01

318 6 1
                                    

Sore hari kala itu, aku tengah menangis sambil memeluk guling hingga membuatnya basah oleh air mataku.

Entah untuk apa aku menangis, yang ku tahu hanyalah aku belum siap menerima terpaan dunia luar yang menyakitkan.

Bahkan aku sempat berpikir bahwa dunia terlalu kejam untuk manusia lemah sepertiku.

Ibu mengetuk pintu--mungkin karena khawatir saat melihat ku pulang dengan raut wajah suram--namun tidak ku buka karena aku belum siap bercerita padanya.

Aku butuh waktu untuk sendiri.

Setelah puas menumpahkan air mata pada guling kesayangan ku itu, aku memutuskan untuk mandi. Berharap air akan meluruhkan semua rasa lelahku.

"Sarah. Sini nak, Ibu punya sesuatu buat kamu," ucap Ibu saat aku hendak memasuki dapur untuk mengambil minum.

Aku pun menghampirinya.

Ibu sedang melukis di ruang tengah, melukis memang kegemarannya sejak kecil.

"Apa Bu?" tanyaku seraya duduk disampingnya.
Ibu menunjukan hasil lukisannya, terdapat gambar bunga matahari yang cantik dengan langit berwarna jingga sebagai latar belakang lukisan tersebut.

"Cantik. Ini buat aku Bu?"

"Ya, Ibu harap kamu belajar dari bunga matahari ini."

"Maksud Ibu?"

"Nanti Ibu jelaskan, sekarang kamu ke kamar gih simpen lukisan ini baik-baik abis itu istirahat. Ibu tau kamu lagi capek."

Aku beranjak menuju kamar dengan pikiran yang bertanya-tanya, bahkan aku melupakan air minum yang menjadi tujuan utamaku saat keluar kamar.

🌻

Bunga Matahari [CERPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang