"Van, habis ini lo mau kemana?" tanya Steven kepada Vano yang sudah selesai membereskan barang-barangnya. Mereka baru saja selesai latihan basket di sore hari ini.
"Ke apart," jawabnya singkat.
"Mau ikut jadwal gue gak?" Steven merangkul tasnya di bahu.
"Ngapain?"
"Nanti jam 5 sampe jam 6 makan bareng Siti, terus lanjut ke rumah Aubrey ngerjain tugas bareng, lanjut jemput Ghina di les, habis itu nonton bareng sama Kirei, terakhir vidcall sama Putri sampai tidur." Steven menyebutkan kegiatannya satu persatu dengan jelas. Vano hanya menatapnya aneh.
"Seneng banget mainin hati orang," tanggapnya singkat. Perkataan Vano cukup menusuk bagi Steven.
"Jleb! Aduh sakitnya tuh disini!" Steven memeragakan dirinya kesakitan di bagian dadanya. Vano yang melihat itu hanya melenggang pergi meninggalkan temannya itu.
"Eh si anjir malah ninggalin, tunggu weh!" Steven segera mengejar Vano ke arah parkiran.
Sesampainya di parkiran, Vano mengenakkan helmnya dan menaiki motornya. Bersiap untuk pergi. Steven juga menarik mundur motornya yang tepat di sebelah kanan tempat motor Vano terparkir.
"Alitha gimana kabarnya?" tanya Steven sambil memakai helm miliknya.
"Tanya ke Alitha, bukan ke gue." Vano pun mulai menyalakan mesin motornya.
"Ealah nanya doang pakai ngambek segala, kali-kali ajak lagi. Lumayan kan kalau dia jadi cabang gue yang ke-6."
Ucapan tersebut seketika membuat Vano mematikan mesin motornya. Kemudian menatap Steven dengan tajam dari balik helmnya. "Ngomong apa tadi?"
Steven yang ditatap olehnya mulai merasakan aura negatif yang membahayakan dirinya. "Eh kagak-kagak, Van. Bercanda gue heh, kan udah ada lo buat jadi pawangnya. Hujan aja ada pawangnya, masa orang kagak."
Vano pun yang malas menanggapi ocehan Steven segera menyalakan mesin motornya lalu berlalu ke arah jalan raya. Meninggalkan Steven yang saat ini kesulitan untuk menstarter motornya sendiri.
"Malah ditinggalin gue, cok!"
***
Vano memasuki kelasnya. Pagi ini dia bangun agak terlambat karena tidur yang terlalu malam. Beruntungnya masih ada 5 menit sebelum bel masuk berbunyi ketika dia sampai di sekolah. Dia juga sempat melihat motor Abian yang terparkir di tempat yang sama dengan kemarin.
Matanya kini melihat Alitha yang sudah duduk di bangku sebelahnya. Alitha yang juga sadar sedang ditatap Vano mulai menyapanya.
"Hai, Vano! Selamat pagi!"
"Hmm." Vano hanya bergumam pelan lalu menaruh kepalanya di atas meja. Membiarkan topi yang dia kenakan terjatuh ke lantai karena terlepas dari tempatnya.
"Tumben si Vano hampir telat," ucap Alma yang baru saja datang bersama dengan Gion. Cowok disebelahnya itu hanya diam dan menarik bangkunya agar berhadapan dengan meja Vano.
"Lo berangkat bareng Gion, ya?" tanya Alitha pada Alma.
"Iya bareng gue, tapi dia nih yang bikin lama, make up aja lama banget kek setahun." Gion menatap Alma yang hanya terkekeh pelan.
"Hehehe ... Gue sebenernya cuma pake bedak doang, tapi gue lupa nyimpen, jadi pake bedak Caladine aja daripada kelamaan."
Sontak jawaban Alma membuat kedua temannya menatap dirinya aneh. Sedangkan yang ditatap tidak merasa sama sekali.
"Lo ... Masih waras?" tanya Gion. "Lo pake bedak Caladine buat make up weh!"
"Emang napa? Sama-sama bedak. Bunda yang nyaranin katanya biar cantik mirip Bunda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain After You
Teen Fiction"Lo aneh, tapi nyata." Ucap Vano sambil menyentil kening Alitha. Membuat cewek dihadapannya sedikit meringis. Tapi dalam pikiran Alitha yang aneh adalah teman-temannya, bukan dirinya. ... Pertama, Vano Aditya Pramudya yang hobinya menjauh dari kera...