kau memenggal kepala para warga? Selain tidak punya hati nurani, kau ternyata juga tidak punya otak ya?" Tanya Ena sinis. Lebih baik ia memenggal kepalanya sendiri daripada harus mengikuti Tangguh. "Mau tak mau, kau akan tetap ikut Ena" Ucap Tangguh. Ena lemas, bau anyir darah menguasai pernafasannya, tubuhnya masih sedikit gemetar, ia ingin marah pada Tangguh, ingin memprotes semuanya, namun tenaganya habis. Bahkan sejak tadi ia belum berani menolehkan kepala untuk melihat kepala orang tuanya lagi. Ena menunduk semakin dalam, menangis, saat ini tak ada yang bisa dilakukannya selain menangis.
Beberapa menit berlalu keadaan Ena dan Tangguh masih sama. Ena menangis dan Tangguh yang hanya diam memperhatikan. Hingga tangan Tangguh bergerak, mengangkat kepala Ena agar menatapnya. "Sudahi dulu, simpan dulu air matamu, kepalamu akan sangat pusing jika terus terusan menangis" Ucap Tangguh, namun tangan Tangguh langsung ditepis kasar oleh Ena "Berhenti mengguruiku! Kau yang butuh seorang guru, agar tau bahwa memenggal kepala orang tak berdosa adalah hal keji" Ucap Ena tajam. "Orang tak berdosa?" Ulang Tangguh lirih sambil terkekeh. Ena hanya diam, tak memperdulikannya.
Ena memberanikan diri menolehkan kepala, menatap kepala ayah dan ibunya. Hanya berselang sedetik, air mata kembali turun, bahunya bergetar hebat. "SUDAH KU BILANG ENA! KAU TIDAK AKAN KUAT!! BERHENTI MENANGIS!! AKU TIDAK MENGIZINKANMU MELIHAT KEPALA AYAH IBUMU UNTUK INI, KAU HANYA AKAN MENANGIS!!!" Tiba tiba Tangguh berteriak, membuat Ena terkejut. Ia marah? Disini yang seharusnya marah adalah Ena. "KENAPA KAU MARAH?!! AKU TIDAK AKAN MENANGIS JIKA KAU TIDAK MEMENGGAL MEREKA!! KAU YANG MENYEBABKAN SEMUA KEKACAUAN INI!! KAU!! KAU!!" Tunjuk Ena pada Tangguh menggunakan jari telunjuknya. Napasnya tak teratur, Tangguh sudah gila. Ia yang menyebabkan hal ini terjadi, namun malah ia yang marah. "KAU MANUSIA PALING TAK WARAS YANG PERNAH KU KENAL! KAU BUKAN TANGGUH!! TANGGUH TAK MUNGKIN MELAKUKAN INI!!"
"AKU TANGGUH! TANGGUH PRAKASA! ORANG YANG DULU KAU HAMPIRI TIAP PAGI, ORANG YANG DULU KAU CARI SAAT KEHABISAN BERAS, ORANG YANG DULU KAU CARI SAAT AKAN BERMAIN PETAK UMPAT, ORANG PERTAMA YANG KAU CARI SAAT KAU INGIN MENANGIS, AKU TANGGUH ENA!" Tangguh juga kehilangan kontrol, apalagi ketika Ena mengatakan bahwa ia bukan Tangguh, berani sekali Ena.
Ena diam, benar, ia Tangguh. Semua yang dikatakan Tangguh benar, semua yang disebutkan Tangguh benar. Namun kenapa Tangguh jahat sekali? Dulu ia juga bagian dari kelompok warga ini juga. "Kau, lalu kenapa kau memenggal kepala mereka semua? Salah apa mereka padamu?" Tanya Ena lirih, semuanya terlalu mendadak.
"Salah apa mereka padaku? Kau tidak ingat kejadian sepuluh tahun lalu?" Jawab Tangguh tajam.
Ena diam sebentar, "Kau balas dendam pada mereka?" Tanya Ena. Tangguh tak menjawab. "Apakah kehidupan hutan membuatmu menjadi sebiadab ini?"
Rahang Tangguh mengeras. Otot otot lehernya terlihat, sorot matanya menajam. Tanpa kata ia langsung menarik kasar tangan Ena.
"LEPASKAN! LEPASKAN AKU!" Protes Ena berusaha melepaskan cengkraman. "LEPASKAN AKU TANGGUH! AKU TIDAK AKAN IKUT DENGANMU!" Teriak Ena, masih berusaha melepaskan cengkraman tangan Tangguh. Tangguh hanya diam, matanya menatap depan, tak menggubris perkataan Ena .
"Kau keterlaluan Ena"
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGGUH
General FictionSemuanya berawal dari dosa. Segala rasa dendam itu hadir karena dosa, segala peristiwa itu terjadi karena dosa. Mengikhlaskan bukan perkara yang mudah bagi Tangguh. Memaafkan manusia biadab itu bukan hal yang akan Tangguh lakukan. Orang tua itu pant...