Tiga

234K 2.7K 22
                                    

"Axel belum pulang?" tanya Pak Raga pada Arabella yang tengah duduk di kursi makan. Menunggu sambil melamun.

Pak Raga sendiri menarik kursi dan bersikap makan malam. Namun urung karena melihat menantunya hanya berdiam diri tak menggubris pertanyaanya. Ia tahu ada yang tidak beres dengan rumah tangga anaknya, tapi ia sadar ada batasan sehingga tidak bisa ikut campur dalam masalah mereka.

Arabella yang belum menyadari kedatangan mertuanya tenggelam dalam pikirannya sendiri. Memang sakit ketika kita tau dikhianati dan itu hanya akan terbayar dengan balas dendam. Iya, Arabella akan balas dendam. Membuat suami dan selingkuhannya berlutut memohon maaf atas sakit hatinya.

Bayangan tentang Axel yang kini sedang bercumbu dan bermandikan keringat terus menari-nari di kepalanya. Wajah Axel yang penuh gairah dan desakan tiada henti saat menggenjot selingkuhannya mengejek pada kebodohan Arabella.

Tanpa sadar Arabella menggenggam erat sendok yang ada di tangannya. Ia benci. Benci karena perselingkuhan ini dan benci karena dia lemah. Ia harus menunjukkan pada Axel bahwa ia juga bisa bahagia tanpanya. Bisa menikmati surga dunia tanpa dia.

Melihat tingkah menantunya yang menggenggam sendok dengan erat, sontak Pak Raga melepaskan sendok itu dan menggantinya dengan telapak tangan hangat miliknya.

Arabella yang kaget dengan perlakuan Pak Raga berniat menarik tangannya, tapi Pak Raga menahannya. Malah kini Pak Raga mengecup punggung tangan itu sangat lama. Meski melotot karena kaget, Arabella tak menolak lagi. Ia juga dikuasai nafsu karena membayangkan perselingkuhan suaminya.

Pak Raga yang merasakan kulit halus Arabella mengenai bibirnya membuatnya merenggang dan gairah yang tiba-tiba hadir. Memejamkan mata menikmati getaran aneh yang kini menjalar ke seluruh tubuhnya. Ada rasa bahagia yang membuncah. Wangi kulit Arabella memabukkan. Spontan Pak Raga mengeluarkan lidahnya, menjilat telapak tangan mulus terawat itu.

"Ahh...." Tanpa sadar Arabella mendesah. Menatap wajah mertuanya dengan gairah yang juga sama menggebunya.

Melihat respon Arabella yang tidak menolak malah menikmati, kini Pak Raga beralih mengulum jari-jarinya. Arabella memejamkan mata menikmati kegiatan mertuanya. Ini pertama kali untuk Arabella dan sangat nikmat.

"Sshhh... papp-pahh." Pak Raga tersenyum mendengar desahan menantunya. Namun, panggilan dari Arabella membuatnya sadar dan mengakhiri kegiatan  itu.

Arabella menatap Pak Raga dengan napas tersengal karena gairah yang bangkit akibat ulah mertuanya. Ia suka dengan kegiatan yang baru untuknya itu.

"Kulitmu lembut dan mulus, Papa suka," ucap Pak Raga sambil tersenyum. Jika tak ingat ini di ruang makan dan Arabella bukan menantunya, maka ia akan membuat wanita di hadapannya itu tak bisa jalan.

"Lidah Papa juga nikmat," jawab Arabella malu. Dia malu tapi mau. Itu sangat menyenangkan. Foreplay dari Axel tidak bisa membangkitkan gairah secepat mertuanya.

"Kita makan."

"Iya, Pa."

Keduanya makan dalam hening. Artian hening adalah tidak ada suara dari bibir, tapi mata dan kaki mereka tak berhenti bergerak di bawah sana.

Pak Raga menggerakkan kakinya ke arah kaki Arabella. Menggesek juga mengelusnya. Arabella terus tersenyum sambil mengunyah makanannya.  Tak berbeda jauh dengan Arabella, Pak Raga terus tersenyum. Merasa bahagia karena berhasil dengan respon menantunya.

"Axel belum pulang?"

"Belum, Pa." Arabella mengembuskan napas pasrah. Baru saja ia bahagia karena perlakuan mertuanya sekarang harus sedih lagi karena mengingat suaminya.

Deru suara mobil terdengar memasuki halaman. Arabella masih menikmati makan malam, enggan beranjak. "Suami kamu pulang."

"Iya, Pa."

"Kamu tidak ingin menemuinya?"

"Perutku harus terisi untuk tetap sehat."

Tidak ada lagi percakapan. Masih asik berkutat dengan piring di hadapannya. Hingga sebuah kecupan mampir di pipi Arabella. "Maaf, telat."

"Hmm."

Pak Raga yang melihat itu tidak suka. Segera ia minum yang banyak. Berharap dengan itu dapat meredakan rasa tidak suka. Tidak suka? Jangan katakan ini cemburu. Tidak mungkin kan ia cemburu dengan anaknya sendiri. Hei, Arabella itu istrinya. Jadi wajar jika mereka saling mencium.

Pak Raga berdehem. Menghilangkan persaan aneh tersebut. " Kamu dari mana, Xel?"

"Emm, itu, Pa. Habis ketemuan sama klien," kilah Axel. Ia tidak bisa menjawab dengan lembut karena ada Papanya. Jadi, daripada membuat semakin runyam, itu adalah jawaban paling bagus.

"Tapi, kamu tadi bilang lembur?" sahut Arabella. Ia tahu suaminya berbohong. Ia hanya ingin tahu sampai mana kebohongan itu tercipta.

"Ketemu sama klien dan pulang jam segini, bisa dibilang lembur, kan?" jawab Axel sambil tersenyum. Ia tidak tahu kalau akan seperti ini. Harusnya ia pulang agak terlambat dan menghabiskan waktu lebih lama dengan wanitanya supaya kecanggungan ini tidak terjadi sehingga melemahkan alasannya.

"Seharusnya kamu jujur sama Arabella."

"Iya, Pa, maaf." Axel tahu, pasti banyak perbincangan antara Papa dengan istrinya. Sehingga alasan apapun itu pasti terlihat konyol.

"Aku selesai makannya. Kamu bisa disini kalau belum makan."

Ia memilih pergi dan menyelesaikan makaan dengan cepat. Arabella sungguh muak dengan suaminya yang terus menciptakan kebohongan untuk menutupi perselingkuhannya.

"Aku mau ke kamar sama kamu." Axel berdiri dan menatap Papanya, ia berucap, "Pa, kita ke kamar dulu."

"Hmm."

AFFAIR WITH MERTUA  (Pindah Ke Kubaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang