02

198 6 0
                                    

Keesokan harinya saat aku terbangun aku terkejut ketika melihat jam dinding yang menunjukan pukul delapan pagi lebih lima belas menit.

Hari ini hari minggu, tapi Ibu biasanya tidak pernah membiarkanku tidur melewati pukul tujuh pagi walaupun di hari libur.

Rumah begitu sepi, biasanya dipagi hari Ibu selalu menyiram bunga-bunga kesayangannya di taman samping rumah.

Aku memeriksa taman tapi ternyata Ibu tidak ada di sana, kemudian aku memutuskan untuk memeriksanya dikamar, aku takut Ibu sedang sakit karena penyakitnya kambuh lagi.

Aku mengetuk pintu kamarnya tapi tidak ada sahutan dari dalam sana, aku bergegas mencari kunci cadangan dilaci yang berada di ruang tengah kemudian membuka kamar Ibu. Dugaan ku benar, Ibu sedang berbaring dikasur dengan wajah pucat.

“Bu, kita kerumah sakit ya?” Aku meletakan telapak tanganku dikening Ibu.

Aku sangat terkejut karena kening Ibu sangat dingin bahkan tidak ada nafas yang keluar dari lubang hidungnya.

Aku terpaku cukup lama sampai detik berikutnya air mataku jatuh tanpa izin.

Aku tidak percaya ini, Ibu pergi saat aku tidak bersamanya. Ibu pergi meninggalkanku sendirian di dunia ini.

Aku terus menggoyangkan tubuh Ibuku, berharap ia membuka matanya kembali dan memelukku erat.

Tuhan, aku belum siap untuk menghadapi dunia kejam ini sendirian. Hanya Ibu satu-satunya alasanku untuk tetap berlari mengejar mimpi saat banyak rintangan yang menghadang.

Hanya kebahagiaannya lah tujuan hidupku, lalu sekarang aku harus apa jika Ibu tiada? Jangan ambil Ibuku Tuhan, aku sungguh tidak siap.

🌻

Bunga Matahari [CERPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang