Siang itu, terik mentari terasa menyengat. Namun itu tidak membuat seorang pria kecil jadi malas untuk bercanda ria dengan alam sekitarnya.
Pria kecil itu dengan gelak tawa ceria berlari menyusuri pantai yang berombak. Tapak-tapak kakinya membekas seperti membentuk pahatan-pahatan di atas pasir yang memancarkan cahaya berkilau karena terpaan sinar mentari.
Namun sebentar saja pahatan-pahatan itu sudah hilang oleh hempasan ombak yang menyapu. Dan akan terbentuk lagi saat sepasang kaki kecilnya berpijak di atas pasir yang menghitam.
Pria kecil itu terus berlari dengan parasnya yang mungil sangat cerah tanpa beban. Dia baru berhenti di bawah sebatang pohon kelapa yang kebetulan banyak tumbuh di tepi pantai itu.
Mata bulatnya menatap tepian pantai yang tadi di laluinya. Entah apa yang dilihatnya. Cukup lama juga, seakan ada sesuatu yang dicarinya. Kemudian tatapan itu tidak melewatkan deburan ombak yang menyeruak dan berwarna putih, menggulung dan terhempas menghantam pasir di sepanjang pantai.
Sementara di langit, mentari jingga semakin condong ke barat. Hembusan angin pantai menerbangkan debu-debu di atas pasir yang menghangat.
Dan tubuh mungil pria kecil itu masih menempel di batang pohon kelapa. Dia sepertinya menunggu seseorang yang akan datang menemuinya. Tapi entah siapa, karena matanya yang bulat masih menatap lekat pada kerumunan orang yang kebetulan melewatkan waktu di pantai.
"Hai...!"
Suara yang lembut itu terdengar menyapa. Dan pria kecil menoleh kearah darimana suara itu datang. Seorang anak laki-laki berdiri tepat di belakang pohon kelapa dimana dia bersandar.
Pria kecil itu menangkap senyum tipis yang mengembang dari bibir lelaki kecil itu. Sebentuk senyuman yang sepertinya sangat di paksa untuk menghias di bibirnya.
Namun pria kecil itu tetap membalasnya sebagai ungkapan kalau kehadiran lelaki kecil itu memang sedang ditunggunya.
"Hai... Jaehyun! Aku kira kamu tidak akan datang" ujar pria kecil itu dengan tatapan masih melekat pada sosok kecil yang kini duduk di atas pasir. Mata bulatnya masih menatap lekat pada sosok di sampingnya yang tetap sibuk dengan pasir-pasir pantai itu.
"Aku pasti datang, Yongie~" desah Jaehyun dengan wajah murung.
"Ada apa denganmu, Jae? Kelihatannya kamu tampak murung. Kalau kamu tidak keberatan untuk bercerita, maka katakanlah. Siapa tahu dengan berbagi cerita akan membuat kamu tidak murung lagi, dan tentu saja aku akan dapat melihat wajahmu ceria kembali. Karena aku lebih senang melihatmu ceria" pria kecil itu mencoba mencairkan kesenduan Jaehyun. Dan dia menunggu reaksi lelaki itu sambil mengalihkan pandangannya ke arah laut yang biru.
"Nggak ada apa-apa kok. Hanya..." Sampai disitu, ucapan Jaehyun terhenti. Sepertinya dia masih ragu untuk mengatakannya kepada Taeyong. Dia tidak mau merusak suasana indah hari ini. Apalagi wajah Taeyong yang cantik terpancar kebahagiaan yang begitu melekat.
"Hanya apa jaehyun...? Lanjutkan omongan mu. Ceritakanlah masalah yang barangkali tengah mengganjal di hatimu. Itupun kalau kau mau membagi denganku"
"Aku tidak ingin kamu menjadi sedih kalau aku mengatakannya"
"Aku berjanji tidak akan sedih. Katakanlah"
"Sungguh..?"
"Tidakkah kamu melihat ketegaran ku, Jaehyun?"
"Besok aku akan meninggalkan tempat ini. Sebenarnya aku berat untuk pergi, tapi keadaan yang memaksaku untuk tetap meninggalkan desa ini. Keadaan pula yang membuatku harus rela meninggalkan tempat indah bermain kita"
"Aku tidak mengerti maksudmu, Jaehyun" tegas Taeyong dengan menatap lekat wajah sahabat kecilnya.
"Aku mau ke kota"
"Jadi kamu akan meninggalkan ku sendirian Jaehyun? Kamu akan pergi tanpa mau mempedulikan aku yang pasti akan kesepian. Tidak ada lagi yang akan menemaniku bermain di sepanjang pantai. Kamu akan meninggalkan tempat indah ini. Melupakan keceriaan masa bermain kita. Mengapa, Jaehyun... Mengapa?"
Wajah Taeyong berubah sendu. Kesedihannya begitu terasa. Itulah mengapa dia menangis.
"Inilah yang aku khawatirkan, membuatmu menjadi sedih"
"Mengapa kamu meninggalkan ku, Jaehyun. Apakah kamu tidak sudi lagi berteman dengan anak cengeng sepertiku? Ataukah...?" Taeyong tidak kuasa meneruskan kata-katanya. Pria kecil itu terisak.
"Aku mau mencari penghidupanku. Aku ingin menyongsong masa depanku. Aku berharap di kota aku bisa bekerja, sehingga tidak terus-menerus bergantung kepada orang lain"
"Tapi kamu akan meninggalkanku. Itulah yang membuatku sedih. Aku tidak akan mempunyai teman lagi untuk bermain disini"
"Yongie~ Masih banyak teman yang baik untukmu. Apalagi kamu anak yang baik, hatimu lembut. Aku yakin banyak orang yang senang menjadi temanmu"
"Tapi aku ingin kamu terus menemaniku"
"Ah... Mengertilah Yongie. Hidup kita bukan hanya sebatas bermain. Tapi kita punya cita-cita untuk diraih. Akupun ingin menggapai cita-cita itu di tempat lain"
"Apa disini kamu tidak bisa untuk mendapatkannya?"
"Apa yang bisa aku lakukan, Yongie. Tidak ada"
"Aku masih belum bisa mengerti, Jaehyun" Taeyong semakin terisak, membuat Jaehyun bertambah bingung. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat Taeyong mengerti.
"Yongie~... Aku yakin kesedihanmu lambat laun akan hilang karena banyak orang yang akan menghiburmu, menyayangimu. Ada orang tua yang begitu besar kasih sayangnya kepadamu, juga ada banyak teman yang akan menemanimu bermain. Tidak hanya di tepian pantai saja, tapi di rumah, juga di sekolah. Semuanya akan membuatmu seperti hari-hari yang lalu. Banyak orang yang mau menjadi temanmu, sahabatmu, karena kamu anak yang sangat baik"
"Benarkah?" Sergah Taeyong
"Tentu saja pria kecilku. Aku saja yang mirip gelandangan bisa kamu jadikan sahabatmu, apalagi orang lain. Temanmu akan banyak, dan itu akan membuatmu begitu bahagia"
"Kalau memang benar apa yang kamu katakan, aku akan mencoba mengerti keputusanmu. Kamu memang benar, masing-masing kita memiliki impian yang harus diraih. Kamu sendiri memilih meninggalkan tempat ini untuk meraihnya"
"Ahh... Kamu memang pria kecilku yang cerdas. Kamu tegar dan kata-katamu terkadang memberikan kekuatan padaku. Hatimu putih, karena itulah mengapa aku masih sanggup melewati hari-hari tanpa kasih orang tua. Kasihmu memberikan harapan padaku" desah Jaehyun .
"Aku pasti akan sangat kehilangan dirimu. Aku akan merindukanmu di tempat dimana aku akan terasing"
"Akupun akan kehilangan dirimu, Jaehyun. Merindukanmu, mengenang masa-masa bermain kita yang indah"
"Kalau umur kita panjang, suatu saat aku pasti akan kembali untuk mencari mu. Menemanimu kembali di tempat indah ini"
"Sungguh?" Wajah Taeyong kembali ceria dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Ya, aku janji. Sekarang hapuslah air matamu. Senja semakin merambat, sebaiknya kamu pulang"
"Aku ingin minta sesuatu darimu sebelum kita meninggalkan tempat ini"
"Apa...?"
"Aku ingin kamu menghapus air mataku untuk yang terakhir kalinya"
"Ahh... pasti aku lakukan meski kamu tidak memintanya" desah Jaehyun.
Lelaki kecil itu mengusap sisa-sisa air mata yang menempel di pipi halus Taeyong. Sangat lembut dan begitu tulus. Pria itupun tersenyum.
Mereka meninggalkan pantai yang biru dengan sejuta kenangan indah. Mentari jingga masih menyemburat dengan kehangatannya mengiringi langkah kedua anak itu.
Air laut ikut berwarna jingga, namun kebiru-biruan. Deburan ombak terus menghempas mencoba meruntuhkan kokohnya batu karang. Itulah nyanyian alam yang akan terus mengalun indah.
•
•
•
•
VOTE (;ŏ﹏ŏ)
KAMU SEDANG MEMBACA
Panorama cinta - [Jaeyong]
Novela Juvenil"Sebenarnya aku bahagia dengan suasana seperti ini. Tapi... tapi aku tidak bisa meresapi kebahagiaan itu secara utuh" "Kenapa, Taeyong...? Adakah sesuatu yang membuatmu kurang enak berada di sini? Atau kamu merasa terpaksa untuk datang ke sini?" "Co...
![Panorama cinta - [Jaeyong]](https://img.wattpad.com/cover/304525323-64-k164574.jpg)