Bagian 3

1 0 0
                                    


Suasana kamar yang berantakan. Satu dari dua koper tergeletak begitu saja di dekat ranjang. Putri sudah mendengkur, sementara Felisya, baru saja terpejam selama beberapa menit sudah dibangunkan oleh suara burung pipit yang mematuk-matuk kaca jendela aparteman mereka. Telinganya memang terlalu sensitif. Ia bergegas menuju cermin. Pakaian yang dikenakannya sepulang dari puncak masih terlihat oke.

Ia berbalik badan setelah menyisir rambut lepeknya. Meraih totebag bermotif siluet cewek berambut cepol dan memasukan beberapa barang mungil penting ke dalamnya. Dengan sangat pelan, kakinya mengendap melangkah keluar. Ia tidak tega membangunkan cewek yang beberapa minggu lalu sudah berbaik hati membagi tempat tinggal kepadanya, hanya untuk sekadar berpamitan.

Di dalam taksi yang sudah dipesannya sejak tadi, Felisya mematung di jok belakang. Pandangannya menghambur ke udara. Bibir tipisnya berseri-seri. Kembali teringat jelas bagaimana Candra Emilio mengibaskan rambut gondrongnya yang basah di tepi sungai. Terus sekarang, cewek itu mengerjapkan matanya dan menutup wajah sambil berpikir, Aduh Fefel sadar kamu, gak baik mikirin cowok ganteng.

Suasana depan sebuah kafe tampak ramai oleh pengunjung yang keluar-masuk. Cewek bersetelan boyfriend jeans yang dipadupadankan dengan sweater kerut yang mencetak perut rata di atas celana itu turun dari mobil dan berjalan memasuki pintu yang terbuka lebar. Matanya bundar sempurna ketika melihat punggung berbalut kemeja merah kotak-kotak dan segera menghampirinya.

"Dor!" teriak Felisya sambil menepuk bahu cowok itu, kemudian duduk di seberang meja.

"Gak kaget!"

"Kok gitu?"

"Iyalah, tuh!" Cowok itu melirik dinding partisi kaca yang menerima pantulan situasi ruangan kafe.

"Haidar Galen, gue udah kangen sama lo! berapa lama kita gak ketemu?!" ungkap Felisya gemas sampai suaranya terdengar sedikit bergetar.

Galen tersenyum lebar untuknya. "Gilaaa, lo sok sibuk sekarang, sampe-sampe mau ketemuan aja susah!" katanya sambil memerhatikan gadis yang dulunya bertubuh mungil sekarang sudah tumbuh dewasa dan tentu saja wajahnya tetap imut. Sejak Felisya mengabarinya jika sekarang tinggal di Bekasi, mereka sudah melakukan berkali-kali rencana pertemuan tetapi selalu diundur karena urusan mendadak yang terjadi secara bergiliran.

"Apa kabar lo? rambut panjang lo ke mana?" tanya Galen lagi. Benar, setahunya dulu gadis itu selalu memanjangkan rambutnya dan diberi poni. Sekarang menghilang, lama tidak bertemu seolah kini ia mendapati Felisya yang baru.

Felisya menjawab sambil melihat tangan Galen yang terangkat memanggil pelayan. "Kabar gue ... baik dong! Sok-sok'an ngatain gue sibuk, situ sendiri selama ini rebahan aja gitu? Nggak kan."

Pelayan datang mengulurkan buku menu pada mereka dan siap mencatat apa saja yang akan dipesan. "Eh kita pesan dimsum aja, yuk? sama churros buat cemilannya," pinta Felisya dengan ekspresi sedikit memaksa. Akhirnya cowok itu menyetujui.

"Minumnya Coffee Latte satu. Lu apa, Fel?" Galen berpaling dari buku menu ke wajah cewek di depannya yang lagi mikir.

"Karena gue suka yang asem, gue pesen manggo tea aja deh, satu ya Mbak!" sahut cewek itu langsung ngomong ke pelayan.

"Baik, mohon ditunggu, permisi." Pelayan meninggalkan mereka.

"Ngomong-ngomong gue heran deh, cewek semanja Fefel bisa sampe sini buat ngerantau? yakiiin?" Wajah menyebalkan Galen sengaja dicondongkan lebih dekat, seolah berusaha menebak, pasti ada sesuatu terjadi di balik wajah baik-baik cewek yang lama sekali tidak dilihatnya itu.

UNCOMMON REGRET (telah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang