Hari beranjak siang.
Sengatan mentari membuat pasir di pantai Purwahamba menjadi kering. Deburan ombak terdengar jelas menghempas. Desiran angin pantai pun kian terasa.Bus pariwisata yang membawa rombongan siswa SMU 1 Tegal telah sampai di tempat tujuan. Pantai Purwahamba memang sengaja dipilih oleh guru pembimbing sebagai lokasi observasi.
Disamping tempatnya indah dengan pasir yang membentang luas di pesisir pantai, juga keadaan airnya yang cukup bersahabat. Pantai ini dijadikan salah satu aset wisata di kotamadya Tegal.
Banyak wisatawan yang menghabiskan waktu luang mereka di sana. Tempatnya masih sangat alami walaupun disana sini mendapat polesan secara modern. Bangunan-bangunan hotel yang tersebar di kawasan Purwahamba cukup artistik. Demikian pula dengan beberapa bungalow ataupun villa-villa yang menang sengaja disediakan sebagai tempat untuk melepas lelah bagi para wisatawan.
Rombongan siswa yang telah memasuki kawasan pantai Purwahamba segera konsentrasi dengan tugas mereka masing-masing. Setelah mendapat pengarahan dari guru pembimbing, semua anggota kelompok mengarahkan anggotanya untuk mengumpulkan informasi seputar ekosistem laut.
Mingyu sendiri sebagai ketua kelompok 1 berjalan beriringan dengan Taeyong. Pria itu memang sengaja didaulat oleh anggota kelompoknya menjadi sekertaris. Tentu saja dia bertugas untuk mencatat informasi penting sebagai laporan.
Wajah mereka berseri-seri. Tidak memperdulikan kilatan mentari yang menyengat kulit-kulit halus mereka. Yang jelas mereka harus berlomba dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru pembimbing. Siapa yang cepat, dialah yang lebih dahulu istirahat.
Sementara mentari mulai sedikit condong ke barat. Berarti selama dua jam, semua kelompok itu sibuk menyelesaikan tugas. Mingyu dan Taeyong terlihat menepi mencari tempat untuk berteduh.
Tugas mereka sedikit lagi sudah rampung. Tampak sekali kelelahan di wajah mereka. Entah siapa yang memulai, keduanya bergegas membuka tas perbekalan, kemudian mengambil beberapa kaleng soft drink.
"Kau mau minum, Taeyong...?" ujar Mingyu dengan menyodorkan kaleng minuman kepada Taeyong.
"Aku juga bawa minuman dari rumah tadi . Ini kalau kau mau"
"Oh ya... Kalau begitu kita tukaran saja. Kau minum minuman yang aku bawa dan aku minum minuman yang kau bawa?"
"Ah... kamu seperti anak kecil saja, Mingyu"
"Aku juga tidak tahu dengan perubahan ku ini. Setiap kali berdekatan denganmu, aku seperti salah tingkah, konyolnya kembali seperti anak kecil"
Mingyu tidak mengerti kenapa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya. Mau menariknya kembali sudah tidak bisa. Kepalang basah, mandi saja sekalian. Desis lelaki itu membatin.
Dia menatap lekat pada pria yang duduk di sampingnya. Tangannya memegang erat kaleng minuman dingin yang dibawa Taeyong. Dia melirik ke arah Taeyong.
"Ternyata suasana pantai begitu indah, Mingyu. Apalagi Purwahamba dengan pasirnya. Aku merasa dekat dengan alam seperti ini"
"Biasanya tempat terbuka seperti ini akan mengingatkan kita akan kebesaran ilahi. Banyak hal yang mendorong kita untuk menyadari itu"
"Kamu benar, Mingyu. Di sini saja kita dapat menyaksikan pantai membiru, pasir, ombak menghempas dan semilir angin yang berdesir. Semuanya berpadu untuk melahirkan keindahan bagi manusia"
"Kita juga dapat menikmati nyanyian alam dari ritme perpaduan itu"
"Aku tidak menyangka kamu bisa melukiskan semua itu dengan kata-kata indah mu, Mingyu" Taeyong melirik Mingyu yang tengah menatap laut lepas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Panorama cinta - [Jaeyong]
Novela Juvenil"Sebenarnya aku bahagia dengan suasana seperti ini. Tapi... tapi aku tidak bisa meresapi kebahagiaan itu secara utuh" "Kenapa, Taeyong...? Adakah sesuatu yang membuatmu kurang enak berada di sini? Atau kamu merasa terpaksa untuk datang ke sini?" "Co...