CHAPTER ONE
Dear, My 'Boy'friend
-
///According to Roy Baumeister 98% of people have suffered from unrequited love in their lifetime.
-
Brigita mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menahan rasa kantuk yang menyerangnya. Mungkin dirinya masih susah menyesuaikan perubahan waktu disini setelah berjam-jam dia berada di dalam pesawat. Seharusnya tadi dia pulang terlebih dulu untuk beristirahat, tapi rasa rindunya lebih besar daripada rasa lelahnya.
Senyumnya tersungging, saat netranya mengamati jalan yang terasa familiar. Sebentar lagi dirinya akan sampai di sekolahnya.
"Pak Edo, langsung pulang aja. Nanti saya pulangnya gampang." Supir keluarganya itu menggangguk pelan lalu segera turun membukakan pintu belakang untuk Brigita.
Selepas dia berterima kasih pada supirnya, dia berjalan mendekat ke arah gerbang sekolah seraya mengecek paperbag yang di tangannya.
Di tengah perjalanan Brigita tiba-tiba ingat bahwa dirinya belum meminta ijin pada ayahnya. "Oh, sekalian nanti tolong bilangin ke Ayah. Kalau saya mampir ke sekolah dulu ya, Pak?"
"Baik, non. Nanti saya sampaikan ke Ayahnya non G," sahut Pak Edo yang membuat Brigita melempar senyum simpul pada supirnya yang akan masuk ke mobil itu.
Rambut kecoklatan yang panjangnya sebahu lebih itu berkobar mengikuti arah angin. Sekedar membuat rambut sedikit lebih rapi, jemari tangannya bergerak menyisirnya. Dari ekor matanya terlihat seorang pemuda sedang tersenyum manis berdiri di dekat gerbang memakai jersey basket kebanggaan sekolahnya.
"New hair, huh? But as usual you look so stunning, Babe." Brigita disambut manis oleh kedipan manja Jevin, tanpa segan dia memukul pemuda itu dengan paperbag yang ada di tangannya.
"Asem banget, nggak ada pelukan kangen gitu. Sebulan nggak ketemu lo malah tambah ganas."
Brigita tak menggubris perkataan Jevin, dia menoleh ke kanan kiri mencari seseorang yang ada di pikirannnya. "Emm, Praskal mana?"
"Ugh... That hurt me, didn't you know? Gue udah bela-belain nunggu lo gini. Lo malah tanya tuh bocah," sungut Jevin tak suka.
"Sorry, Dude. Gue kan nggak bilang sama dia kalau gue pulang hari ini."
Jevin mendengus pelan tapi kontras dengan tangannya yang membawa tubuh Brigita ke dalam dekapannya. Mereka berdua melepas pelukan itu setelah mendengar suara perempuan yang memanggil nama Jevin lantang. Bukannya menghampiri sang kekasih, perempuan itu malah menubruk Brigita dengan pelukan hangat.
"Wow... woo... easy, girl," ucap Brigita membalas pelukan kekasih Jevin itu.
Jevin berdecih, ekspresi wajahnya penuh keirian memandang dua perempuan yang masih berbalas rindu itu.
"Cidera lo nggak kambuh kan, G?" Kekasih Jevin itu melirik pergelangan kaki Brigita dengan khawatir.
"Masih kerasa nyeri dikit sih, but more better."
"Jangan terlalu di paksain, oke?" Brigita menganggukan kepalanya sambil tersenyum menenangkan.
"So, how's Paris?"
Brigita menaikkan sebelah alisnya. Tak paham dengan pertanyaan out of the box Julia. Walaupun begitu dia tetap menjawabnya. "It's amazing, always."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fabricated
RomanceBrigita sudah lama bersahabat dengan Praskal. Mustahil jika dia berkata tidak akan terbawa perasaan dengan segala perhatian dan perlakuan spesial yang diberikan Praskal kepadanya. But one time she have to do some pretty bad things. 'Cause if a girl...