Menunggu Pagi

2.5K 31 0
                                    

Menunggu Pagi

Apa yang terjadi dengan hatiku

Kumasih di sini menunggu pagi

Seakan letih tak menggangguku

Kumasih terjaga menunggu pagi

 

[Entah Kapan Malam Berhenti. Teman aku masih menunggu pagi]

 

Malam begini

Malam tetap begini

Entah mengapa pagi enggan kembali

 

Malam begini

Malam tetap begini

Entah mengapa pagi enggan kembali

            Seperti beberapa malam sebelumnya, Ibu kembali bersuara aneh terkadang merintih dan terkadang menjerit di kamarnya bersama teman prianya yang setiap malam berganti-ganti. Aku heran mengapa Ibu bersuara seperti itu setiap malam. Suara Ibu sungguh menggangguku. Aku tidak bisa tidur mendengarnya. Pernah suatu ketika kutanyakan pada Ibu mengapa dia begitu, Ibu hanya menjawab dengan senyum lembutnya bahwa dia sedang berlatih vokal. Ibuku seorang penyanyi terkenal di desa, jadi aku percaya saja dengan alasannya.

           

            "Ibu di mana Ayah?" tanyaku suatu hari. Aku hanya merasa aneh ketika melihat teman-temanku di sekolah diantar oleh ayah dan ibunya sementara aku tidak pernah melihat keberadaan ayah di rumah.

            "Dyland. Dia ayahmu."

            Selalu begitu jawaban Ibu. Ibu tidak pernah memberikan jawaban yang jelas. Dia hanya menyebutkan nama Dyland yang aku sama sekali tidak tahu siapa dan di mana dia sekarang.

           

            "Ibu ajari aku berhitung, ya. Aku masih belum bisa berhitung," ucapku berharap Ibu mau mengajariku.

            Ibu tersenyum sayang. Dia mengusap kepalaku sambil berucap, "Kania nak, kamu belajar sendiri dulu ya. Sebentar lagi tamu Ibu datang."

            Aku memberengut. Aku masuk ke kamarku yang kecil, gelap dan tidak berjendela. Bukan hanya kamarku yang tidak berjendela. Rumahku memang tidak memiliki jendela satupun. Memang berbeda dari kebanyakan rumah umumnya. Ibu tidak pernah peduli pada keadaan rumah yang pengap tanpa jendela. Ibu bilang jika rumah kami berjendela, maka rezekinya akan lari keluar lewat jendela.

            Aku belajar berhitung sendiri di kamarku. Lagi-lagi suara Ibu mengganggu konsentrasiku. Akhirnya aku memutuskan tidur. Namun mataku tetap tidak bisa terpejam. Tidak bisakah Ibu berlatih vokal dengan pelan?

           

            Aku keluar kamar. Duduk di teras depan sambil memeluk lututku. Angin malam menusuk tulang menyelimutiku. Aku sedikit menggigil.

            Hampir tengah malam ketika Ibu dan teman prianya keluar dari kamar. Ibu agak terkejut melihatku di teras rumah. Kuperhatikan penampilan Ibu yang berantakan. Rambutnya kusut seperti tidak di sisir dan banyak rona merah di sekitar tubuhnya. Teman prianya pergi setelah memberi Ibu lima lembar uang seratus ribuan.

Kumpulan Cerita Pendek RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang