"Mana yang lo sebut anaknya pemilik butik itu? mana!" tanya Felisya geram karena Putri kembali menyusul ke kamar dan berhasil menyeretnya keluar. Tampak ramai oleh karyawan dari berbagai cabang se-jabodetabek. Faktanya sama sekali tidak kelihatan ada orang ganteng di sana. Biasanya kan kalau yang begitu-begitu selalu terkesan ganteng.
Putri mengangkat telunjuknya sebagai isyarat kepada Felisya untuk diam. Kemudian telunjuknya bergerak pada suatu arah. Saat menoleh, Felisya mendapati seorang cowok amat menjulang yang sedang mengobrol serius dengan Rama Emilio, si pemilik butik.
"Iya itu yang gondrong!" ucap Putri antusias.
"Oh."
Melihat respon sahabatnya yang terlampau datar, Putri mengguncang bahunya. "Lo belum liat mukanya, dia manis banget tau!"
"Kata siapa?"
"Kata orang."
"Jangan didenger."
"Ish, Felisya!"
Felisya nyengir karena memang dari samping, wajah cowok itu tidak terlihat jelas, tertutup oleh rambutnya yang menjuntai sebahu. Kemudian perhelatan akan segera dimulai dan mereka berkumpul. Betapa terkejutnya saat Ia kembali menoleh ke sana dan mendapati sosok jangkung itu menampakan seluruh wajahnya.
Rambut hitam bergelombang yang terbelah dua!
"Selamat datang di pertemuan ini. Selamat bersenang-senang di sini. Semoga dapat mempererat hubungan persaudaraan di antara kita semua!" ucap Rama dari bibirnya yang masih dibingkai kumis tipis. Langsung mendapat respon super antusias dari para karyawan. Manusia mana yang tidak akan antusias saat bisa liburan gratis?
"Di acara ini saya juga akan mengenalkan manajer sekaligus pimpinan baru yang menggantikan manajer sebelumnya yang terpaksa diberhentikan karena penyakitnya. Kita doakan bersama semoga segera diberi kesembuhan, pulih dan kembali sehat."
"Aamiin!"
Rama lantas menepuk bahu pemuda di sebelahnya. "Perkenalkan putra bungsu saya, Candra Emilio, dalam masa kerjanya Ia akan dibantu oleh seorang teman perempuan yang pada kesempatan ini belum bisa hadir. Hal itu perlu, mengingat peran perempuan pastinya akan lebih mengetahui perkembangan fashion."
Alih-alih mendengarkan pidato dadakan dari seorang pimpinan, Felisya malah salah fokus sama cowok yang menurutnya kelihatan meragukan. Dia kelihatan lebih cocok jadi pegawai kantor perusahaan besar ketimbang mengurusi butik. Akan tetapi, dia bagus juga kalau jadi manajer butik yang baru. Sesekali butuh penyegaran di tempat kerja yang didominasi perempuan.
Beberapa api unggun kecil menyala dikelilingi bangku-bangku yang terbuat dari kayu gelondongan. Setiap dari mereka memegang ikan dan daging merah yang sudah siap dibakar. Suasana alam seperti itu sengaja dipilih untuk menghadirkan suasana baru bagi mereka yang sehari-harinya bekerja di hiruk-pikuk perkotaan.
Sebelumnya, mereka sempat membuat lingkaran sebagai sebuah cara perkenalan karyawan pada atasan barunya. Beberapa di antara mereka bahkan gemas ingin mengacak rambut itu. Namun tidak sedikit pula cewek-cewek yang merasa kurang suka dengan penampilannya itu. Saat berlalu ijin ke toilet, Felisya memerhatikan bagaimana cara berjalan seorang Candra Emilio dengan kaki panjangnya yang terbalut celana bahan. Lengan kemeja panjangnya sedikit di lipat ke siku dan membiarkan jemarinya menggantung kedinginan.
"Perkenalkan, aku Ine."
"Aku Laras, kalau perlu bantuan jangan sungkan."
Putri melirik dengki beberapa cewek yang saling berserobok rebutan untuk bersalaman dengan bagian pewaris butik itu. Sementara di sampingnya, Felisya sibuk memilih makanan apa saja yang akan menghuni perutnya malam ini. Ia bukan tidak ingin melewatkan kesempatan emas dengan mendekati cowok karismatik itu, tapi memang sebagian jiwanya sudah bosan melakukan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCOMMON REGRET (telah terbit)
General FictionFelisya Aurelin melarikan patah hatinya ke kota perantauan dengan menghabiskan waktu bersama Haidar Galen, sahabatnya. Ia mewujudkan mimpinya sebagai desainer profesional, kemudian menjalin cinta baru dengan Candra Emilio, pemilik perusahaan tempatn...